- Back to Home »
- Embun »
- Refleksi Ramadan #22
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Senin, 27 Mei 2019
[Sumber: remajaislam.com] |
Produk minuman yang katanya bisa menghilangkan dahaga saat berbuka lah, makanan yang bisa membantu puasa karena kandungan gizi lebih banyak dan awet kanyang lah, multivitamin yang bisa menjaga daya tahan tubuh serta mencukupi zat yang hilang saat puasa lah, sampai segerombolan diskon yang katanya diperuntukan untuk menyambut hari raya. Hiya hiya hiya.
Kalau kita
tenggok iklan yang bertebaran, selalu saja isinya mengambarkan kondisi puasa
yang amat menyiksa. Seolah-olah kita tidak akan kuat dan pasti terganggu
kondisi biologis serta metabolisme dalam tubuh saat berpuasa, sehingga kalau
mau kuat dan tidak terganggu ya memakai produk yang dimaksud. Kita dicekoki
bahwa puasa membuat dehidrasi, lemas dan tidak memiliki energi. Seolah puasa
adalah ladang penyiksaan, sehingga membuat kita seolah-olah membutuhkan segala
jenis produk yang akan membantu melewati penyiksaan karena puasa.
Belum lagi
serangkaian diskon yang menarik daya beli semakin ra karu-karuan. Dengan terang-terangan
disebutkan bahwa hari fitri adalah tampilan baru. Sehingga kita perlu baju
baru, kerudung baru, celana baru, sendal baru. Kita sampai lupa bahwa hal baru
yang benar-benar harus dihadirkan adalah hati yang baru.
Sampai saat ini,
tidak hanya toko offline yang banjir mengiklankan diri dengan diskon tidak
masuk akan yang membuat daya beli tidak masuk akal juga. Tetapi, toko online
yang mana mereka sudah mulai mengambil pasar juga ikut ambil bagian dalam peran
meningkatkan daya beli masyarakat dengan bagi-bagi voucer dan bonus. Yang tentu
hasil buat mereka adalah bulan ini daya beli masyarakat harus meningkat, untung
adalah kunci.
Belum lagi
kebutuhan akan memoles isi rumah. Dari mengisi sediaan logistik untuk hari
raya sampai mendandani ulang rumah dengan menganti warna cat, memoles ulang
perabotan, membeli alat pembersih rumah sampai mencuci segala karpet dan horden
yang harus bersih saat hari raya.
Sehingga kongkroit
kita akan mengkonsumsi lebih banyak dan lebih beraneka ragam makanan, minuman,
aneka multivitamin, perlengkapan rumah sampai baju. Semua itu diperuntukan
untuk menyambut hari yang katanya fitri.
Sungguh ramadan
sampai hari raya adalah rangkaian festival yang meriah. Festival yang sangat
menguntungkan bagi pelaku pasar, iklan berbau ramadan dikit, tipis-tipis kasih
bonus, insaallah peserta fersival ramadan akan ramai-ramai membeli produk yang
ditawarkan.
Hemm,
Padahal, Orang yang
akan berpuasa harusnya sadar betul bahwa dia sedang akan melakukan aksi menahan
diri dari gerudukan nafsu. Sehingga implikasi paling rasional adalah hidup
sederhana. Lakok ini malah dengan tanpa sadar menyediakan diri untuk hidup
berlebihan.
Mari diakui saja,
siapa diantara kita yang malah lebih berlebihan saat berpuasa dibanding
hari-hari biasanya. Otak kita serasa auto-mengamini bahwa puasa adalah hal yang
menyiksa sehingga kita membutuhkan berbagai produk yang dijajakan.
Sehingga yang
selama ini tidak perlu multivitamin, jadi beli multivitamin. Biasanya makan
cukup dengan nasi, sekarang sahurnya nasi dan roti. Biasanya cukup minum air
putih, sekarang ada minuman isotonik, minuman dengan kandungan glukosa yang
baik untuk buka katanya, sampai minum minuman yang bisa menjaga
konsentrasi.
Lalu di mana sisa
sederhana yang menjadi inti kandungan ibadah puasa? Bukankan puasa mengajari
kita hidup sederhana dan penuh sabar.
Misal ditinjau
dari kesehatan sedikit, kita lo sadar bahwa puasa itu emang lapar, tapi ndak
sampek membunuh juga. Malah puasa itu sehat, lawong makane teratur. Ngerti kan
kalau banyak penyakin itu muncul dari banyak makan, semisal diabetes, asam
urat, kencing manis, kencing batu sampai maag. Kita memberikan waktu istirakat
untuk perut dalam bekerja terus menerus adalah jalan yang tepat untuk bisa
hidup lebih sehat. Tapi kenapa semua cita-cita puasa itu terasa hilang ketika
berhadapan dengan gerudukan diskon.
Bukankah selama sebulan
ini, selain kita diajarkan untuk sabar dan sederhana dengan melakukan puasa,
kita juga diwajibkan untuk zakat, yang mana artinya kita malah harus
mengeluarkan harta kita untuk orang lain, dan ditutup dengan hari raya yang
mensucikan hati.
Kok malah
kejadiannya jadi terbalik begini. Ramadan malah jadi ajang semakin konsumtif
dan rakus padahal di waktu yang sama sedang puasa dan zakat. Hanya fokus memperbaiki tampilan padahal
haruse yang lebih utama adalah memperbaiki hari, lawong melewati idul fitri jua.
Jadi sebenanrnya
masih menyisakah semangat ramadan di hidup kita sampai hari ke 22 ini? Atau malah
semakin parah hilang inti ramadan karena setelah ini diskon semakin besar dan
semakin ugal-ugalan lagi.
Salam :)