- Back to Home »
- Embun »
- Refleksi Ramadan #2
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Selasa, 07 Mei 2019
[Sumber: ipapa.co.id] |
Sebenarnya ini
alibi untuk bisa bangun siang saja hehe, karena masa Gus Gur menjadi presiden dulu,
aku juga masih sangat kecil, aku tidak ingat gimana sebenarnya kondisinya bahkan
tidak perduli siapa presidennya. Serius. Meskipun aku emang sudah sejak kecil
sekali mendengar nama Gus Dur disebut di rumah. Tapi siapa si anak MI yang
sudah tertarik perpolitikan serta kebijakan elit negara?
Serius, dulu pas
aku masih MI, kita anak kecil main ya main saja, meskipun kita emang kenal ada
tokoh semacam Gus Dur, Megawati, Amin Rais dan Akbar Tanjung. Tapi kita gak
sampai membahas tokoh-tokoh itu di mushola sebelum solat magrib, apalagi sampai
tanya ke teman “TPS di sebelah rumahmu siapa yang menang?”. Tidak seperti yang
aku alami di magrib tangal 17 april kemarin, kenapa masih membahas perihal pemilu saat mau solat, kapan jedanya untuk bisa beristirahat dan merenung.
Semoga kita tidak
berlebihan dalam pemilu.
Hehe
Sehingga, selain
rasa tidak berlebihan dalam segala hal, kok rasanya kita dalam hidup ini perlu
jeda. Perlu merenung dan merefleksi diri.
Kalau ada istilah
yang mengatakan “salat setelah salam”. Jeda inilah yang aku rasa cukup mewakili
salah satu rukun solat, yakni tumaknina, dan sebenarnya bisa kita amalkan apa
itu yang dinamakan salat setelah salam.
Tumaknina ini
rukun lo, tidak hanya anjuran, artinya ada jeda sejenak dalam melangkah ke
tahapan selanjutnya dari setiap gerakan dalam salat.
Dan rasa-rasanya
emang dalam hidup kita perlu jeda, kita perlu merenunggu apa yang sudah kita
lakukan, mengevaluasi dan merencanakan apa yang akan kita hadapi berikutnya.
Dalam sehari kita
perlu jeda untuk menyongsong hari berikutnya, kita bisa isi dengan istirahat
tidur dan salat. Bukankah solat tahajud yang dilakukan di waktu terakhir tidur (sepertiga
malam terakhir) adalah saat untuk evaluasi dengan curhat-curhat ke Allah?
Dalam seimnggu
kita diberi jeda pada hari jumat. Kita dianjurkan banyak bersolawat pada waktu
itu. Kitapun bisa merenunggu selama seminggu ini telah melakukan apa dan perlu
memperbaiki hal apa saja.
Dan aku kira,
momen ramadan ini bisa juga menjadi momen jeda kita.
Yang paling
dhohir/kasat mata, kita memberikan jeda pada perut kita dari aktiftas ngiles
makan dan minum tanpa kontrol dan mungkin kadang-kadang dipenuhi syahwat, tidak
hanya makan karena butuh makan dari syawal sampai sya’ban. Gile, 11 bulan perut
kita bekerja habis-habisan.
Kita mengistirahatkan
mata dan mulut kita melakukan pekerjaan yang sia-sia.
Sampai kita
mengistirahatkan hati kita merasakan hal yang sebetulnya tidak dianjurkan
semisal iri dan dendam.
Dalam momen
ramadan ini kita berusaha sekuat tenaga selain menahan makan dan minum dari
terbit fajar sampai terbenam. Kita juga berusaha sekuat tenaha menjaga mulut
kita dari perkara membicarakan orang, mata kita melihat hal yang tidak baik,
telinga kita dari suara yang tidak baik, bahkan sampai hati kita merasakan
hal-hal yang tidak perlu.
Sehingga menarik
sekali ketika kita tidak hanya mengistirahatkan diri dan batin kita, tetapi
juga diwaktu yang sama melaksanakan evaluasi atas apa yang sudah kita lakukan
selama ini.
Dalam ngaji Ihya
Ulumudin bersama gus ulil episode ke 122, beliau memberikan keterangan dari
salah satu sufi bernama Khotim Alasom, bahwa orang beriman itu merenung
sementara orang munafik itu menghayal.
Kita bisa
membedakan merenung dan menghayal. Merenung bersumber pada sebuah tindakan yang
sudah dilakukan dan dievaluasi, tetapi menghayal hanyalah tindakan memikirkan
sesuatu tanpa kita melakukan apapun.
Setelah kita
berusaha selama 11 bulan, mari dibulan ini kita menjadi perenung yang peka.
Kalau 11 bulan
lalu tidak melakukan apa-apa ya berarti ....
~