Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id Senin, 27 Mei 2019

[Sumber: remajaislam.com]
Memasuki bulan ramadan kita diserang berbagai iklan produk makanan yang disesuaikan dengan keadaan orang berpuasa, bahkan sudah ada yang menyesuaikan dengan lebaran padahal puasa saja belum.

Produk minuman yang katanya bisa menghilangkan dahaga saat berbuka lah, makanan yang bisa membantu puasa karena kandungan gizi lebih banyak dan awet kanyang lah, multivitamin yang bisa menjaga daya tahan tubuh serta mencukupi zat yang hilang saat puasa lah, sampai segerombolan diskon yang katanya diperuntukan untuk menyambut hari raya. Hiya hiya hiya.

Kalau kita tenggok iklan yang bertebaran, selalu saja isinya mengambarkan kondisi puasa yang amat menyiksa. Seolah-olah kita tidak akan kuat dan pasti terganggu kondisi biologis serta metabolisme dalam tubuh saat berpuasa, sehingga kalau mau kuat dan tidak terganggu ya memakai produk yang dimaksud. Kita dicekoki bahwa puasa membuat dehidrasi, lemas dan tidak memiliki energi. Seolah puasa adalah ladang penyiksaan, sehingga membuat kita seolah-olah membutuhkan segala jenis produk yang akan membantu melewati penyiksaan karena puasa.

Belum lagi serangkaian diskon yang menarik daya beli semakin ra karu-karuan. Dengan terang-terangan disebutkan bahwa hari fitri adalah tampilan baru. Sehingga kita perlu baju baru, kerudung baru, celana baru, sendal baru. Kita sampai lupa bahwa hal baru yang benar-benar harus dihadirkan adalah hati yang baru.

Sampai saat ini, tidak hanya toko offline yang banjir mengiklankan diri dengan diskon tidak masuk akan yang membuat daya beli tidak masuk akal juga. Tetapi, toko online yang mana mereka sudah mulai mengambil pasar juga ikut ambil bagian dalam peran meningkatkan daya beli masyarakat dengan bagi-bagi voucer dan bonus. Yang tentu hasil buat mereka adalah bulan ini daya beli masyarakat harus meningkat, untung adalah kunci.

Belum lagi kebutuhan akan memoles isi rumah. Dari mengisi sediaan logistik untuk hari raya sampai mendandani ulang rumah dengan menganti warna cat, memoles ulang perabotan, membeli alat pembersih rumah sampai mencuci segala karpet dan horden yang harus bersih saat hari raya.
Sehingga kongkroit kita akan mengkonsumsi lebih banyak dan lebih beraneka ragam makanan, minuman, aneka multivitamin, perlengkapan rumah sampai baju. Semua itu diperuntukan untuk menyambut hari yang katanya fitri.

Sungguh ramadan sampai hari raya adalah rangkaian festival yang meriah. Festival yang sangat menguntungkan bagi pelaku pasar, iklan berbau ramadan dikit, tipis-tipis kasih bonus, insaallah peserta fersival ramadan akan ramai-ramai membeli produk yang ditawarkan.

Hemm,

Padahal, Orang yang akan berpuasa harusnya sadar betul bahwa dia sedang akan melakukan aksi menahan diri dari gerudukan nafsu. Sehingga implikasi paling rasional adalah hidup sederhana. Lakok ini malah dengan tanpa sadar menyediakan diri untuk hidup berlebihan.

Mari diakui saja, siapa diantara kita yang malah lebih berlebihan saat berpuasa dibanding hari-hari biasanya. Otak kita serasa auto-mengamini bahwa puasa adalah hal yang menyiksa sehingga kita membutuhkan berbagai produk yang dijajakan.

Sehingga yang selama ini tidak perlu multivitamin, jadi beli multivitamin. Biasanya makan cukup dengan nasi, sekarang sahurnya nasi dan roti. Biasanya cukup minum air putih, sekarang ada minuman isotonik, minuman dengan kandungan glukosa yang baik untuk buka katanya, sampai minum minuman yang bisa menjaga konsentrasi.

Lalu di mana sisa sederhana yang menjadi inti kandungan ibadah puasa? Bukankan puasa mengajari kita hidup sederhana dan penuh sabar.

Misal ditinjau dari kesehatan sedikit, kita lo sadar bahwa puasa itu emang lapar, tapi ndak sampek membunuh juga. Malah puasa itu sehat, lawong makane teratur. Ngerti kan kalau banyak penyakin itu muncul dari banyak makan, semisal diabetes, asam urat, kencing manis, kencing batu sampai maag. Kita memberikan waktu istirakat untuk perut dalam bekerja terus menerus adalah jalan yang tepat untuk bisa hidup lebih sehat. Tapi kenapa semua cita-cita puasa itu terasa hilang ketika berhadapan dengan gerudukan diskon.

Bukankah selama sebulan ini, selain kita diajarkan untuk sabar dan sederhana dengan melakukan puasa, kita juga diwajibkan untuk zakat, yang mana artinya kita malah harus mengeluarkan harta kita untuk orang lain, dan ditutup dengan hari raya yang mensucikan hati.

Kok malah kejadiannya jadi terbalik begini. Ramadan malah jadi ajang semakin konsumtif dan rakus padahal di waktu yang sama sedang puasa dan zakat. Hanya fokus memperbaiki tampilan padahal haruse yang lebih utama adalah memperbaiki hari, lawong melewati idul fitri jua.

Jadi sebenanrnya masih menyisakah semangat ramadan di hidup kita sampai hari ke 22 ini? Atau malah semakin parah hilang inti ramadan karena setelah ini diskon semakin besar dan semakin ugal-ugalan lagi.

Salam :)


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Tengok Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Top Stories

About

- Copyright © Tigabelas! -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -