Archive for September 2016

Masak Perjaka Mau di Luar Saja, Nanti "Itu" nya Kedinginan

Sumber: http://www.bijaks.net/

Lamongan, Duapuluh Sembilan September 2016

Dalam perjalanan Negara Kesatuan Republik Indonesia ada beberapa kali usaha kudeta pemerintah yang dilakukan, diantaranya ada yang sukses menjatuhkan rezim dan ada pula yang gagal. Dari sekian banyak hal tersebut tentu kita akan teringat pada dua kejadian besar sejarah republik ini. Yang pertama adalah saat September '65 dan kedua saat Mei '98. Namun selain dua kejadian ini, ada pula usaha kudeta atau pemberontakan pada pemerintah yang sempat terjadi.

Pada periode tahun antara 1958 sampai 1961 terjadi sebuah upaya pemberontakan yang dihimpun oleh Achmad Husain cs. dan Sjafruddin Prewiranegara cs. yang ingin menjatuhkan rezim Soekarno dengan upaya membentuk republik tandingan. Republik tandingan tersebut diberinya nama Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Pada pidato Soekarno dalam rapat Pancasila di Bandung 16 Maret 1958, beliau menyebutkan bahwa cara yang digunakan oleh Achmad Husain cs. dan Sjafruddin Prewiranegara cs. tidaklah baik, dikarenakan dilakukan disuatu negara demokrasi. Perbuatan yang dilakukannya adalah suatu bentuk penghianatan luar biasa pada Proklamasi 1945 dan Pancasila. Kemudian beliau menambahkan bahwa apabila ada yang tidak suka dengan proses berjalannya pemerintahan, silakan saja bergabung dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan membuat mosi tidak percaya pada pemerintah, itu lebih etis dilakukan di negara demokrasi semacam Indonesia.

Belajar dari kisah di atas dapat kita tarik sebuah makna bahwa dalam melakukan sebuah upaya pembenaran sistem harus dilakukan secara holistik. Dalam membuat perubahan yang masif tak dapat dilakukan secara parsial. Perjuangan yang dilakukan harus luar dalam. Menghimpun kekuatan yang luar biasa di luar dan merangsek menusuk sistem dengan masuk ke dalam jajaran agar memiliki peran dalam menentukan kebijakan.

Dalam sebuah perjuangan yang hanya dilakukan lewat luar yang terjadi bisa-bisa hanya berbuah kerusuhan. Dan saat perjuangan yang dilakukan hanya lewat dalam tentu akan tumpul tanpa dukungan masyarakat luas.

Namun penulis sedikit ngeri melihat keadaan Indonesia saat ini, apakah keutuhan negeri ini bisa bertahan?

Ini terjadi karena telah banyak sekali organisasi di negeri ini yang melakukan aksi membentuk pemimpin tandingan atas pemimpin resmi. Sebut saja contoh yang paling mudah adalah partai. Sudah berapa kali kita semua di suguhi perpecahan partai sampai ada dualisme kepemimpinan.

Yang membuat ngeri adalah karena ucapan Soekarno yang menyebutkan bahwa kalau tidak suka dengan pemerintah silakan masuk di Dewan Perwakilan Rakyat. Lalu apakah tidak mungkin virus dualisme kepemimpinan yang dilakukan partai akan dicoba untuk diterapkan dalam suatu pemerintahan Pusat Republik Indonesia, toh mereka yang terpecah belah di partai juga menjadi bagian pemerintahan Indonesia?.

Semisal saat pemilu presiden ada pihak yang menang dan ada pihak yang kalah. Dan karena proses pemilu kita saat ini yang begitu njelimet dan banyak sekali manuver serta manipulasi, pihak yang dinyatakan kalah oleh KPU namun di nyatakan menang oleh quickqount mencoba melakukan sebuah usaha membuat pemerintah tandingan.

Apalagi saat ada partai yang memiliki dualisme kepemimpinan dan sama-sama memiliki calon yang ditandingkan saat pemilu, tentu keadaan akan semakin genting.

Dan ujung-ujungnya kedaulatan NKRI akan terancam karena tidak memiliki satu dari tiga syarat negara berdiri yakni pemerintahan pusat.

Tidak ada kapal yang berjalan stabil dan baik saat ada dua nahkoda.

---

Lantas saat ini kita sebagai generasi muda yang sadar dan berharap Indonesia selalu utuh apakah masih saja mau berada di sisi luar pemerintah dengan terus saja berdoa agar sistem berubah tetapi tidak ada usaha dari dalam untuk mengubah sistem?

Kalau di negeri ini di kuasai oleh orang-orang yang suka menjual negerinya sendiri sementara kita yang beranggotakan banyak orang tetapi belum berani berbicara mau sampai kita akan terus bungkam?

Saat ada teriakan pun itu hanya dari luar pagar!

Kenapa tidak kita mencoba masuk dan mengalahkan mereka semua yang ingin memecah belak dan memakan kekayaan negeri ini sendiri dengan menyampaikan suara mayoritas yang diam selama ini di gedung pemerintahan? Mau sampai kapan kita akan terus pobia masuk jajaran perumus sistem?

Atau kita akan terus memilih santai di rumah dengan selalu berucap Alhamdulillah masih bisa ngudut ngopi, tapi di hati berucap Innalillah karena tikus berdasi berlarian kesana-kemari.

Wallahu A’lam

Tulisan ini akan penulis tutup dengan sebuah pengingat dari Paulo Coelho dalam novel The AlChemist “Setiap orang di dunia ini, apa pun pekerjaannya, memainkan peran penting dalam sejarah dunia. Dan biasanya orang itu sendiri tidak menyadarinya”. Jalan hidup yang kita pilih baik menghimpun kekuatan luar biasa besar dari luar atau merangsek masuk menusuk sistem akan memberikan hasil saat kita mau bersama-sama berjuang dan mau berdiri di atas kakinya sendiri.
Kamis, 29 September 2016
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Pening


Sumber: http://health.liputan6.com/read/616973/ragam-cara-orang-sembuhkan-patah-hati

---
05.39
Haloo
05.45
Halo halo
05.48
Tadi malam ninggal tidur lagi ya :D
06.02
Mas itu yang ketiduran dulu
06.12
Lo iyo ta? Bukane adek seng tidur dulu
06.14
Endak yo, tadi malem mas yang tidur dulu
06.16
Hehe,, iya iya maaf
---

Selagi menunggu jawaban pesan dari adek (-adekan). Aku menyempatkan membuat personal massage yang tak ada maknanya, sungguh-sungguh hanya membuat. “+62 - proletariat” di aplikasi chating BBM.

Beberapa menit setelah itu, dan adek masih belum membalas pesan, ada pesan baru dari adek (-adikan) yang lain.

---
06.36
Apa itu proletariat mas?
06. 42
Itu semacam lapisan sosial yang paling rendah, cari saja di KBBI lak ada dek.
06.50
Owalah iya mas, kalau ketemu kata-kata aneh begitu, bawaannya jadi kepo, hehe
Bagi-bagi ilmu dong mas
06.55
Ya kalau ada yang bisa di bagi, pasti saya bagi dek.
---

Di saat chating dengan adek yang kedua berlangsung, adek pertama membalas.

---
07.06
Mas gak ngerasa ada yang aneh gitu? Cuek terus
07.10
Lo siapa yang cuek dek? Adek yang cuek atau aku yang cuek?
---

“Mungkin ini lantaran kemarin aku sibuk dengan bukuku yang sedang kubaca dan tadi malam ketiduran” Gumamku
Hening beberapa saat, lalu terdengar suara teriakan jauh dari belakang rumah
“Gerard... Gerard...” dari belakang rumah Ayah memanggil. Sambil berjalan menghampiriku di kursi  ruang tengah rumah
Enggeh pak” sahutku sambil menenteng hape dan sesekali melihatnya
“hari ini jadi service sepeda kan?”
“iya pak, sepeda motore mulai gak enak di kendarai” jawabku sambil meletakkan hape di meja. “Belum jatuh tempo buat service aslinya pak, tapi sepedae terlalu sering digunakan perjalanan jauh. Kemarin saja sudah 3 kali keluar kota, jadi bener-bener gak enak”
“walah begitu, yasudah nanti nang di service” sahut bapak. “la mau berangkat jam berapa?”
“nanti jam setengah 9 saja pak”
“iya, jangan siang-siang. Entar kalau kesiangan antre panjang dan panas”
“iya pak”

Bapak pergi ke belakang lagi dan aku masih duduk di kursi tengah rumah sambil mengambil hape kambali. Kulihati lagi hapeku, memastikan apakah sudah ada pesan dari adek lagi atau tidak. Saat seperti ini aku mulai kacau. Memang sulit ketika menjalin hubungan dengan orang. Yang sulit adalah menjaga hatinya, meskipun bukan tak mungkin kita bisa sukses menjaga hati orang.

Yang memberikan tantangan adalah aku tak tahu dan hanya menerka kesalahanku apa untuk saat ini. Aku tidak mengetahui letak salahku di mana, sehingga sering-sering minta maaf (termasuk untuk kesalahan yang tak kita sadari) dan ngalah kadang kala menjadi solusi agar tetap bisa menjaga hati pasangan.

Kuletakan hape di meja, kujejerkan dengan cangkir kopi yang sudah paripurna aku minum dan aku melangkah ke belakang rumah untuk sarapan dan mandi.

***

“jod jodi, ayo ikut service!” seruku dari kejauhan pada adek kandungku yang masih malas-malasan di kamar
“endak wes mas, mesti lama nunggu-e, lagi gak ada paketan juga, nanti bosen di sana” jawab adekku enteng
“walah yawes kalo begitu”.
Karena Jodi tak mau di ajak, aku putuskan membawa bukuku yang kemarin aku baca untuk teman saat menunggu motor di service.

Kunyalakan motor dan berangkat ke bengkel. Waktu perjalanan dari rumah sampai bengkel menempuh waktu kurang lebih 15 menit.

Setelah sampai di bengkel, segera kuhampiri mbak-mbak penjaga dan pencatat keluhan-keluhan motor saat akan di service. Setelah itu aku duduk di kursi ruang tunggu.

Ruang tunggu ini berhadapan langsung dengan ruangan montir-montir menservice sepeda, sehingga dengan jelas kita bisa melihat apa yang mereka kerjakan. Hanya sekat kaca bening, mungkin, agar tidak terlalu bising kalau kita di ruangan ini. ruangan ini hanya berisi 3 kursi panjang, semi-semi mirip kursi di warung kopi, tetapi di lapisi spon. Majalah-majalah otomotif dan air minum. Tak ada teve atau kipas.

Kursi di ruang tunggu ini ada 3 buah, berjajar menghadap ruang montir bekerja, seperti memang di setting untuk siapa saja yang duduk di sini agar melihati montir-montir itu bekerja. Dan saat ini di ruangan hanya ada 3 orang termasuk aku, dan kami menempati satu kursi masing-masing orang.
Kuambil hape dan terdapat satu pesan dari adek (-adekan) yang pertama

---
09.02
Aku kuliah dulu mas
---

Hanya itu jawaban yang Ia berikan. Sepertinya Ia cukup marah dengan kecuekanku, yang aku sendiri tak tahu sisi cuekku di mana.

Aku segera mengambil buku yang aku bawa, kubaca kurang lebih sejam, sampai tak terasa motorku sudah akan selesai di garap montir-montir handal bengkel ini.

Di saat akan kumasukkan buku ke tas, datang bapak-bapak yang usianya mungkin 40 mendekati 50 tahun duduk persis di sampingku.
“dari desa mana dek?” sapanya memulai pembicaraan
“dari desa Sumber Rejo Timur pak” spontan aku menjawab
Baru sampai di percakapan itu, aku di panggil mbak-mbak pencatat keluhan motor
“mas Gerard, silahkan motornya sudah”
“iya mbak” jawabku sembari aku melangkah mendekati mbak-mbak pencatat keluhan motor. “habis berapa mbak?”
“90 ribu mas”
Selesai kubayar ongkos servis, aku menghampiri bapak tadi untuk pamit.
“pak aku pulang dulu ya”
“iya dek”. “tadi dari desa Sumber rejo Timur ya?” bapak tadi bertanya kembali memastikan
“iya pak” sergapku
“kenal bapak Subehan?”
“beliau satu gang dengan saya pak”
“kalau begitu salam ya, dari Agus desa Degilan”
“Iya pak” spontan aku menjawab, dan aku beranjak pergi

***

Di atas motor aku memukul-mukul kepala sendiri
“Bodoh-bodoh, kenapa aku iyakan. Sama bapak Subehan saja aku sudah lupa kapan terakhir aku bertemu -ini karena aku ngekost, jadi jarang di rumah-, bapaknya sedang sibuk apa aku tak tahu, apakah dia masih mengajar di SD harum namanya atau sudah pindah aku juga tak tahu. Bodoh-bodoh” gumamku dan aku mulai kacau (lagi). “ini sudah kadung jadi amanah, dan bagaimana kalau tidak aku sampaikan salam ini? nanti sore sudah harus kembali ke kost, apakah aku pasrah saja besok di akhirat digebuki malaikat lantaran tak menyampaikan amanah dari pak Agus dan tinggal bilang saja ke malaikat “maaf malaikat saya keceplosan””

Dengan kepala semakin pening aku tetap melaju ke rumah.
Rabu, 28 September 2016
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Aku Mau Kurban Seribu Lembu dan Tahun Depan Jadi Haji Mabrur

Lamongan, Empat belas September 2016

“Hai mas, baru pulang ngopi” seru tetanggaku yang berjenggot ini padaku dan temanku yang sedang berjalan pulang dari warung kopi.
“iya mas, sampean mau ke mana?” jawabku seadanya.
“mau pulang mas, barusan dari toko beli sabun cuci” sambil menunjukkan barang yang baru Ia beli. “sampean tiap hari ngopi ya mas, pasti juga sambil ngerokok”
“iya mas, nyambung silaturahmi saja sama yang lain, enaknya ngobrol di warung kopi”
“seharian gitu, kopi sama rokoknya bisa habis berapa ribu mas?”
“ya kalo rokok bisa habis 15.000 satu bungkus, kopi 10.000 buat berdua” jawabku lagi-lagi seadanya.
“wah lumayan banyak ya mas, totalnya 25.000” jawabnya dengan pelan-pelan sambil menghitung sesuatu yang aku tak tahu dan hening cukup lama. “jadi setahun bisa habis kurang lebih 9.000.000 lebih ya mas?!”
“iya mungkin mas, gak pernah ngitung gituan” firasatku sudah mulai tampak nyata, Ia mau menyindir pengeluaranku per tahunku untuk ngopi.
“besok Idul adha sampean Kurban mas?” tanyanya dengan wajah berbinar seakan jadi juara olimpiade matematika tingkat nasional.
“Endak mas, belum bisa kurban” aku sudah merasa terpojok.
“Lo kenapa mas? Sampean sanggup beli kopi 9.000.000 masak buat kurban saja tak sanggup. Mbok ya di tabung buat simpanan akhirat” mulai berceramahlah dia. “sampean tahu mas, darah, bulu dan daging kurban semuanya bisa jadi tambahan amal kita. Per bulu bisa menghapus kesalahan, meningkatkan derajat dan masih banyak yang lain”
“wah sampean kok ngerti banyak hal mas” sahut temanku yang dari tadi diam dan nampaknya mulai tak enak terus-terusan di sindir.
“ah endak mas, sedikit saja, barusan baca di media online
“sampean ngopi mas?”
“endak mas, tak suka”
“sampean ngerokok?”
“saya tak kuat sama asap rokok mas”
“sampean kurban tahun ini?”
“emmm. Anu mas... Belum kuat beli kambing mas”
“La uang 9 juta sampean yang gak di pakek ngopi sama rokok di kemanain mas?!”
“emm, gini mas.. Anu.. yang itu ya.. ini lo mas.. buat tambahan masak istri”
Dan kita semua berlalu...

Sumber: http://saharalaptop.blogspot.co.id/

Dari percakapan klise di atas antara mereka yang sering kali memahami suatu text dengan pendekatan linier dan mereka yang ceplas-ceplos dapat bebas kita pahami. Mau kita pahami dengan mengkambing hitamkan pria berjenggot itu ya monggo, mau di pahami dengan menyalahkan mereka yang suka ngopi ya monggo, mau di pahami bahwa urusan rizeki sudah ada jalan dan aturan dari Tuhan ya monggo.

Nyatanya hal-hal semacam ini banyak sekali kita temui di masyarakat. Meskipun kita akan menemui jenis orang yang lain dari 3 orang dalam percakapan di atas, semisal kita menemui orang yang tak suka kopi dan dia tahun ini kurban satu kambing, apakah kita bisa serta merta menyalahkan siapapun yang tak kurban dan hanya menghabiskan uangnya di meja kopi? Tentu tidak pula.

Apakah kita yang kurban sapi 100.000.000 lebih mulia dari yang kurban sapi 20.000.000? apakah kita yang kurban sapi 20.000.000 lebih mulia dari yang kurban kambing 3.000.000? dan apakah yang kurban kambing 3.000.000 bisa serta merta lebih mulia dari yang belum sempat kurban?

Apakah kurban tergantung harga, jumlah dan besar ukuran hewan?. Atau ada hal lain yang lebih menentukan kualitas kurban kita.

Tentu kita -yang sudah baca berita online dan sempat ngaji- tahu bahwa kurban ini di lakukan untuk menghormati peristiwa suci yang di alami nabi Ibrahim. Beliau yang tak segan kurban beribu-ribu ekor hewan tiap tahun, bahkan sampai  malaikat pun kagum atas kedermawanannya.

Sampai suatu ketika beliau bernadzar “jangankan hewan, kalau aku punya anak, aku akan mengkurbankannya untuk Allah”. Dan suatu ketika saat nabi Ibrahim benar-benar memiliki anak, beliau di ingatkan Allah lewat mimpinya “Ibrahim, laksanakanlah nadzarmu”. Dan mimpi itu terjadi berulang-ulang menjelang tanggal 10 Dzulhijah sampai akhirnya dengan penuh ketakwaan, berkurbanlah nabi Ibrahim.

Sehingga tentu ukuran kurban bukanlah terletak pada jumlah dan harga, tetapi pada keihlasan dan ketakwaan kita pada yang maha memberi rizki.

---
Sumber: http://www.kabarmakkah.com/

Saat ini pula ada sebagian saudara kita yang sedang dipanggil Allah untuk berkunjung ke tanah suci. Dan yang pasti diinginkan para jamaah haji adalah menjadi haji yang mabrur. Pertanyaannya sama, apakah mereka yang akan menjadi haji mabrur adalah mereka yang bisa mencium kabah? Atau yang dapat mencium hajar aswad? Atau yang dapat salat di hijir ismail? Atau mereka yang dapat salat di raudhoh? Atau mereka yang semangat sekali berlari sai? Atau mereka yang sampai menangis darah saat wukuf? Atau mereka yang botak usai tahalul? Atau mereka yang sampai di barisan paling depan saat melempar jumroh? atau mereka yang hajinya di undang raja Salman?

Ini bukan ukuran. Haji adalah ibadah yang mengajari kita untuk selalu berlaku sosial lebih baik. Orang yang berhaji selalu diniati mencari ridho Allah, dan misal saat mencium hajar aswad karena saking ramainya lokasi Masjidil Haram, untuk siapa saja yang ingin mencium hajar aswad harus menerobos dan mendesak sesama saudaranya bahkan hampir melukai, apakah proses saling melukai ini yang di inginkan saat haji?

Kita harus berhati-hati antara kita mencari ridho Allah atau menuruti nafsu untuk mencium hajar aswad.

Karena tanda mabrur hanya membaiknya laku.

Wallahu A’lam

Semoga kita bisa belajar dengan lebih elegan.


Serta sengaja penulis baru merampungkan tulisan ini di tanggal 12 Dzulkhijah agar semangat kita untuk bincang kurban tak usai di tanggal 10 dan keesokan harinya sudah lupa dengan indahnya berkurban, mencari ridho, ihlas dan takwa.
Rabu, 14 September 2016
Posted by bakhruthohir.blogspot.co.id
Tag :

Popular Post

Tengok Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Top Stories

About

- Copyright © Tigabelas! -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -