Archive for 2015
Harmoni malam tahun baru
Malang, tiga puluh satu Desember 2015
Selamat sore Indonesia, di penghujung tahun ini nampaknya di
luar sana sudah semakin sesak jalan-jalan raya. Suasana mendung selepas hujan
tak mengganggu niat orang-orang untuk menikmati malam pergantian tahun
bersama-sama di pusat keramaian. Namun aksi berbondong-bondong menuju tempat
keramaian ini kok serasa dibarengi dengan gerakan masa untuk mempropagandakan
aksi jangan merayakan malam pergantian tahun.
Pas tadi malam penulis sempat mengganti PM BBM penulis dengan
sebuah pertanyaan “masih adalah yang mau larang-larang merayakan tahun baru?”
dan dari sana ada beberapa orang yang memberikan komentar pada PM tersebut, dan
kok sama-sama memberikan respon “jangan merayakan tahun baru”
Lalu kenapa kalau ada orang yang ingin merayakan?
Argumen yang diberikan orang-orang melarang ini adalah proses
perayaan tahun baru adalah pemurtadan masa secara masal, karena dalam
praktiknya banyak menyerupai agama lain. Seperti meniup trompet adalah praktik
agama Yahudi untuk memanggil jamaahnya, kembang api adalah praktik agama Majusi
dan lonceng adalah praktik agama Nasrani. Lalu kalau kita melakukan praktik
tersebut, serta mertakah kita keluar agama?
Kalau sebelum berangkat ke pusat keramaian ada seorang yang
selesai salat isya dan keluar untuk bertemu teman-temanya untuk menyambung
silaturahim masih salah? Ya “salah” kalau yang menjawab dari kalangan orang
yang melarang merayakan tahun baru.
Sebenarnya satu hal yang cukup membuat risih penulis adalah
“ya cumak ingin mengingatkan sesama muslim”.. hem muslim ya, yakin sekali kalau
sedang ngomong masih muslim,. Jangankan kita datang ke perayaan pergantian
tahun, kita salat tidak ingat Allah saja sudah tergolong syirik kecil, nah
loh,, enteng sekali mulut itu bilang bahwa jasad dan sukmanya masih muslim.
Penulis rasa, momen seperti inilah yang sangat ditunggu oleh
pedagang-pedagang kecil. Besok banyak orang-orang
bisa makan dengan tenang karena malam ini jualan jagung manis mereka laku
keras, dagangan trompet mereka banyak terbeli, dan banyak pedagang makanan dan
minuman yang mengambil laba banyak malam ini. Malam ini pertukaran uang sangat
besar, dan membuat wong cilik bisa bernafas lega karena mengantongi uang
hasil berjualan malam ini.
Apakah aspek ekonomi semacam ini tak pernah di fikirkan
teman-teman yang suka melarang perayaan malam tahun baru?
Kok ketika dibayangkan, semisal tak ada sama sekali orang
yang berjualan trompet, jagung dan makanan kecil sama sekali malam ini, mereka
masih akan mikir, besok anak saya makan apa. Bukankah perayaan ini
berkah untuk mereka?
Lantas semisal ada orang yang malam ini membuat sebuah
cita-cita yang harus terealisasi di tahun 2016 dan mengevaluasi cita-cita di
tahun 2015 itu hal yang buruk? Islam mengajarkan agar kita selalu bergerak
untuk menuju kebaikan, dan mengevaluasi perbuatan yang salah di masa lampau.
Apakah ini berlawanan dengan ajaran Islam?
Apakah masih ingin melarang-larang orang merayakan tahun baru
dan menjual nama muslim?
Ya tidak papa se kalau
ada teman-teman yang tidak mau merayakan malam pergantian tahun, namun alangkah
lebih elok kita saling menghormati, biarkan yang mau merayakan silakan
merayakan, kalau tidak mau merayakan ya silakan gak usah merayakan. Berbedaan
itu wajib hukumnya, namun yang tak boleh adalah saat terpecah belah. Kita harus
tetap saling menghormati dan menghargai.
Ingat juga kita sedang hidup di Indonesia yang sangat beragam
masyarakatnya, kalau tak siap dengan perbedaan ya monggo cari negara lain yang
homogen masyarakatnya.
Pada ulama’ kita telah mengajarkan kita untuk hidup sederhana
dan saling menghormati. Yang ingin merayakan ya rayakan dengan wajar, yang tak
mau merayakan ya silahkan beraktifitas lain yang wajar, gak usah terlalu ngeresulo
hatinya melihat banyak orang merayakan.
Semua ada sisi positif dan negatif, namun jangan sampai lupa
sudah jadi sunnahnya manusia terlahir berbeda, namun kita harus siap menghargai
satu sama lain. Ya seperti sebuah lagu, akan terbentuk sebuah harmoni yang
indah apabila disusun dari banyak instrumen musik. Bayangkan saja apabila musik
itu hanya dibentuk dari satu instrumen musik dan hanya bermain di kunci G saja,
apakah ya enak dan akan tercipta harmoni? Ya seperti itulah indahnya perbedaan.
Yang dapat dinikmati.
Wallahu A’lam
Semoga perayaan malam tahun baru kali ini lancar dan aman.
Sampai jumpa tahun depan. Semoga kita masih diberikan waktu oleh Tuhan untuk
bisa bertemu dan bercerita kembali.
Nikmat yang Terlupakan
Malang, Dua puluh Lima Desember 2015
Selamat siang Indonesia, semoga Jumat ini menjadi benar-benar
barakah. Penulis ucapkan pula selamat natal pada teman-teman yang merayakannya,
semoga di lindungi dan damai sentosa untuk kita semua.
Apabila tidak melakukan dosa, yang
paling berbahaya dari itu adalah merasa benar
Semoga kita diselamatkan dari perkara merasa benar, dan menganggap
bahwa mereka yang tersesat. “masak orang tersesat kita ucapkan selamat?”. Dari pada
begitu lebih baik kita diam, karena tanpa disadari kita merasa benar. Apa jaminan
kita berada di jalan yang benar, dan teman-teman yang mengucapkan selamat natal
dan yang merayakan natal itu tersesat? Apakah gara-gara kita berlabel Islam di
KTP dan barusan selesai salat jumat dapat mengukuhkan kita bahwa kita berada di
jalan yang benar?
TAK ADA JAMINAN
Ada yang mengatakan “kalau tak berucap baik, lebih baik diam”.
Kalau tak mau mengucapkan ya monggo, namun jangan melarang-larang yang
lain mengucapkan. Itu pilihan dan jangan mencederai hati orang lain. Ingat pula,
kita hidup di Indonesia, negara dengan demokrasi yang sedang dibangun, lantas
kalau larang-larang orang mengucap selamat natal, apa bedanya dengan orde baru
yang tak boleh mengkritik pemerintah?
Semoga lisan kita dijaga. Berbicara yang bermanfaat dan
melegakan hati orang lain. Hati-hati pula dengan penggunaan ayat-ayat Tuhan. Ayat-ayat
itu tak dapat berbicara, ayat-ayat itu berbicara sesuai dengan siapa yang
menafsirkan.
Menggunakan ayat “lakum dinukum waliyadin” sebagai dalih
pelarangan mengucapkan selamat natal juga nampaknya kurang bijaksana, kita
melupakan Asbabun nuzul ayat tersebut. Perlu ditengok secara utuh ayat
tersebut, dan Asbabun nuzul ayat tersebut. Menurut tafsir ibnu Katsir, surat
itu turun saat nabi Muhammad di tantang untuk mengubah Tuhan mereka menjadi Tuhan
kaum kafir Qurais dan kaum kafir Qurais akan bertuhan Allah selama setahun, dan
mencari siapa Tuhan yang benar. Lalu turunlah surat itu, yang menegaskan bahwa
bagiku agamaku dan bagimu agamamu dan tak akan bertukar-tukar kepercayaan. Sementara
mengucapkan selamat natal bukanlah sebuah situasi dengan konteks yang sama
dengan Asbabun nuzul ayat tersebut.
Mengucapkan selamat natal dengan menghormati saudara kita
yang berbeda agama, dan bergembira akan hari besar mereka, bukan pada akidahnya.
Ada tetangga kita sedang bergembira, masak kita malah susah karenanya?.
Ingat pula “Indonesia bukanlah negara agama, tapi negara beragama”
dinegara ini muncul banyak sekali agama dan kepercayaan. Kalau kita benar-benar
mengamalkan bhinneka tunggal ika, harusnya kita menghormati satu dan yang lain.
Karena kita hidup di Indonesia dan kebetulan beragama A, B, C dan seterusnya.
Dan ada satu hal yang sangat penting. Kita sering kali melupakan
fitrah kita sebagai manusia. Telah tertulis dalam ayat qauliyah Allah bahwa
kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal. Sudah
jadi sunnah kita berbeda, dan kita di perintah Tuhan untuk saling mengenal. Sekarang
bagaimana cara kita mengenal kalau tak membuka dialog dengan mereka yang
berbeda?
Akankah dalam al-quran terdapat ayat yang berlawanan? Nampaknya
tidak
Kalau ayat “lakum dinukum waliyadin” memerintahkan kita untuk
tak mengucap selamat pada yang beragama lain karena takut mencederai aqidah
kita, kenapa Allah harus membuat ayat yang meminta kita mengenal orang-orang
dengan latar belakang suku, agama, budaya yang berbeda.
Pesan damai yang dapat diambil dalam perayaan natal kali ini
adalah, kita sering kali melupakan nikmat Tuhan berupa perbedaan. Kita sering
mengucap alhamdulillah apabila mendapatkan harta, namun kita dibuat dengan
suku, bangsa, kepercayaan yang berbeda tidak membuat kita semakin taqwa pada Tuhan
dan berucap Alhamdulillah kita berbeda, malah menjadi bumbu-bumbu pertikaian. Kita
pula harus berbuat baik pada setiap manusia. Nabi Muhammad pernah menyuapi Yahudi
buta, paus Fransiskus pernah merangkul manusia berpenyakit dan mencuci kaki
tahanan muslim, Gandhi membela hak kaum muslim, bunda Theresa pernah merawat
kaum Hindu miskin. Lantas kita siapa? Sampa tak mau berbuat baik hanya sekedar
mengucapkan selamat merayakan hari besar agama lain dan membuat hati mereka
bahagia. Masih kita merasa benar?
Semoga Nikmat perbedaan ini tak hilang dari muka bumi.
Wallahu A’lam
Semoga kita semua di dilindungi Tuhan. Dan masih dalam
koridor. Amin.
Desember Barokah
Malang, dua puluh empat Desember 2015
Selamat pagi Indonesia, selamat pagi malang, selamat pagi
semuanya, dan semoga hari ini menjadi hari yang menyenangkan.
Desember ini begitu istimewa, karena perayaan dua nabi
bertepatan di tanggal yang berjejeran. Pada tanggal 24 ini kita merayakan ulang
tahun nabi Muhammad SAW dan besok tangga 25 kita merayakan ulang tahun nabi Isa
AS.
Lalu apa yang menjadi lebih istimewa dari dua hari ulang
tahun yang berjejeran ini?
Yang lebih istimewa tentu kita menjadi terbelah dan saling
ejek. Yang merayakan ulang tahun nabi Muhammad banyak yang menghina dan menghujat
perayaan ulang tahun nabi Isa. Dan entah bagaimana sebaliknya, karena yang
merayakan ulang tahun nabi Isa minoritas di negeri ini.
Lalu kita terbelah ini karena apa? Apakah agama yang sudah
mengotak-kotakkan manusia..
Nampaknya tidak, tak ada satu pun agama yang mengajarkan pada
jamaahnya untuk saling bermusuhan dengan pemeluk agama lain. Semua agama mengajarkan
kedamaian, semua agama mengajarkan cinta kasih pada sesama. Namun kenapa selama ini konflik-konflik yang
terjadi seakan-akan disebabkan karena kita berbeda agama?
Menurut versi film bulan terbelah di langit Amerika, bukan
agama yang memecah belah kita, namun kepentingan sebagian orang dalam menguasai
dan mendapatkan harta dunia yang berkedok agama yang membuat kita semua
terbelah, seakan-akan karena agama.
Dan nampaknya memang iya. Tak hanya agama.. suku dan bangsa
yang selama ini seakan-akan bertikai karena berbeda, seyogyanya hanya praktik
adu domba sebagian orang yang menginginkan tahta dan dunia yang berkedok dan
mengkambing hitamkan suku dan bangsa.
Lalu masihkan kita harus terbelah mengatas namakan agama?
Harusnya kita berbahagia atas perayaan ulang tahun nabi
Muhammad dan nabi Isa. Karena nabi Muhammad adalah pemimpin orang Islam (bertuhan
Allah) dan nabi Isa juru selamat umat Kristen
(bertuhan Allah). Karena sesungguhnya kita sama-sama saudara hamba Allah.
Namun yang terjadi saat ini cukup memprihatinkan, terutama di
kota Malang dan sekitarnya. Yang beberapa waktu lalu terdengar kabar akan ada razia
melarang orang mengucapkan selamat natal dan menggunakan atribut natal. Entah apa
dasarnya, mereka hanya mengatakan “awas murtad” dan “bagiku agamaku bagimu
agamamu”.
Pertama yang penulis tanyakan, apakah ketika kita datang ke
gereja dan mengucap selamat natal dapat menggugurkan kita menjadi seorang
muslim.?
Mereka berpendapat bahwa jangan mengucapkan selamat natal,
meskipun Cuma kata-kata itu dapat menggugurkan keimanan kita. Sama halnya
dengan orang Kristen tak mau bersyahadat, meskipun syahadat hanya kata-kata.
Penulis di sini cukup terheran-heran kok bisa mereka
berpendapat seperti itu, mereka menyamakan ikrar masuk agama dengan berbuat
baik. Syahadat adalah suatu ikrar dan janji kita untuk masuk ke agama Islam,
sementara mengucapkan selamat natal menurut penulis adalah sebuah perbuatan
baik. Masak kita bisa masuk Kristen hanya karena kita mengucapkan selamat
natal? Yang penulis mengerti, untuk menjadi seorang Kristen tidak sesimpel itu
persyaratanya.
Jadi ayolah jangan terjerumus dengan kata-kata substansial. Mari
bedakan mana ikrar masuk suatu agama dengan berbuat baik. Karena kita berbuat
baik harusnya pada siapa saja, bukan hanya yang seagama. Agama bukan pengotak-kotak
dan yang membedakan kita satu sama lain.
Jangan nodai perayaan kelahiran nabi Muhammad ini dengan
hal-hal konyol seperti melarang-larang orang berbuat baik (mengucapkan selamat
natal). Karena di hari ini kita harus bisa merefleksi perbuatan kita dengan
perbuatan nabi. Kita harus menjadikan nabi Muhammad tauladan kita. Dan dalam
perayaan ulang tahun nabi Muhammad ini, kita bergembira saja akan kelahiran
nabi Muhammad sudah suatu hal yang sangat bagus, dan Allah tahu imbalannya.
Kalau ada yang mengaku umat nabi Muhammad namun dia masih
melarang-larang orang lain berbuat baik, nampaknya ada yang salah dengan
pemahamanya. Nabi Muhammad saja tak pernah melarang dan memaksa orang kafir
masuk Islam, kok kita hanya umat Islam sok-sok an melarang orang lain berbuat
baik.
Wallahu A’lam
Semoga perayaan hari besar di bulan Desember ini menjadi Barokah
untuk kita semua. Mari berdamai, mari berbagi cinta kasih, dan mari bersaudara.
Karena kita saudara se-hamba Allah.
Akankah avatar kembali?
Malang, dua puluh tiga Desember 2015
Selamat siang Indonesia, selamat siang kota malang, selamat
siang teman-teman semua. Senang rasanya bisa kembali berceloteh dan membagi
keresahan pada teman-teman.
Kali ini mari membahas masalah nyelatu lagi, ya
nampaknya orang-orang tak akan puas dengan apa yang diberikan Tuhan, sehingga nyelatu
masih sangat asyik dilakukan. Saat ini malang panas, ya semoga gak
banyak-banyak yang nyelatu malang, kasihan Tuhan, lhoo.. Tuhan kok
dikasihani , hehe
Nyelatu tak akan bisa selesai kalau hidup kita tak ada syukur, dan hanya
memikirkan diri sendiri.
Pas beberapa jam yang lalu, saat penulis masih duduk menunggu
dosen pembimbing ada kabar yang tak mengenakkan, karena salah satu kerabat dari
dosen pembimbing meninggal dunia, dan ini sedikit cuplikan pembicaraan yang
terjadi:
A: eh, ada SMS dari pak budi, sek tak baca ya “Assalamualaikum,
mohon maaf saya harus putar balik ke rumah karena ada kerabat yang meninggal”..
la pak budi gak jadi ke kampus, bagaimana ini?
B: wah iya piye iki, bisa gak pulang-pulang -_-
C: cobak tanyak ke pak budi kapan ke kampus?
A: sek bentar tak SMS-e.
A: iki dibales, senin insaallah.
B: wah, gak jadi hari ini, hem..
(dan mereka bertiga membuat PM dan ganti DP di BBM untuk
mengungkapkan perasaan hati mereka).
Saat itu yang bercakap-cakap adalah adik tingkat penulis, dan
saat itu penulis hanya diam mengamati saja apa yang mereka bicarakan.
Hemm,, cukup menghela nafas dulu. Ini yang dinamakan saudara
muslim?
Saat ada saudara muslim yang meninggal apakah kita di minta
berbicara “wah, terus kapan saya bisa bertemu pak budi” dan bukan mengucapkan “Innalillahi
wainna ilaihi rojiun”.
Saat ada masalah kematian saja kita masih memikirkan diri
kita masing-masing. Tak ada bela sungkawa dan doa yang mengantarkan sodara kita
menuju alam barzah. Seakan-akan pak budi yang bersalah karena tidak jadi ke kampus
karena kembali pulang untuk melayat. Hem, seandainya yang meninggal orang tua
kita, apa kita masih akan meneruskan menunggu dosen dan tidak bergegas pulang?
penulis teringat pada sebuah kisah ulama' di baghdad yang dia sampai beristigfar selama 30 tahun gara-gara berucap Alhamdulillah. pada saat itu terjadi kebakaran di pasar Baghdad, kemudian ada salah satu warga yang menghampiri ulama' itu dirumahnya, kemudian berkatalah dia pada ulama' "pak, pasar sedang terbakar sekarang, tetapi toko bapak tidak terbakar" dan ulama' tadi spontan menjawab "Alhamdulillah". dan karena ucapannya ini dia merasa bersalah karena masih bergembira untuk dirinya sendiri di atas penderitaan orang lain.
semoga kita bisa mengikuti jejak ulama' ini dalam upaya selalu meminta maaf atas kerakusan dan memikirkan diri sendiri.
penulis teringat pada sebuah kisah ulama' di baghdad yang dia sampai beristigfar selama 30 tahun gara-gara berucap Alhamdulillah. pada saat itu terjadi kebakaran di pasar Baghdad, kemudian ada salah satu warga yang menghampiri ulama' itu dirumahnya, kemudian berkatalah dia pada ulama' "pak, pasar sedang terbakar sekarang, tetapi toko bapak tidak terbakar" dan ulama' tadi spontan menjawab "Alhamdulillah". dan karena ucapannya ini dia merasa bersalah karena masih bergembira untuk dirinya sendiri di atas penderitaan orang lain.
semoga kita bisa mengikuti jejak ulama' ini dalam upaya selalu meminta maaf atas kerakusan dan memikirkan diri sendiri.
Memang dosa dan lupa kita terlalu banyak, sampai kita lupa
kalau sedang lupa.
Penulis kemudian bertanya pada diri sendiri., kualitas hidup
kita kok setiap hari malah semakin menurun ya? Semakin bertambah umur kita kok
malah semakin kekanak-kanakan dan memikirkan diri sendiri ya? Kapan kita
berbuat baik ke orang lain?
Melihat dulu itu seakan-akan orang-orang pada baik, orang
yang tak kenal saja bisa numpang tidur di rumah biar tidak tersesat di
hutan (baca teroris visual oleh Aji Prasetyo). Nah sekarang sama tetangga saja gak
sopoan.
Kalau sekarang sudah jarang orang baik, bagaimana dengan 10
20 30 tahun ke depan? Nampaknya sekarang kita butuh avatar, avatar harus
kembali memperbaiki dunia dengan kekuatannya mengendalikan 4 elemen (air, api,
tanah dan udara)
Menurut penulis, avatar adalah sebuah citraan orang baik,
orang yang kompleks dan memahami seluk beluk kehidupan. Avatar yang diibaratkan
seorang yang sakti dan menguasai segala elemen sama halnya dengan orang baik
yang bisa berbaur dengan semua kalangan (elemen).
Avatar nampaknya memang sudah jadi kodrat akan hilang dan
lenyap saat dunia membutuhkan,. Lalu kita
sekarang harus bagaimana?
Menurut penulis, avatar bukan dicari, tetapi harus kita
munculkan dalam diri kita masing-masing. Untuk memperbaiki dunia jangan kita
sandarkan semuanya pada kekuatan avatar, namun kitalah yang harus jadi avatar
di dunia kita masing-masing.
Sedari sekarang mari berbuat baik dan menjadi avatar yang akan
menyelamatkan dunia dari kehancuran dan seranggan dari negara api. Meskipun kita
tak dapat menguasai segala elemen seperti avatar, sepaling tidak kita bisa
menguasai satu elemen dan berjuang di dunia kita masing-masing.
Kalau kita mengaku muslim, ya mari berbuat seperti seorang
muslim, kala ada satu yang sedih dan berduka karena kematian, ya selayaknya
kita mendahulukan mengucap bela sungkawa dan mendoakan, bukan
berbondong-bondong mengeluh dan ditampilkan di status-status sosial media kita.
Wallahu A’lam
Semoga kita bisa lebih baik, mari menjadi avatar di hidup
kita masing-masing.
Guru rival sama murid, kok bisa?
Malang, delapan desember 2015
Selamat sore Indonesia, dan kali ini akan kuceritakan apa
yang penulis lihat tadi pagi. Tema yang ingin diangkat juga sesuai dengan
judul, seputar pendidikan, terutama pendidikan yang berada di lingkungan kita. Dan
nampaknya di Indonesia masih banyak yang melakukan praktik seperti ini.
Dalam esai ini, penulis akan menyampaikan tiga hal kebiasaan
pendidikan kita, tidak hanya yang tadi pagi penulis alami.
Pagi ini berjalan seperti biasa, penulis datang ke jurusan
dengan tujuan mencari acc naskah tugas akhir, namun nampaknya hari ini tak
semulus yang di inginkan dengan segera mendapat acc. Bukan masalah naskah yang
bermasalah namun akan kurang mulus karena dosen konfirmasi akan datang telat. Oke
lah ndak masalah, pagi ini penulis isi dengan ngobrol santai dan bercanda saja
dengan teman-teman yang sudah ada di jurusan. Dan ketika di sesi bercanda itu
mencul beberapa orang adik tingkat datang mendekati kerumunan kami, dan
nampaknya dia membawa tumpukan kertas laporan yang cukup banyak, seraya dia
bilang pada salah satu dari kami “aduuhhh, apa ini, kok bisa adek-adek ini ndak
bisa dibilangi, laporan salah semua, nilainya pada jelek, padahal sudah
dijelasin. Tambah puanas telingaku, masak semalam aku di sms lebih dari 10
orang, bahkan ada 1 orang yang sms lebih dari 10 sms, ya aku bales aja –sms lagi
gak tak koreksi laporanmu-. Duh gak habis fikir sama kelas ini, sulit di ajari”.
Kurang lebih seperti itu yang dikatakan, intinya dia ngeluh
pada praktikan dan menganggap praktikan bodoh dan sulit dikasih tahu, dan
nampaknya sangking gak sukanya sama praktikan, dia sampai mengancam. Oke lah
dia binggung mengurusi praktikan.
Aku dalam hati hanya bisa mbatin “woy, di sini kalian
gurunya, kok bisa malah seakan-akan jadi rival dengan praktikan, praktikan ndak
bisa itu tanggung jawabmu, mereka gak bisa ya tunjukan sampai mereka bisa,
jangan malah di hina dan tak di hiraukan, guru dan murid itu partner, ndak
rival. Saat UAS bukanlah saat puncak perang antara guru dan murid, namun UAS
adalah masa evaluasi kemampuan siswa dalam berkembang dan masa evaluasi
seberapa sukses mengembangkan orang. UAS adalah masa-masa evaluasi, seharunsnya
guru juga malu saat ada anak didiknya memiliki hasil UAS yang buruk, karena
sang guru belum selesai dan tuntas mengembangkan siswanya. Malah bisa dikatakan
dia belum sukses menjadi guru”
Ya itu sedikit curahan hati penulis, kenapa saat ini masih
banyak sekali yang menganggap bahwa guru dan murid tidaklah satu bagian, yang
antara keduanya saling melengkapi. dan yang diuji hanya murid saja. Kalau ada
siswa gagal, kok ndak pernah terdengan ada guru gagal mengajar karena banyak
siswa yang gagal UAS. Kalau ada siswa yang tak naik kelas, harusnya ada hukuman
untuk guru, karena gak bisa menggembangkan siswa yang tak naik kelas tadi.
Selain hal di atas, ada hal lain menyoal pendidikan kita. Selain
masalah seakan-akan jadi rival antara guru dan murid. Di negeri tercinta kita
sering kali ada praktik menjudge yang kurang bijaksana.
Kalau ada yang bertanya, kenapa siswa melakukan tindakan
contek-mencontek.. jangan melulu menyalahkan siswa, karena bisa di bilang siswa
adalah korban sistem. Kenapa ada siswa mencontek, karena di masyarakat kita,
nilai yang tinggi lebih di hargai dari pada proses yang jujur. Orang dengan
nilai A lebih dihargai dari pada orang yang mendapat nilai D, meskipun yang
dapat nilai D melakukanya dengan jujur dan yang mendapat nilai A karena hasil
mencontek.
Nampaknya kita semua harus mulai merubah mindset kita, kalau
kita ingin budaya pendidikan yang lebih baik, mari lebih bijaksana menjugde
siswa. Jangan semata-mata memaksa siswa harus mendapat nilai baik dan hanya
menghargai yang bernilai baik. Tapi lihat prosesnya, lihat mana yang sudah
faham bahwa jujur itu penting, yang sudah sadar bahwa yang paling penting
bukanlah nilai, melainkan seberapa jauh perkembangan siswa dan proses-proses
yang dilalui siswa.
Yang terahir, kebiasaan lucu bangsa kita adalah soal hukuman
pada siswa. Pasti teman-teman semua mengetahui prakteknya.. kalau ada siswa
telat, tidak masuk sekolah, pulang sebelum jam pulang, tidak mengerjakan PR,
apa hukuman yang diberikan? Biasanya yang diberikan adalah berdiri di depan
kelas, berdiri dilapangan dan hormat pada bendera dan maksimal di skors untuk
tidak boleh masuk sekolah. Itu semua buat apa? Hukuman-hukuman itu buat apa? Buat
siswa jera? Buat siswa berubah sikap? ENDAK.. malah bisa-bisa semakin parah. Guru
ki hajar dewantara memberikan solusi untuk hal-hal semacam ini. Beliau mengatakan
“kalau ada yang telat masuk sekolah, jangan berdirikan dia di depan kelas,
tambah saja jam belajarnya” kalau sekolah masuk jam 7.00 sampai jam 12.00, dan ada siswa datang jam 8.00, jangan di suruh
berdiri, tetapi suru dia belajar sampai jam 13.00.
Teman-teman pembaca bisa bayangkan, mana yang akan lebih
masif? Berdiri di depan kelas atau menambah jam belajar.
Kita telah ditampar dengan sangat keras oleh ki hajar
dewantara, beliau yang hidup di tahun 1900-an mampu berfikir melampaui zaman
semacam itu, namun kita yang hidup ditahun 2000-an masih berpikir cetek dengan
memberikan hukuman-hukuman konyol macam itu.
Waalahu A’lam
Semoga kita semua lebih baik, dan semoga pendidikan kita bisa
menemukan jati dirinya dan tak mencerabut akarnya sendiri dari tanah airnya
sendiri. Amin..
Teknologi Idiot
Malang, enam desember 2015
Selamat pagi indonesia, mentari cukup
hangat menemani pagi ini, meskipun ditemani sedikit grimis.. Ya sudah wajar lah, ini bulan desember, semakin aneh kalau bulan ini tak ada hujan, cukup kita berayukur pada rahmat tuhan..
Pernah teman2 semua punya kawan yang suka sekali main game online? Nampaknya kita semua pernah punya teman semacam ini, karena saat ini para pemain game online sudah berada dinana-mana bak jamur di musim penghujan.
Pernah merasa dicueki karena kebiasaan mereka?
Nampaknya pernah. Tapi kita tak ingin membahas perihal cuek mencuek dicueki..
Yang akan kita bahas adalah tentang terdegradasinya budaya berbicara karena kebiasaan bermain gane online d mana-mana.
Esai bodoh ini bermula dari sebuah celetukkan teman pemain salah satu game online, beliau mengatakan "saat ini CoC adalah game online terbesar" ya penulus kurang faham maksut perkataan itu bermuara pada kebanggaan karena menjadi bagian komunitas game online terbesar atau sekedar info saja. Namun penulis spontan menjawab "praktik kapitalis paling masif saat ini".
Kenapa penulis spontan berbicara seperti itu?, ya sebab banyak diantara kita sedang dimonopoli oleh pemilik server game online itu untuk melupakan aktifitas pribadi dan membuang waktu berharga kita untuk memainkan game online. Waktu yang seharusnya bisa kita gunakan untuk berkarya dan mengubah lingkungan kita, malah tak kita hiraukan hanya sekedar meneruskan memainkan game dan bahkan sampai lupa waktu.
Selanjutnya teman penulus berbicara "ya seperti sekarang ini, kita lagi nunggu, bisa kita main dulu, biar gak bosen nunggu".. Oke kalau sedang sendiri, namun posisinya kita sedang duduk bertiga.. Waktu yang seharusnya bisa kita gunakan untuk ngobrol malah hilang begitu saja karena kembali termonopoli waktu ngobrol kita dengan waktu bermain game online.
Penulis tak pernah sekalipun menyalahkan teman-teman yang bermain game online.. Karena penulis tau itu hak kalian, namun seharusnya apapun yang kita kerjakan bisa membuat kita lebih bijaksana.. Silahkan bermain game online, namun kita tetap harus sadar kalau punya kewajiban dalam mengurusi hidup kita dan lingkungan kita.. Waktu yang berharga ini bisa bermanfaat untuk banyak orang, jadi jangan di degradasi hanya untuk bermain game online.
Jangan sampai ramalan einstein yang mengatakan bahwa orang-orang akan idiot karena teknologi benar-benar terjadi. Mari mengunakan teknologi dengan cerdas..
Waallahu A'lam
Semoga kita semua bisa berbuat adil dan bijaksana. Amin..
Dalam koridor
Malang, empat desember 2015
Selamat sore Indonesia, nampaknya lama sekali tak menulis lagi,
entah apa sebabnya.. sibuk dengan sesuatu yang lain atau selama ini tak ada
keresahan yang bisa ditulis karena hidup terlalu bahagia, tapi yasudahlah,,
hehe. Tak apalah, penulis bersyukur sore yang hangat ini bisa menulis lagi.
Kita semua hidup dalam tujuan yang sama meskipun dengan corak
dan metode yang berbeda. Mengambil jalan sebagai pendidik, seniman, saintis,
atau apalah itu kita semua memiliki tujuan untuk mencari ridho tuhan. Apalah arti
kita hidup kalau tak ada sebuah keridhoan dari sang maha kuasa.
Sempat teringat apa yang sempat senior sampaikan pada
penulis, bahwa kita semua hidup memiliki tujuan yang sama yakni mencapai titik
bersama tuhan, namun meskipun tujuan kita adalah sampai pada tuhan, tuhan
sendiri tidak mengharuskan kita untuk sampai padanya, tuhan hanya ingin kita
tetap berada dalam koridornya.
Hidup ini diibaratkan jalan setapak yang sangat-sangat
panjang, yang mana kita mengawali langkah dari salah satu ujung dan berjalan
mengarah pada sisi yang lain dan disisi yang lain itulah keberadaan tuhan,
namun di kanan kiri jalan setapak ini adalah sebuah jurang. Tugas kita bukanlah
semata-mata sampai dititik yang dituju, namun tugas kita adalah bisa selesai
hidup tetap berada diatas jalan setapak tanpa terserosok ke jurang yang ada di
kanan kiri.
Jurang yang dimaksut bisa bermakna adalah godaan hawa nafsu
kita, yang mengarahkan kita untuk mengikuti jalan-jalan setan, yang membuat
kita tak melaksanakan perintah tuhan dan semakin memperbanyak dosa.
Senada dengan kiasan ini, proses di sebuah organisasi juga
sama.
Dalam mengawali sebuah roda organisasi kita memiliki target
tujuan kesuksesan kita, namun menurut penulis bukanlah terselesaikanya semua
program yang menjadi hal yang paing penting, namun dalam sebuah proses
organisasi, yang paling penting adalah seberapa progres kita dapat berkembang,
sejauh mana kita bisa meningkatkan kemampuan diri dan seberapa banyak kita bisa
merubah kebiasaan buruk menjadi sesuatu yang lebih bermakna untuk orang banyak.
Titik tekan yang lebih disukai penulis dalam menilai sebuah
proses berorganisasi adalah bukan semata-mata legalitas program yang
terselesaikanya dengan tanda laporan pertanggung jawaban organisasi terisi
dengan kata-kata “program telah terlaksana”. Namun lebih dari itu, penulis
lebih menyukai dalam menilai proses organisasi adalah seberapa progres
peningkatan kemampuan pengurus organisasi dalam berkembang menjadi lebih baik.
Sehingga dalam penilaianya, bukanlah seberapa jauh dan sampai
kita pada titik kesuksesan, namun beserapa banyak kita dapat melangkah dan kita
tetap berada pada koridor jalan organisasi.
Nampaknya kiasan koridor ini tak hanya dapat digunakan dalam
dunia kita beragama dan berorganisasi, namun banyak hal lain yang dapat
mengunakan kiasan ini. Seperti dalam pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan
lain-lain.
Wallahu A’lam
Semoga kita tetap berada dalam koridor tuhan, ya tuhan kami,
tuhan yang maha membolak-balikkan hati, jagalah hati ini agar tetap berada
diatas agama yang engkau ridhoi. Amin..
Berbasis internasional apalah apalah
Malang, duapuluh tiga november 2015
Selamat petang Indonesia. Terimakasih diucapkan pada mu atas
segala nikmat yang sudah Kau titipkan pada kami, semoga teman-teman kami juga
turut dapat menimati indahnya alam-Mu ini.
Masih menjadi tema yang sangat menarik ketika penulis
mengulas masalah pendidikan, dan kebetulan tema yang ingin dibahas kali ini
masih saja membahas masalah internasionalisasi sekolah-sekolah di negeri ini.
Selain karena fenomena ini sedang marak dinegeri ini, semakin diperpanas dengan
lembaga tempat penulis study juga sedang mengadakan langkah internasionalisasi
lembaga dan diberi lebel World Class University (WCU).
Internasionalisasi pendidikan selalu menuai pro dan kontra,
banyak diantara yang mengatakan pro akan menyuarakan ini adalah sebuah langkah
baik karena pendidikan kita akan setara dengan negara-negara maju. Namun kali
ini penulis lebih ingin membahas daerah kontra, karena menurut penulis ini
cukup mengancam sendi budaya kita apabila internasionalisasi ini tidak
dibarengi dengan sadar budaya.
Satu hal yang pasti dalam internasionalisasi pendidikan
adalah akan digunakanya bahasa internasional dalam setiap komunikasi dan
buku-buku yang digunakan. Dan sadarkah kita semua, bahwa ini akan mengancam kearifan
lokal kita.
Budaya kita mengajarkan adab tata krama dalam berbicara.
Tidak hanya dijawa, bahkan diseluruh belahan negeri ini memiliki tata bicara
yang mengutamakan tata krama. Di jawa ini disebut Unggah Ungguh boso “tingkatan
berbahasa”. Kita di Indonesia memiliki budaya untuk selalu menghargai yang
lebih tua dengan memposisikan bahasa kita sesuai dengan siapa kita berbicara.
Dengan teman kita memangil “Awakmu” untuk orang yang lebih tua kita
menggunakan “Sampean” untuk guru kita menggunakan “Panjenengan”
yang semuanya berarti kamu. Bisa dibayangkan kalau di negeri kita sendiri, kita
dimintak berbahasa inggris, di lingkungan sekolah kita dimintak berbahasa
inggris, pada teman, orang yang lebih tua dan guru kita akan sama-sama
menmangil “you”. Padahal dikatakan bahwa sekolah adalah tempat
pengembangan moral, sekarang moral sebelah mana yang mengajarkan berbicara
dengan orang yang lebih tua sama saja dengan kita berbicara pada teman sejawat.
Kearifan lokal kita terancam hanya karena mengejar gelar sekolah internasional
dan menggunakan bahas internasional dilingkunagan sekolah.
Tentu tak hanya dalam komunikasi, kita akan membaca dan
meliahat video-video dengan berbahasa Inggris dan tentu lambat laun ini akan
mempengaruhi pola laku kita sehari-hari. Sungguh ini hal yang sangat berbahaya
bagi kearifan lokal kita apabila tak ada filter dalam setiap prosesnya.
Seharusnya bahasa inggris memang tetap diajarkan agar kita
bisa komunikasi dengan mereka, tetapi tidak merengut komunikasi kita
sehari-hari dan mematahkan kearifan lokal kita sendiri.
Dari teman-teman semua, yang mungkin beberapa sudah merasakan
sekolah berstandart internasional, apa muatan lokal yang diajarkan di sekolah
internasional? Apakah muatan lokal itu masih mengajarkan kita berbahasa jawa
dan bertutur laku sopan? Ataukan muatan lokal kita sudah diganti dengan
menjahit, elektro, dsb?
Untuk teman-teman yang sudah pernah bersekolah di sekolah
internasional, apakah sempat menemui segala jenis pengumuman dan papan
informasi bertuliskan dengan huruf jawa dan menggunakan bahasa jawa? Ataukah
sudah berganti dengan kata berbahasa inggris? Kalau semua sudah berganti dengan
bahasa asing, ya mari kita tunggu generasi mendatang akan tidak mengerti dengan
bahasa negerinya sendiri.
Yang terahir penulis ingin bertanya pada kita semua. Kalau di
Indonesia ada sekolah standart internasional, apakah di eropa dan amerika juga
ada sekolah standart internasional? Dan semisal ada, apakah disana mereka
belajar bahasa jawa dan Indonesia? Kalau jawabanya mereka tak belajar bahasa
jawa, kenapa kita harus ngoyo belajar bahasa mereka?
Ataukan standart internasional yang dimaksut hanya semu
belaka, karena tak ada standart pasti yang universal sedunia mengenai bagaimana
bentuk sekolah standar internasional. Dan ataukah memang kita yang hanya ingin
ikut-ikutan dengan budaya eropa dan amerika dalam belajar agar kita dibilang
sekolah internasional karena menyerupai mereka?
Wallahu A’lam
Mari memperbaiki diri dan jangan melupakan kearifan lokal
kita sendiri-sendiri. Kita boleh maju dalam segala hal, namun jangan lupakan
dasar kita, jangan sampai kita menjadi kacang yang lupa kulit, yang pintar
namun lupa cikal nenek moyang. Semoga kita lebih baik. Dan negeri ini tetap
menjadi ramah untuk masyarakatnya sendiri. Amin...
Lindungi dari perilaku manusia nan sombong (#SaveSetan)
Malang, duapuluh tiga
november 2015
Selamat sore Indonesia, senjamu
masih sangat indah dan hangat untuk dinikmati. Semoga kita semua masih dapat
mengucap syukur atas segala nikmat-Mu yang telah Kau titipkan pada kami.
Kali ini mari sama-sama berbenah
dan menggugat kembali pada apa-apa yang perlu digugat. Beberapa waktu lalu kita
sempat menggugat orang tua, kali ini mari kita menggugat manusia. Mahluk yang
satu ini memang tetap menjadi sangat asik untuk diperbincangkan. Bukan hanya
karena kemampuanya menganalisa dan berfikir, tapi tingkah lucunya yang selalu
membuat cerita disetiap sendi hidup kita.
Ada apa lagi dengan manusia? Apa
yang sudah diperbuat oleh mahluk yang satu ini? Dan kenapa judul esai ini
#SaveSetan? Ada apa dengan setan dan apa hubunganya dengan manusia?
Mari kita mulai pembahasanya...
Teman-teman semua pernah mengucap
lafat “Audzubillahi minas syaitonirojim”? nampaknya kita semua pernah
mengucapkanya, lafat yang mungkin setiap salat kita selipkan dalam permulaan
surat alfatihah. Tahu artinya? Nampaknya banyak diantara kita tahu. Yap artinya
“Aku berlindung dari godaan syaitan yang terkutuk”. Dan pernahkan
teman-teman bertanya, kenapa kita harus berlindung dari setan? Apakah setan ini
yang membawa kita ke neraka? Apakah setan ini yang selalu membuat kita berbuat
buruk?
Kalau jawabanya “iya”, bahwa
setan lah yang mengantarkan kita masuk ke neraka tuhan, lantas siapakah yang
mengantar kita masuk ke surganya tuhan?
Apakah teman-teman tahu siapa
yang membuat kita berbuat baik? Kalau belum tahu jawabanya, berarti kita sama.
Namun dalam kasus seperti ini
kita pasti dan bahkan sering kali menemui hal-hal semacam ini:
Kita mencuri => kita dihasut
setan
Kita mabuk => kita dihasut
setan
Kita zina => kita dihasut
setan
Semua kalau kita sedang berbuat
buruk => kita telah dihasut setan.
Namun saat kita melakukan hal-hal
seperti ini:
Kita salat => kita sadar harus
salat
Kita sodaqoh => kita sadar
harus membagikan harta titipan tuhan
Kita puasa => kita sadar harus
menjaga hawa nafsu
Semua kalau kita sedang berbuat
baik => itu semua karena kita sadar untuk berbuat baik.
Sadarkah teman-teman semua, kita
seringkali mengkambing hitamkan setan dan menyombongkan diri kita
sendiri-sendiri.
Saat kita lupa salat sontak kita
menyebut, “maaf Tuhan tadi sedang dihasut setan”, dan saat kita salat tepat
waktu kita berkata “saya sadar bahwa salat adalah kebutuhan, tidak hanya
perintah tuhan”.
Sadarkah teman-teman, kita
terlalu sering menyombongkan diri sendiri. Kok bisa terjadi didunia ini, saat
kita salah, yang menyebabkan itu setan. Namun saat kita berbuat baik,
semata-mata itu karena kita baik. Saat kita berbuat baik setan dimana?
Kasihan setan yang selalu di
kambing hitamkan, dan mau sampai kita kita akan membanggakan diri sendiri saat
berbuat baik.
Semisal dari teman-teman semua
ada yang berpendapat seperti ini, saat kita berbuat buruk kita sedang dihasut
setan, kalau kita berbuat baik itu karena kita sedang diingatkan tuhan, itu
semua karena tuhan.
La terus, kok rendah sekali tuhan
kita, sampai harus menghadapi setan yang notabenya itu mahluknya. Tuhan menjadi
tan semaha seperti sebelum-sebelumnya, hanya karena saat jalah itu disebabkan
setan namun saat baik tuhan sedang menjaga kita.
Dalam Al-Qur’an sempat disebutkan
“setaan adalah musuh yang nyata bagimu”. Lantas salahkah penulis kalau
menanyakan siapakah sahabat kita? Kalau kita punya musuh yang nyata, siapa
sahabat nyata kita?
Disini penulis mencoba menawarkan
sudut pandang saja. Dan jangan lagi kita hanya mengkambing hitamkan setan dan
terus-menerus menyombongkan diri.
Kalau kita berbuat baik karena
kita sadar harus berbuat baik, harusnya kalau kita berbuat jahat ya karena kita
sedang lalai, tidak gara-gara setan. Semua kembali pada kita, perbuatan baik atau
jahat ya karena kita.
Kalau kita berbuat baik karena
takdir tuhan telah menulis saat ini kita ditakdirkan berbuat baik oleh tuhan,
ya kalau kita berbuat jahat itu memang tadik tuhan berbucara demikian. Semuanya
dikembalikan lagi pada tuhan.
Kita boleh bebas memilih
pandangan itu, atau mungkin ada pandangan yang lain. Kita diduni ini dibekali
akal, berbeda dengan mahluk-mahluk yang lain, harusnya kita dapat memilih jalan
baik dan jalan buruk kita, dan jangan semata-mata menyalahkan setan, apalagi
sampai membanggakan diri sendiri.
Wallahu A’lam
Semoga kita lebih baik dan tetap
ditempatkan hai kita diatas agama yang Allah ridhoi.
Agar disebut baik
Malang, duapuluh dua november 2015
Selamat petang Indonesia, nampaknya sudah lama sekali aku tak
menyapa, mohon maaf, bukan karena tak ada tulisan yang dapat dibagi tetapi
sedang mengalami minggu yang sibuk untuk segera menyelesaikan tugas amanah
orang tua.
Pada pembuka tulisan yang sudah lama fakum ini penulis akan
mengulas tentang tingkah laku kita, sudah baikkah kita dan apakah orang-orang
disekitar kita menyukai adanya kita.
Pernahkah teman-teman semua bertanya pada diri sendiri dengan
pertanyaan bagaimana cara kita berbuat baik, dan apakah kita sudah masuk dalam
kategori orang baik?
Kalau pernah berarti kita sama, karena beberapa waktu lalu
penulis sempat sangat dipusingkan dengan pertanyaan-pertanyaa ini. Namun kalau
belum, berarti teman-teman semua nampaknya sedang memikirkan hal lain yang tak
kalah menarik dengan pertanyaan tadi.
Mari kita awali dengan sebuah quote yang disampaikan KH.
Bisri Mustafa dalam tweet jum’at nya. Beliau mengatakan “jangan biarkan masalah
pribadimu membuat masalah dalam lingkunganmu”.
Menurut penulis dan pengalaman
yang dialami, akan sangat-sangat sulit kita melakukan hal ini, jangankan kita
tidak membagi masalah, saat ini kita terjebak dalam sebuah era yang mana
semuanya harus disampaikan pada khalayak melalui media sosial. Baik itu
bahagia, musibah dan semuanya yang dilihat.
Dari quotes yang disampaikan gus mus diatas, nampaknya beliau
ingin mengajak kita dan menggiring kita ke arah berbuat baik pada sesama. Membuat
semua orang bahagia dekat dengan kita, sehingga apa-apa yang menjadi masalah
pribadi diri baiknya disimpan sendiri dan tidak dibagikan dengan yang lain. Sebaiknya
kita membagi senyum pada sesama agar lingkungan juga tersenyum dari pada
membagi sebuah masalah bersama dan membuat irama lingkungan kita menjadi
nelangsa.
Melanjutkan quote diatas dan masih menjawab pertanyaan
penulis perihal menjadi orang baik. Penulis sempat berfikir apakah kita bisa
mengkategorikan bentuk-bentuk kebaikan. Sempat bertanya pada beberapa teman dan
menyimpulkan boleh-boleh saja. Beberapa kategori yang dapat dilakukan agar kia
bisa baik dapat berupa selalu bertutur baik pada sesama, menjaga hati sesama,
memberikan manfaat sebanyak-banyaknya pada orang lain, dll (masih sangat banyak
kategori lain).
Namun dari pembolehan mengkategorikan berbuat baik tadi,
nampaknya ada sebuah syarat yang diberikan. Syarat yang diberikan adalah, kita
berbuat baik jangan untuk menjadi baik, tapi tulus baik. Maksutnya kita berbuat
baik jangan diarahkan pada hal-hal mintak apresiasi dan berembel-embel ingin
disebut baik, berbuat baik saja. Karena kita berada didunia yang semuanya serba
relatif. Sebaik apapun kategori baik kita, akan selalu ada orang yang menghujat
dan tidak suka kita, karena hanya mangga yang bagus yang akan dilempari.
Kita berbuat baik dengan niat tulus ingin menebar kedamaian
diantara kita. Adanya musuh, orang yang menghina, benci pada kita itu sudah
jadi hal yang lumrah didunia ini.
Wallahu A’lam
Semoga kita semua dalat saling berbuat baik dan menebar
kebaikan pada sesama. Mari sama-sama belajar berbuat baik dengan kategori
masing-masing. Mari sama-sama belajar, karena penulis juga sadari masih sangat
sering membuat orang sakit hati karena tutur kata yang sering bernada tinggi. Mohon
maaf semuanya. Mari membuat dunia kita lebih nyaman dengan tebaran senyum
setiap har.
Tak lupa penulis juga ucapkan terimakasih pada
sahabat-sahabat semeja kopi dan GUSDURian yang telah membagi pengalaman dan
kebaikan yang selama ini sangat sering menginspirasi.
Pendidikan standart internasional rasa selokan pondok
Malang, lima november
2015
Selamat pagi menjelang siang
Indonesia. Tanah yang sampai saat ini dan seterusnya akan kucinta. Terimakasih telah
membagi cerita lagi pagi ini dan yang berkesempatan penulis tulis. Dan nampaknya
kepala ini tetap terfokus pada isu-isu pendidikan negeri kita. Yang entah
kenapa menurut penulis masih tak kunjung baik, meskipun banyak lembaga dan
instansi pendidikan yang sudah melebeli dirinya dengan kelas standart internasional,
namun nyatanya kualitas yang disuguhkan masih biasa-biasa saja.
Tak ayal ini semua berawal dari
cerita teman-teman semeja kopi yang akhir-akhir ini kembali bercerita tentang
tindakan beberapa tenaga pengajar yang kurang mengenakkan.
Mohon maaf sebelumnya, karena
tulisan ini hanya melihat dengan satu sudut pandang.
Berbicara masalah sekolah
standart intenasional, dalam prosesnya kita tak boleh hanya bercermin pada
peningkatan kualitas sarana dan prasarana saja. Namun harus pula memberikan
fokus pada kualitas dan cara mengajar. Ini adalah salah satu yang masih menjadi
dilema, karena pembangunan pendidikan masih terfokus pada perbaikan sarana
prasarana. Bukannya hal itu menjadi sesuatu yang tidak penting, namun proses
itu seharusnya berjalan seirama dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Kualitas pendidikan bukanlah
sesuatu yang simpel sebenarnya. Tak cukup hanya dengan memberikan tanaga
pendidik dengan kualitas lulusan minimal S2 atau lulusan dari universitas
terkemuka serta ditunjang dengan lulusan yang sesuai dengan bidang ilmu yang
diajarkan. Tetapi yang tak kalah penting, pendidikan yang mengutamakan
pengembangan karakter dan dengan muatan-muatan lokal.
Pengembangan karakter dan muatan
lokal bukanya tidak diperhatikan oleh kementrian pendidikan, namun dalam
praktiknya memang masing sangat minim diterapkan.
Sebenarnya budaya negeri ini sudah
menemukan metode-metode pendidikan yang tak melupakan pendidikan karakter dan
muatan lokal. Mari kita ingat-ingat proses pendidikan kita sebelum kolonial
menancapkan tonggak pendidikan formal di tanah nusantara. Negeri ini telah
mengenal beberapa jenis pendidikan seperti pondok pesantren dan pedepokan.
Dalam dunia pondok pesantern dan
padepokan, nilai yang jelas diajarkan adalah nilai kejujuran dan berbuat baik
pada sesama. Nilai yang menjadi ciri
khas masyarakat negeri ini dan melahirkan karakter ramah pada masyarakat negeri
ini. Namun agaknya nilai-nilai dasar seperti ini teleh dilupakan dalam
formalitas pendidikan saat ini.
Siswa diajarkan untuk berbuat
curang secara tidak langsung saat ujian dan tak menghargai sesama. Kita dipaksa
mengikuti standart pendidikan guru dan kurang bisa mengekspor kemampuan kita. Ada
beberapa penekanan dan ancaman semisal tidak lulus akan mengulang dan
sebagainya, hal semacam inilah yang memaksa beberapa siswa menghalalkan proses
mencontek. Sebelumnya mari kita tenggok proses belajar agar kita tidak terlalu
membela kaum pelajar. Dalam proses belajar, tugas dari seorang tenaga pengajar
adalah mengembangkan pemahaman pelajar agar dapat mengetahui sesuatu yang
sebelumnya belum diketahui, dalam proses belajar pula tak boleh dilupakan
proses penanaman karakter berbuat baik. Dalam proses belajar mengajar, pengajar
juga harus tuntas memberikan pemahaman, tidak hanya sukur mengajar dan
menyelesaikan materi. Mengajari untuk memahami dan tak hanya menghafal. Dilakukan
dengan keadaan ceria dan membebaskan fikiran pelajar.
Bisa dibayangkan bersama, semisal
kelas berjalan dengan ceria dan pelajar merasa nyaman dengan guru. Sehingga praktik-praktik
mencontek saat ujian akan berkurang dengan sendirinya. Karena para siswa akan
paham, bahwa sebenarnya ujian yang terpenting adalah kejujuran. Dalam ujian
bukan hasil ahir yang menjadi tujuan utama, tatapi mengetahui seberapa jauh
kita memahami materi yang diberikan. Dalam ujian sebenarnya yang harus was-was
bukanlah siswa, was-was karena tak bisa mengerjakan, tetapi yang seharusnya
was-was adalah guru, karena hasil ujian akan menunjukan seberapa berhasil
seorang tenaga pengajar mengembangkan pengetahuan seorang murid.
Selain nilai kejujuran, nilai
berbuat baik juga jadi perhatian di dunia pondok pesantren dan padepokan. Namun
kejadian yang terjadi pada salah satu instansi pendidikan bertitel negeri dan
melebeli didinya dengan instansi yang sedang bergerak menjadi WCU terjadi
praktik-praktik yang jauh dari mengajari berbuat baik.
Beberapa waktu lalu, di salah satu
kelas instasni yang menuju WCU tersebut, ada beberapa siswa yang sengaja diusir
oleh pengajar dengan alasan memiliki masalah pribadi. Dan ada pula dikelas yang
lain, tenaga pengajar menceritakan aib orang yang tidak disukainya. Apakah ini
yang disebut pengembangan karakter baik? Apakah ini yang disebut instansi
dengan gelar WCU? Apakah ini yang diharapkan dari kementrian pendidikan? Apakah
ini pendidikan Indonesia?
Mengusir siswa dari kelas bukan
karena dia nakal dikelas tetapi karena masalah pribadi diluar kelas, apakah ini
yang disebut berbuat baik. Membawa masalah pribadi ke kelas dan menyeretnya
menjadi masalah yang besar. Apakah ini yang disebut karakter berbuat baik? Sementara
salah satu ciri orang baik adalah menyelesaikan masalah pribadi ya secara
pribadi dan tak malah membesar-besarkan masalah.
Selanjutnya, tenaga pengajar
menceritakan aib orang dikelas. Apakah itu berbuat baik, padahal orang baik
adalah yang menjaga lisan dan tak menyebar aib orang. Ada yang mengatakan lebih
baik khusnudzan (prasangka baik) meskipun itu salah, dari pada suudzan (prasangka
buruk) meskipun itu benar.
Dari sana memang sengaja penulis
membuat esai ini dengan judul pendidikan standart internasional rasa selokan
pondok, yang memang berarti dalam sisi pengembangan nilai, banyak instansi di
negeri ini yang berstandart internasional tapi pendidikan nilainya lebih rendah
dari kelas pondok pesantren.
Semoga kita semua bisa belajar
dari peristiwa ini, dan menjadi refleksi untuk kita semua dalam perjalanan menjadi
orang baik.
Waallahu a’lam
Terimakasih untuk semua
teman-teman semeja kopi yang telah banyak bercerita dan menginspirasi. Semoga kita
tetap dalam niat untuk terus menyebar kebaikan.
dan mohon maaf apabila ada yang kurang dalam memberikan contoh, semoga kita semua tetap bisa berdiskusi.
Kimia ku, Kimia anda, Kimia kita
Malang, tiga november
2015
Selamat sore Indonesia, sore ini
cukup sejuk, tak seperti sore-sore kemarin yang cukup terik, terdengar kabar
pula kalau di kota batu sudah turun hujan. Semoga membawa barokah dan
kebahagiaan untuk umat manusia.
Kali ini mari kita mengulas dan
mengaplikasikan salah satu idiom yang cukup populer di kalangan penikmat
karya-karya gus dur. Islamku islam anda islam kita. Itu adalah idiom yang
sebenarnya, namun semisal gus dur masih hidup pun, beliau tak akan marah kala
kita memplesetkan kata dalam idiom tersebut seperti judul esai ini. Yang penting
kita bisa memahami dan menarik suatu hikmah darinya.
Idiom islamku islam anda dan
islam kita menurut penulis adalah salah satu idiom yang sangat ramah dan tak
membuat orang-orang tersinggung. Karena pengunaan katanya yang tak hanya
memperhatikan islam milik ku, tapi juga islam mu dan pertemuan jenis-jenis
islam itu menjadi sebuah islam kita. Sama hal nya ketika kita gunakan idiom ini
dengan kata lain, semisal kopi ku kopi anda dan kopi kita. Yang memadukan
takaran pahit kopi milikku dan pahit kopimu serta akan terwujud kopi kita yang
sama-sama bisa kita nikmati yang disebut kopi kita. Hasil akhir dari idiom itu
berada di kata kita yang menunjukan sudah terinternalisasinya sebuah ego milik
ku dan milikmu menjadi ego bersama yang dibungkus kata kita.
Cukup mengejutkan ketika penulis
sempat ikut sebuah diskusi yang diadakan gusdurian malang dalam mengupas esensi
buku itu, ternyata makna asli dari idiom gus dur itu tak seperti yang kita
duga. Yang hanya sebatas terinternalisasi ego. Tetapi ada makna yang sangat
penting dibalik itu.
Kali ini mari kita bungkus makna
idiom tersebut dalam balutan ilmu kimia.
Ilmu kimia berkembang pesat pada
saat masa jabir ibnu hayyan, yang mana beliau sendiri dijuluki dengan istilah
bapak kimia moderen. Pada masa sebelum jabir ibnu hayyan, ilmu kimia disebut
ilmu hitam dan sihir, karena para ilmuan terdahulu mengunakan sebuah pendekatan
yang kurang ilmiah seperti ingin membuat emas dari air kencing hanya karena
kedua zat ini memiliki warna yang sama. Namun ditanggan jabir ibnu hayyan,
kimia menjadi ilmu yang sagat penting dan bermanfaat untuk hidup manusia. Salah
satu karya paling fenomenal dari jabbir ibnu hayyan adalah destilasi. Sebuah alat
yang digunakan dua atau lebih zat yang memiliki titik didih berbeda.
Uraian diatas adalah sebuah kimia
ku, kimia yang aku percayai, yang aku terima dan telah aku pikirkan
kebenaranya. Aku menerima itu tidak dari sebuah cekoan senior yang tak aku
fikirkan kebenaranya. Dan aku menerima hanya menerima.
Kimia adalah sebuah ilmu yang sulit,
dan apabila aku masuk ke jurusan kimia, aku dianggap pintar oleh sekitarku. Atau
mungkin keluargaku semua berilmu formal kimia, sehingga aku sebagai anak harus
belajar ilmu kimia juga, agar tetap menjaga tradisi keluarga. Atau aku belajar
kimia hanya karena aku ingin bekerja di pabrik dan berposisi sebagai analis di
laboratorium, karena kerjanya santai dan mudah namun akan mendapat gaji yang
tinggi. Atau aku di jurusan kimia hanya ingin mengejar gelar sarjana sains dan
tak memperdulikan khasanah keilmuan kimia apa yang dapat aku manfaatkan untuk
memperbaiki hidup dan mendekatkan diri pada tuhan.
Itu adalah kimia anda. Kimia yang
kita terima karena lingkunagn kita kimia, aku berada dikimia tak perlu berfikir
terlalu jauh masalah khasanah keilmuan, yang terpenting aku bisa bekerja, dan
dianggap pintar dan bergaji tinggi. Aku juga tak pernah berpikir kenapa aku
memilih kimia, karena aku hanya ikut-ikutan trand.
Ilmu sains sebenarnya adalah ilmu
yang tak mutlak, ilmu sains adalah ilmu yang sangat luwes dan terus berkembang
dari masa kemasa, apabila destilasi sampai saat ini adalah sebuah metode yang
masih dianggap baik dalam memisahkan zat-zat kimia, belum tentu metode ini akan
tetap bisa digunakan di masa depan. Sebagai seorang kimiawan kita harus
benar-benar memikirkan apakah kelemahan dan kelebihan metode destilasi,
sehingga kita bisa memodifikasi metode tersebut agar lebih baik dalam performa
memisahkan zat kimia, atau bahkan kita bisa membuat metode lain yang dapat
mengantikan destilasi.
Itu adalah kimia kita, kimia yang
mampu meneropong masa depan. Kimia yang menjadi trand seter, bukan hanya
follower. Kimia yang selalu bergerak ke situasi lebih baik dari sebelumnya, dan
mempertimbankan efektifitas sebuah ilmu kimia. Kimia yang tak ragu mengkritik
sebuah metode dan pengetahuan dahulu yang diangap sudah tak relevan dan
menciptakan sebuah metode dan penemuan-penemuan baru.
Dari contoh-contoh itu, kita
mencoba memahami idiom milik gus dur tersebut yang kita aplikasikan dalam
kimia. Yang apabila ditulis makna singkatnya, kurang lebih seperti ini:
Ku = sebuah kebenaran yang aku
percayai dan telah aku fikirkan bahwa pilihan dan pengetahuanku ini benar.
Anda = sebuah kegiatan yang hanya
ikut-ikutan, dan tak pernah memikirkan apa maksut dan kebenaran suatu
pengetahuan. Dan tak pernah terbesit bahwa kita perlu meneropong masa depan.
Kita = kegiatan meneropong masa
depan, dan mempersiapkan apa-apa saja yang sekiranya sudah harus diganti karena
telah tidak relevan dengan zaman, sehingga ilmu terus berkembang dan
bermunculan suatu yang baru dan bermanfaat.
Sehingga apabila kita telah
memahami makna sebenarnya dari idiom tersebut, gus dur mengharapkan kita
berfikir dalam posisi aku dan diaplikasikan dalam kita. Jangan sampai kita
terjebak di situasi anda, dan terlilit perkembangan zaman. Karena semua yang
ada didunia ini akan terus berkembang. Kita bertugas merelevankan pengetahuan
kita dengan zaman kita.
Pun dengan semuanya. Baik Islam kita,
kimia kita, kopi kita, sekolah kita, gus dur kita dan semuanya harus kita
elaborasi secara maksimal dalam teropong yang dibungkus kita.
Wallahu a’lam
Semoga kita bisa lebih baik, dan
terus belajar dari senior dan meneruskan perjuangaya. Kita berjuang didunia
kita, tak hanya berkutat di dunia anda, dan diawali dengan pemikiran di
duniaku.