Archive for April 2016
Belajar Menjadi Manusia Bareng Raditya Dika -Sebuah Resensi Film “Single”-
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=TCpaI2TQqYs
Di dalam tai sapi yang menjijikkan ternyata terdapat sebuah
manfaat yang luar biasa. Dari tai sapi kita bisa memanfaatkan zat methan
yang dapat di gunakan sebagai penghasil energi. Ini adalah suatu ibarat, yang
maknanya tentu suatu manfaat tak hanya dihasilkan dari sesuatu yang terlihat
manis, kita dapat menemukan manfaat di mana saja, termasuk tai sapi!.
Seorang Raditya Dika yang terkenal sebagai komedian, penulis
buku, artis twitter yang menjual dirinya dengan trandmark seorang
jomblo dan hal-hal konyol lainnya, tak dapat sebelah mata kita menilai dalam
hidupnya tak bermutu dan tidak ada yang dapat diambil manfaat ketika mengikuti
hidup dan karya-karyanya. Salah satu yang jelas sekali memberikan manfaat -minimal
untuk hidup penulis sendiri- adalah film karyanya yang baru beberapa bulan lalu
di putar di bioskop, yakni “Single”.
Film ini berkisah tentang seorang lelaki lajang berusia
sekitar 27 tahun bernama Ebi yang diperankan sendiri oleh Raditya Dika.
Dikisahkan Ebi adalah seseorang yang telah di babtis menjadi jomblo seumur
hidup alias dia tak pernah punya pacar selama hidupnya. Penyakit kronisnya ini
di karenakan Ebi yang memiliki kebiasaan buruk saat berhadapan dengan wanita.
Dia gugup dan terlihat bodoh ketika di depan wanita. Dalam usianya yang sudah
akan berkepala tiga, dia memiliki pekerjaan menjadi stand up comedy-an. Dia
memiliki 2 orang sahabat, yakni Wawan (Pandji Pragiwaksono) dan Viktor (Babe
Cabita). Dan kisah mereka dimulai!.
Pada suatu malam minggu Wawan dan Viktor sengaja mengajak Ebi ke sebuah club, tujuannya tak lain dan tak bukan adalah mencarikan Ebi
pacar, memang penyakit yang di derita ebi benar-benar masuk dalam level stadium
akut. Banyak tips dan trik yang diberikan Wawan pada Ebi untuk mengait lawan
jenis, dari bersikap cool, membayari minuman wanita sampai asyik joget-joget
untuk menjadi pusat perhatian. Dan pada akhirnya malam itu tatap saja Ebi
pulang dengan tangan hampa.
Beban Singel yang dipikul Ebi semakin berat saat dia diberi
tahu adiknya yang lebih tampan dan mapan akan segera menikah. Dan adik Ebi
ingin melihat kakaknya datang ke pesta pernikahannya membawa seorang pasangan. Dari
sana Ebi mulai sangat serius untuk mencari seorang pasangan.
Banyak wanita yang lalu lalang di depan Ebi, dan tetap saja Ebi
gugup menghadapi seorang wanita. Tetapi pagi itu benar-benar berbeda, ada satu
penghuni baru di kosnya Ebi. Dia seorang wanita yang cantik seperti malaikat,
sesuai namanya “Angel” (Annisa Rawles). Ebi kali ini benar-benar tertarik pada
Angel, dan tetap dia bertingkah bodoh saat di depan Angel, namun Angel malah
terhibur saat Ebi canggung dan bertingkah bodoh, sehingga mereka berdua cepat
berteman baik dan mulai -agak- santai saat ngobrol.
Dalam perjalanan mereka berteman dan mulai akrab, muncullah seorang
laki-laki yang mengaku sebagai kakaknya Angel, tepatnya kakak-kakakannya Angel,
dia Joe (Chandra Liow). Joe adalah teman Angel sejak kecil, dan Joe sudah sejak
lama menaruh hati pada Angel. Saat Joe tahu Angel punya teman baru, dan teman
barunya itu memiliki ketertarikan juga pada Angel, saat itulah persaingan di
antara Joe dan Ebi di mulai. Dari sering-seringan tebar pesona sampai
dulu-duluan memberikan perhatian.
Beberapa pekan sebelum pesta pernikahan adik Ebi, Ebi di ajak
berlibur ke Bali oleh calon mertua adiknya yang kebetulan memiliki perusahaan
jasa travel, dan Ebi di persilahkan membawa pergi teman-temannya. Kesempatan
ini tak di sia-siakan Ebi, dia mengajak Wawan, Victor dan Angel berlibur ke
Bali.
Mendengar berita itu, Joe juga ikut berangkat ke bali
sendiri. Dan harapan Ebi bisa semakin intens dengan Angel tanpa gangguan Joe
pupus. Di Bali mereka berdua kembali bersaing ketat untuk merebutkan Angel. Sampai
akhirnya terjadi klimaks dan Angel pun mengetahui kalau Ebi suka padanya meskipun
selama ini tidak pernah di katakan.
---
Yang paling menarik dari kisah ini adalah kecerdikan Raditya
Dika mengemas sebuah makna. Dalam balutan kisah komedi romantis, Radit
menyelipkan makna-makna kehidupan secara implisit. Dengan cerita remaja masa
kini, ringan, jenaka dan renyah. Terdapat sebuah makna kehidupan yang tak hanya
bermanfaat, namun juga harus dikaji, bahwa di dalam diri seorang jomblo total
semacam Ebi, hidupnya tak melulu berkisah tentang kegagalan cinta, tetapi juga
ketulusan dalam berbuat.
Percakapan yang penulis ingat dari kisah ini, dan menggambarkan
begitu polos dan tulusnya Ebi, salah satunya adalah sebagai beriku:
“Kamu anak baru di kosan ini?” tanya Ebi di suatu pagi
“Iya, aku baru pindah” sahut Angel sigap.
“Kamu kuliah?” Ebi menyela.
“Iya, aku kuliah kedokteran” Jawab Angel
“wow kedokteran, pinter dong. Kenapa ingin jadi dokter?” Muka
Ebi cerah dan terlihat mulai ada ketertarikan
“aku ingin menolong orang” Sahut Angel kalem “kalo kamu
kesibukannya apa?”
“aku biasanya mengisi stand up comedy setiap week
end, tapi kalau lagi ada saja sih” Jawab Ebi enteng
Dengan senyum yang manis, lebih manus dari madu. Angel seperti
menjawab ketertarikan Ebi “kamu lucu dong, kenapa memutuskan jadi stand up cemedy-an?”
“Aku seneng aja melihat orang tertawa bahagia” Jawab Ebi
mulai gugup.
Dari percakapan singkat ini, apakah Raditya tidak ingin
menyelipkan sebuah makna dari istilah “Manusia yang baik adalah yang paling
bermanfaat untuk manusia lainya”?
Dari sekian banyak kelebihan dari film ini, tentu masih ada
kekurangan yang harus di evaluasi bersama-sama. Seperti penggunaan pakaian yang
memang apabila di tonton anak-anak harus di dampingi orang tua, namun hal-hal seperti ini masih dapat di
handle. Kekurangan lain yang menurut pandangan pribadi penulis adalah, kurangnya
Radit memasukkan budaya-budaya asli Indonesia. Coba bandingkan dengan
karya-karya film dari negeri paman Sam, dalam setiap karyanya mereka tak
melewatkan sesi menampilkan bendera Amerika, propaganda nasionalis selalu
menjadi agenda dalam film-film Amerika, karena itu film-film asli Indonesia juga
harusnya dapat mempromosikan budaya-budaya khas Indonesia, agar tak tergerus
arus globalisasi.
Namun dari segelintir uraian ini, kita patut bersyukur dunia
perfilman Indonesia mulai berkembang dan semakin banyak jenis genre yang dapat
penonton pilih untuk di nikmati.
Dan harapan kita bersama, film-film Indonesia tetap dapat
mengedukasi khalayak ramai.
Selamat Malam!
Malang, 25 April 2016
Lewat Halaman Kantor NU
Sumber: http://www.liputan6.com/tag/pbnu
Gelap!
Semuanya tak terlihat, entah dia ini berbentuk seperti apa. Apakah
dia seonggok manusia, ataukah dia secuil kue atau dia sisi dunia yang nyaman
untuk di huni.
Aku tak tahu!
Tapi! Aku dapat merabanya, aku pun dapat singgah di sana,
bahkan tak ayal banyak yang sering hiruk pikuk ngalor ngidul di sana.
Sampai saat ini pun aku tak tahu pasti dia itu apa dan aku
harus seperti apa padanya.
Bukanya aku tanpa usaha. Perlu kalian tahu, aku sudah mencoba
mengenal dia sudah sejak aku berumur 6 tahun.
O iya aku lupa, dia memiliki sebuah simbol, atau lebih
tepanya logo.
Dia juga punya gambar struktur. Dan sampai saat ini, aku sama
sekali tak mengerti apa maksud gambar struktur itu.
Di desaku, banyak orang-orang yang menempel logo itu di
setiap dinding rumah, bahkan ada yang memasang logo itu dengan ukuran yang
besar. Mereka memasang logo itu di sela-sela foto keluarga dan kaligrafi ayat kursi. Aku tak tahu juga, kenapa banyak sekali orang yang sengaja memasang logo
itu.
Tapi aku tak menemui logo itu di rumahku, baik dalam bentuk
poster, hiasan ukiran kayu, lukisan di atas kaca atau media-media yang lain.
Aku tak pernah menanyakan juga perihal ini pada bapakku.
Dulu aku hanya melihati logo itu. Di sana terdapat sebuah
lukisan bumi yang di ikat tali, lalu di depanya ada tulisan arab dan aku tak tahu
apa bacaannya, ada sembilan bintang yang mengelilingi bumi dan bertuliskan NU
di bawah tali. Sehingga aku hanya mengira itu logo NU. Entah NU ini apa!
Namun, dewasa ini aku mulai mengenal itu logo apa, dan
ternyata kaligrafi arab di depa logo itu bertuliskan Nahdhotul Ulama’. Mungkin NU
yang di maksud adalah singkatan dari Nahdhotul Ulama’. Entahlah.
Aku juga tak mengerti kenapa banyak sekali orang yang suka di
sebut NU. Bahkan di desaku mayoritas mengaku orang NU.
---
Di atas aku sudah bilang, kalau aku sudah mencoba mengenal
perihal ini sejak umurku masih 6 tahun, bahkan hanya di level Aliyah atau
sekolah menengah atas saja aku tak mendapat materi sekolah berjudul ke-NU-an
atau sempat juga di sebut ke-Aswaja-an. Dan satu-satunya pengetahuan dari
pelajaran yang sudah aku pelajari selama 9 tahun ini adalah lembaga setingkat
desa bernama ranting, kecamatan bernama wakil cabang, kabupaten bernama cabang,
provinsi bernama wilayah dan nasional di sebut pengurus besar. Akupun tak yakin
pengetahuanku ini benar-benar benar atau ada diksi yang salah.
O iya, meskipun di rumahku tak terpasang logo NU untuk
melengkapi hiasan rumah, tak bisa di sebut juga kalau keluargaku bukan bagian
dari NU. Karena yang aku tahu bapak selalu membaca bacaan-bacaan berbahasa arab
setiap malam jum’at. Bapak membaca itu setelah salat isya yang disambung
membaca surat yassin, bacaan itu berasal dari sebuah buku tipis dan di halaman
depannya terdapat logo NU. Hal inilah yang membuat aku yakin bapak bagian dari
NU. Kebiasaan ini dilakukan bapak dengan jamaah langgar kecil di samping rumah.
Selalu dilakukan. Paling hanya ketika bapak ada urusan saja bapak tanggal
membaca bacaan dari buku berlogo NU itu. Akupun tak yakin bapak benar-benar tak
membacanya saat sedang sibuk, mungkin hanya perhatianku saja yang kurang dalam
melihat kebiasaan bapak setiap malam jumat.
Dan aku mengikuti apa yang dilakukan bapak. Sejujurnya saat
usiaku masih sekitar 7 sampai 11 tahun aku sangat bosan mengikuti membaca
bacaan-bacaan ini, aku selalu mengantuk saat sudah masuk sesi membaca
bacaan-bacaan ini. kegiatan ini terus aku lakukan sampai aku sedikit-sedikit
mengerti apa makna bacaan dalam bahasa arab itu. Bahkan sudah jadi kebiasaan,
kalau tak membacanya malah terasa ada yang kurang di malam jumat.
Aku sempat bertanya pada bapak seperti ini “pak, kok aku tak
pernah melihat nama bapak tertulis di strukur ranting NU? Padahal kan bapak
selalu membaca buku yang bersampul NU itu?”. Bapak menjawab “kita NU syariat!”
Cukup melegakan jawaban bapak, sehingga aku tak perlu
bertanya lagi kenapa bapak tak pernah mencalonkan diri menjadi pengurus NU.
---
Satu hal lagi yang aku tahu dari sebatas pengamatanku. Bapak suka
dengan salah satu tokoh. Dia bernama Gus Dur. Akupun masih ragu, apakah ada
hubungan antara Gus Dur, NU dan bacaan yang selalu bapak baca setiap malam
jumat. Karena kalau soal bacaan mungkin saja itu doa atau klenik, kalau soal
Gus Dur bapak lihatnya di TV dan itu pasti berbincang soal politik, dan NU, ahh
entahlah apa itu. Aku tak tahu. Semoga saja dugaankku ini salah!
Aku juga pernah di ajak bapak bertemu Gus Dur. Saat bapak
mengajakku beliau hanya bilang “ayo ketemu Gus Dur di Siman”. Untuk anak usia 8
tahun aku hanya nurut saja saat di ajak dan berharap saat pulang di
belikan bakso, saat itu aku juga tak tahu Gus Dur itu siapa, kok bapak
sepertinya suka sekali dengan tokoh ini.
Saat aku lulus Aliyah, aku melanjutkan sekolah di perguruan
tinggi dan di sana aku ikut sebuah organisasi. Dalam awal aku masuk di
organisasi itu, aku tak punya pandangan sama sekali untuk NU, karena dari nama
dan logonya tak ada NU-NUnya blas, hanya di logonya ada sembilan bintang
sama seperti logo NU. Mungkin ini hanya kebetulan.
Kehidupan di kampus sedikit banyak memberikan pengalaman dan
nuansa pengetahuan baru soal NU. Aku pun mendapatkannya secara implisit, tak
langsung, tak ada niat untuk mencari tahu, sekedar tahu. Aku menjadi sedikit
tahu apa itu NU, apa itu bacaan-bacaan yang selalu bapak baca setiap malam
jumat, siapa Gus Dur.
Dan akhirnya aku memutuskan untuk hadir sebagai peserta penggembira
dalam muktamar NU yang ke 33. Menurutku inilah tonggak hidupku untuk aku cinta
NU dan belajar mencintainya dengan tepat.
Di saat pengetahuanku masih sangat cetek soal NU, bacaan-bacaan
malam jumat, Gus Dur dan aku masih merasa hanya lewat di depan kantor NU, belum
sempat masuk ke kantornya dan belajar banyak, tak terasa hari ini sudah menjadi
tranding topic saja tagar #HarlahNU . menurut kalender hijriyah NU sudah
berumur 93 tahun.
Sumber: http://downloadlogovektorgratis.blogspot.co.id/2016/04/logo-harlah-nu-nahdlatul-ulama-ke-93.html
Selamat ulang tahun NU!, terima kasih sudah memberikan banyak
pengetahuan dan mengenalkan tokoh-tokoh luar biasa yang pernah negeri ini
miliki. Dan saat ini aku dapat mengatakan, dengan mengenalmu aku tersesat di
jalan yang Insaallah Benar!
Malang, 24 April 2016
Manusia terjatuh dalam fungsi matematika
Sumber: http://yayasanpulehaceh.blogspot.com/2012/01/delapan-jenis-kecerdasan-yang-dimiliki.html
Malang, Dua belas April
2016
Selamat malam!
Berbincang soal manusia memang
tiada habisnya dan penuh liku-liku. Ada kalanya manusia di sebut sebagai makhluk
yang selalu membuat sesuatu yang mudah menjadi rumit, semisal saja menyoal
beragama, pakem-pakem agama sudah ada dan tinggal dijalani tetapi selalu saja
yang namanya manusia ini ingin merumitkan dengan harus ini lah, harus itu lah,
dan bla bla bla. Ada kalanya manusia ingin men-simpel-kan sesuatu,
seperti menilai seseorang, manusia suka sekali menilai orang hanya dari
angka-angka, seperti rapor dan IPK, kesuksesannya di lihat dari berapa nominal
yang di raup hasil berwirausaha dan seterusnya. Saat penilaian di serupakan
angka seperti ini tampaknya kita telah melupakan nilai-nilai lain yang harusnya
dapat porsi yang sama selain angka-angka tersebut.
Kali ini penulis ingin
menyuguhkan sebuah pengingat untuk kita semua agar kita dapat bermanusia yang
lebih manusia, dan semoga ini tetap dalam porsi yang seimbang dan tak
berlebihan.
Manusia menurut penulis memiliki
integral. Dan masing-masing manusia memiliki integral yang berbeda antara satu
dengan yang lain. Integral yang penulis maksud persis dengan maksud integral
saat belajar kalkulus matematika dasar. Kalau tak salah ingat, dalam setiap
fungsi atau persamaan pasti memiliki rentang di mana dia berfungsi, dan rentang
berfungsinya sebuah persamaan itulah yang di maksud integral. Sehingga apabila
ada nilai yang dimasukkan untuk suatu persamaan, yang mana nilai itu di luar
integralnya, persamaan tersebut tak dapat di gunakan.
Persis seperti makna integral di
atas, penulis melihat manusia memiliki integral di mana dia bisa bekerja dengan
maksimal. Sehingga akan terlihat di sekitar kita ada manusia yang unggul di
bidang leadership, ada manusia yang unggul di bidang finansial, ada
manusia yang unggul enterpreneurship dan seterusnya. Jarang, atau mungkin
bahkan tidak ada manusia yang memiliki integral yang dapat mencakup seluruh isi
dunia. Kita ambil contoh cendikiawan Gus Dur, kita kenal beliau seorang yang
sangat luas wawasan literasinya, namun beliau tak cukup mumpuni dalam hal
administrasi. Terbukti saat beliau menjabat sebagai ketua tanfidiyah
PBNU, keberhasilan administrasi bisa di katakan biasa-biasa saja. Selanjutnya kita
kenal kolomis Goenawan Muhammad, mungkin semua orang yang mengenal dan pernah
membaca kolom-kolomnya akan mengakui kualitas dari kolom yang ditulisnya. Namun
belum keluar dari dunia tulis menulis, bang Gun mengakui bahwa dia tak cukup
pandai dalam membuat cerita semacam cerpen. Bahkan tokoh panutan umat Islam
yakni nabi Muhammad integralnya tak masuk dalam hal menulis dan membaca, karena
beliau terlahir menjadi seorang yang ummi.
Lalu hal apa yang masuk di
integral kita? Dan hal apa pula yang tidak masuk dalam integral kita?
Sepatutnya kita memikirkan hal
ini agar kita mengenal kelebihan, kekurangan, potensi dari diri kita
masing-masing.
Dapatkah kita memperluas
integral? Tentu bisa.
Dengan terus belajar dan
memperbaiki diri, integral kita akan semakin luas. Contohnya saja saat “dermawan”
masih berada di luar integral kita, kita dapat terus mengupayakan agar diri
kita dapat berperilaku dermawan di esok hari.
Perlu diingat dan dicatat, bahwa
hal-hal seperti rezeki, jodoh dan umur sudah ada yang mengatur dan itu sudah
pasti jawabannya. Jangan sampai kita salah fokus dalam hidup. Jangan lah kita
menempatkan fokus berlebih pada hal-hal yang sudah pasti kita dapat seperti
rezeki, jodoh dan mati. Kita harus mengupayakan sesuatu yang belum di tetapkan
dan masih bisa di rubah dengan upaya kita, seperti membuat kita berbuat baik
dan wafat khsnul khotimah.
Al-hikam karya Ibnu
Attailah sudah mengingatkan kita bahwa merugilah dia yang memfokuskan tujuan
hidupnya pada hal-hal yang sudah di tetapkan dan malah melupakan sesuatu yang
perlu di beri fokus lebih.
Patutnya kita berupaya untuk
selalu memperbaiki akhlak kita, dari pada melulu mengejar hal-hal duniawiyah
bahkan sampai melupakan Tuhan. Jelaslah untuk kita, dalam Al-Quran Allah tak
pernah memuji kanjeng nabi Muhammad dalam hal keilmuan, ketampanan ataupun
kekayaannya. Dalam Al-Quran, Allah hanya memuji kualitas Akhlak Kanjeng Nabi
Muhammad SAW.
Wallahu A’lam
Semoga kita tetap dapat bercermin
dan terus memantaskan diri kita, tak melulu memantaskan wujud rupa kita tetapi
juga memantaskan akhlak-akhlak kita.
Editor : Pangil saja Pucuk
Aku ingin mention Kanjeng Rasul Muhammad SAW
Malang, Sembilan April
2016
Selamat malam Indonesia, masih bersama keresahan-keresahan yang mungkin tak penting untuk di perbincangkan. Namun cukuplah ini sebagai untaian keresahan penulis agar tidak nyumpeki batin. Hehe
Teman-teman semua pernah mendengar cerita tentang cara Rasul Muhammad SAW berjabat tangan?
Penulis sempat mendapat cerita tentang bagaimana cara Rasul berjabat tangan, yang menurut penulis ini adalah berjabat tangan yang sarat makna. Bukan hanya pertemuan dua tangan saja, tetapi penuh dengan nilai-nilai ke-Islam-an.
Cara berjabat tangan Rasul adalah menyentuhkan sela antara jempol dan telunjuk (Rasul) dengan sela jempol dan telunjuk (Sahabat) yang di salami, sehingga tangan Rasul benar-benar menempel seluruhnya dengan tangan sahabat yang di salami. Selama Rasul berjabat tangan, tidak ada rasa terlalu cepat di lepas atau terlalu lama mengayunkan tangan, karena Rasul tidak akan melepas tangannya sebelum sahabat yang di salami melepasnya sendiri.
Ketika di telisik dari segi perilaku Rasul, dapat kita tangkap betapa Rasul sangat ingin menjaga perasaan para sahabat-sahabatnya. Kalau kata falsafah Jawa, Rasul itu pandai merasa tapi bukan merasa pandai, kalau kata anak-anak muda saat ini, Rasul itu sangat baper, dikit-dikit di bawa perasaannya, jangan sampai sahabatnya sakit karena tingkah lakunya, baper yang bagus, bukan baper yang berkonotasi negatif modern era kini.
Selain rendah hati, tentu Rasul sangat melayani kebutuhan para sahabatnya, Beliau membiarkan sahabatnya menyentuh tangannya sesuai keinginannya dan Rasul tak akan segan melepas tangan sahabat sampai sahabat yang melepaskannya sendiri. Selain rasa melayani, kita dapat tarik makna yang lain, Rasul meletakkan porsi egonya sama dengan porsi ego sahabatnya, dalam melepas tangan tentu telah terjadi kesepakatan antara sahabat dan Rasul. Waktu salaman yang menyenangkan sahabat, sesuai kemauan sahabat. Tentu selesainya salaman itu atas dasar kepuasan dan taatnya sahabat pada Rasul, karena apabila sahabat terlalu lama salaman, tentu sahabat sudah tahu kalau itu tak elok, dan penulis kira sahabat pasti paham bagaimana cara mengelokkan perilaku diri agar tidak keterlaluan dan berlebihan.
Ketika kita tarik perilaku Rasul soal salaman, dari sebegitu banyak kearifan yang beliau tunjukan. Penulis mengandai-andai Rasul hidup saat ini dan Rasul memiliki akun-akun sosial media, beliau akan dengan senang hati memuaskan para sahabatnya dengan membalas surat, pesan atau mention dari para sahabat-sahabatnya. Karena tak mungkin juga Rasul akan terlepas dari jiwa mengayomi umat.
---
Penulis teringat pada sosok KH. Abdurrahman Wahid atau akrab kita sapa Gus Dur. Dalam sebuah kisah sahabat dekat Gus Dur, di kantor PBNU saat beliau masih menjabat sebagai ketua tanfidiyah PBNU beliau selalu menyempatkan membaca dan membalas satu per satu surat yang masuk untuk beliau, ini dilakukan beliau tanpa melewatkan satu surat pun dengan menganggapnya remeh karena dikirim dari orang yang tidak beliau kenal. Semua surat di balas baik dari masyarakat desa sampai teman-teman dekatnya. Bahkan Gus Dur akan membalas sesuai kebutuhan si pengirim surat, ada riwayat bahwa ketika ada surat yang berisi ingin meminta uang pada Gus Dur, beliau akan dengan legowo memberikan uang pada si pengirim surat dan uang tersebut dikirim bersama surat balasannya pada yang mengirim surat.
Sifat-sifat pemimpin dan public figure seperti inilah yang penulis rindukan. Beliaulah pemimpin-pemimpin yang menurut penulis memang siap untuk hidup dikenal banyak orang. Tak peduli sesibuk apa pun pekerjaan beliau, beliau selalu dapat menyempatkan dirinya untuk menyenangkan umat.
Cara yang sederhana di contohkan Rasul dengan cara bersalaman, Gus Dur dengan membalas semua surat yang masuk. Bukankah beliau berdua sangat sibuk?
Saat ini banyak di antara kita yang gila ingin dikenal, banyak di antara kita jumawa dan bangga saat follower bertambah. Lebih gila lagi kita sengaja membeli follower untuk kepuasan batin dan terlihat kece di hadapan teman-teman.
Kebanggaan saat kita semakin dikenal sayangnya tidak kita imbangi dengan rasa tanggung jawab dan ngayomi follower kita. Banyak di antara kita yang memiliki follower banyak dan saat salah satu follower memention kita, kita acapkali tak menjawab dan membiarkannya saja.
Semoga kita dapat menyiapkan diri untuk ngayomi umat saat kita mulai di kenal orang, baik umat nyata atau umat maya.
Wallahu A’lam
Semakin orang itu dikenal karena kelebihannya, apalagi kelebihan yang nyata-nyata diakui khalayak ramai, mari mengingat bahwa sesungguhnya Tuhan sedang menguji kita dalam mata pelajaran Sombong, Ujub dan Takabur.
Editor : Miftahu Ainin Jariyah