Archive for Januari 2016
Integrasi (antara jalan islami atau hanya produk kolonial belanda di Indonesia)
Malang, tiga puluh satu Januari 2016
Selamat petang Indonesia.. penulis ucapkan pula, selamat hari
ulang tahun yang ke 90 untuk Nahdhotul Ulama’. Semoga semakin mengukuhkan Islam
nusantara sebagai penjaga aset bangsa.
Di temani hujan di petang ini, penulis merasa kangen sekali
berbagi keresahan dan pengalaman penulis. Karena memang terhitung sudah cukup
lama penulis tak mencorat-coret dinding blog pribadi. Kali ini penulis akan
membagi pengetahuan penulis yang barang kali ada sebagian teman-teman yang
tertarik ingin mendiskusikan ulang dan berulang agar kita semua paham budaya
kita, budaya nenek moyang kita, budaya Indonesia.
Kali ini penulis akan membagi seputar pendidikan. Pendidikan ilmu
agama atau pendidikan ilmu umum.
Integrasi adalah sebuah kata yang sangat umum di sebut di
kampus tempat penulis menunut ilmu dalam jenjang strata 1. Hampir semua jurusan
dalam kampus ini membahas integrasi dalam mata kuliahnya.
Lantas apakah integrasi ini benar-benar ada atau hanya di
ada-adakan?
Awal mula muncul integrasi mungkin diawali dengan anggapan
bahwa terdapat berbedaan antara ilmu agama (dalam hal ini agama Islam) dengan
ilmu umum (semacam psikologi, kimia, matematika, dst.). sehingga kita mencari
jalan persamaan antara keduanya.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia integrasi diartikan dengan
makna pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat. Apabila dilihat
dari perspektif ini, sehingga dari kedua hal yang ingin di integrasikan mesti
memiliki sesuatu yang berbeda, dan dari sesuatu yang berbeda ini dicari jalan
yang dapat membuatnya menjadi kesatuan yang utuh. Sehingga pertanyaan
selanjutnya, apakah ilmu kimia, ilmu psikologi, ilmu pendidikan dst. tidak
beragama sehingga harus di integrasikan dengan agama (Islam)?
---
Mengutip dari pendapat KH. Ahmad Musthofa Bisri (Gus Mus)
yang sempat disampaikan dalam kuliah perdana di fakultas kehutanan UGM. Beliau mengatakan
bahwa dikotomi pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum adalah karya kolonial
belanda. Sehingga beliau cukup menyayangkan pada kondisi kita saat ini. Kita yang
sudah selama ini merdeka dari jajahan belanda -fisiknya- nyatanya masih
terjajah oleh belanda dalam segi pemikirannya. Bahkan sampai tahapan sendi
kehidupan kita semua masih sangat di pengaruhi pemikiran belanda ini.
Tak jarang kita temukan bahwa orang-orang alumni lembaga
pendidikan berbasis agama selalu di sangkut-pautkan hanya dengan urusan akhirat.
Pun begitu sebaliknya, orang-orang yang alumni pendidikan umum seakan-akan tak
mengerti sama sekali urusan akhirat. Padahal pandangan seperti ini tak tepat menurut
Gus Mus. Beliau mengatakan, menurut islam ilmu itu hanya ada satu yakni fardhu.
Sehingga kalau fardhu semua orang wajib belajar ilmu. Setelah dari fardhu
tersebut baru di pisah menjadi dua. Yakni fardhu ain dan fardhu kifayah. Ilmu fardhu
ain adalah ilmu tentang Tuhan. Sehingga semua orang wajib mempelajari Tuhan dan
mengenal Tuhannya masing-masing. Sementara selebihnya dari sana adalah ilmu
fardhu khifayah.
Menurut penulis, pandangan Islam tentang ilmu yang
disampaikan Gus Mus ini lebih menarik dari pada dikotomi belanda sampai
melahirkan integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan yang lain.
Bangsa ini memang harus benar-benar mengadakan revolusi mental,
dari dikotomi belanda yang telah mengkutup-kutupkan antara ilmu agama dan ilmu
umum. Karena hal ini telah menancap di seluruh elemen kehidupan kita. Karena bangsa
ini telah banyak orang terpelajar namun sedikit orang terdidik. Banyak orang
yang pintar namun memiliki atitud yang jelek karena efek pemisahan ilmu
agama dan ilmu umum.
Orang-orang beranggapan bahwa ketika dirinya belajar ilmu
umum (semisal psikologi) dia tak berkewajiban menyentuh nilai-nilai agama
seperti mendoakan dan taat pada guru. Hal seperti ini yang di anggap kurang
tepat. Karena dalam belajar mencari ilmu harus selalu berbarengan antara
pendidikan dan pengajaran.
Siswa tak hanya diajari bagaimana menyelesaikan masalah di
keilmuannya saja, namun juga dididik untuk memperbaiki perilakunya. Guru pun
demikian, guru umum tak ubahnya seperti ustad di pondok-pondok. Dekan atau rektor
tak ubahnya seperti kiai di pondok-pondok. Tugasnya tak hanya menyampaikan
ilmunya, namun juga mendidik dan mendoakan semua murid, mahasiswa, dan
santri-santrinya.
Sehingga dari sana kita tak akan terbelenggu dalam pemikiran
integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan umum. Karena memang semuanya itu
sama. Bukan sesuatu yang berbeda dan harus di cari jalan yang dapat
menghubungkan antara keduanya.
---
Apabila hal ini dapat dipahami oleh semua elemen pendidikan. Murid
akan tetap taat pada guru. Dan guru akan mengajari, mendidik dan mendoakan
muridnya. Tak ada lagi anggapan bahwa dosen jurusan kimia tak wajib mendoakan
mahasiswanya.
Kita juga harus ingat satu hal, bahwa pendidikan paling baik
adalah dengan menjadi suri tauladan yang baik, seperti yang telah di contohkan
Rasulullah SAW dalam mendidik semua sahabatnya. Contoh kongkret adalah
pendidikan yang paling baik dan mudah
diterima oleh murid. Sehingga dosen-dosen harus berperilaku baik dan memberikan
atitud yang baik untuk dapat dilihat mahasiswanya. Sehingga dari sana
akan terlihat sebuah gambaran pendidikan yang bernuansa nusantara.
Wallahu A’lam
Kita semua dapat memilih jalan pendidikan kita masing-masing.
Karena adanya integrasi juga tak dapat kita salahkan keberadaannya. Tetap integrasi
adalah pengetahuan yang wajib kita syukuri keberadaannya. Dan mari kita semua
tetap dalam koridor Tuhan. Amin.
Spekulasi menjadi-jadi
Malang, Empat belas Januari 2016
Selamat siang Indonesia, hari ini panas. Panas sekali karena
berita yang sedang simpang siur di media yang memberitakan adanya serangan
teror di Jakarta.
Setidaknya ada hampir 4 netizen yang terbelah dari tragedi
ini.
Yang Pertama adalah mereka yang membuat gerakan hastag di
sosial media untuk mendukung dan bersimpati pada korban tragedi ini. Hastag yang
ramai digunakan semacam #PrayForJakarta . Trand hastag dan doa melalui hastag (#PrayFor....)
memang sedang boming di seluruh
permukaan dunia. Apa-apa yang membuat kita bersimpati di barengi dengan
beredarnya hastag tersebut di media sosial.
Ya ini memang bukan perilaku yang keliru, karena penulis
yakin masih ada di antara jutaan netizen itu yang tulus berdoa sebelum membuat
hastag itu. Lagian juga sekarang adalah masa teknologi, sehingga sah-sah saja
orang melakukan tindakan ini.
Tragedi bom kali ini cukup memikat karena ada sebagian
netizen yang tergolong di golongan kedua. Yakni golongan yang jangan menggunakan
hastag -#PrayForJakarta-. Nampaknya di golongan kedua ini menggunakan
pendekatan ekonomi dalam menyikapi tragedi ini, karena kampanye yang mereka brodcast-kan
ke berbagai media sosial adalah No PrayForJakarta, karena apabila semua orang
menggunakan hastag tersebut akan menjadi tanding topik dunia, lalu investor
cemas sehingga direct invest flow ditarik lalu uang beredar naik saving
turun, suku bunga naik, kredit bayar gagal, rupiah melemah, inflasi dan krisis.
Dari sini secara tidak sadar kita sudah terbelah. Karena golongan satu pasti
tak suka apabila gerakan kemanusiaan mereka dihalangi hanya karena uang oleh
kelompok dua.
Kita lanjutkan terlebih dahulu ke kelompok yang ketiga. Hem,,
entah apa yang menjadi pola pikir kelompok yang ketiga ini. Karena ada sebagian
netizen yang membuat twit atau status “Jakarta baru di bom sudah bertebaran
hastag #PrayForJakarta, Gaza tiap hari di bom kok hening”. Ya tapi biarlah
orang-orang berspekulasi, namanya juga demokrasi. Kali saja pas seperti ini
suara mereka bisa terdengar netizen yang lain, dan yang mereka resahkan bisa di
perhatikan orang lain.
Golongan yang ke empat adalah netizen yang mengatakan aksi
terorisme ini hanya aksi pengalihan isu. Karena hari ini adalah hari terakhir
Freeport Indonesia menawar saham. Dan pengalihan isu-isu yang lain. Ya kalau
memang di lihat dari kaca mata analisis framing, pembuatan berita juga dapat
digunakan untuk mengalihkan perhatian masyarakat, agar isu lain saja yang lebih
di exspos masyarakat.
---
Serangkaian ini membuat hari ini Indonesia benar-benar ramai
dengan spekulasi. Banyak sekali orang-orang yang menjadi hakim dan detektif
dadakan. Karena banyak sekali yang mulai mengutuk orang lain bersalah dan
membuat spekulasi sesuai pendekatan mereka masing-masing.
Teringat pada sebuah adagium yang dibuat Rendra. Kalau jiwa manusia Indonesia seperti rumput kering. Terpercik
api sedikit selahan bisa terbakar. Sungguh terasa begitu banyak orang-orang
menjadi bersemangat menyebarkan update berita pada sesama dan mengklaim
berita dari pandangannya yang benar.
Salah satu yang tersiar saat ini adalah berita, jangan forward
atau re-forward gambar dan informasi, karena itu bisa menjadi materi
viral teroris sebagai tolak ukur keberhasilan teror. Karena teror adalah
melukai satu orang untuk menanamkan ketakutan pada sejuta orang. Ada pula
gerakan yang mengatakan “Kami Tidak Takut”. Ya kalangan yang ini nampaknya
sadar betul bahwa teroris bisa dikalahkan apabila mereka tidak berhasil
menakut-nakuti masyarakat.
Namun apapun yang sudah diberitakan hari ini, mari kita awali
terlebih dahulu dengan mendoakan saudara kita yang menjadi korban teror itu dan
mendoakan aparat agar segera bisa meringkus pelaku teroris. Indonesia damai
bersama kita, mari rapatkan barisan seraya berdoa dan tidak takut pada mereka
yang menebar kekacauan. Mari kembali belajar untuk tidak menjadi generasi yang berjiwa
rumput kering, mari mengkonsumsi berita dengan lebih bijaksana dan tidak
bertingkah gegabah.
Wallahu A’lam
Semoga Indonesia selalu di berkahi Tuhan yang maha esa, dan
mari melanjutkan aktivitas masing-masing.
Buat apa Beribadah? emang ada manfaatnya!!!
Malang, sembilan Januari 2016
Selamat sore Indonesia, langit ini masih saja mendung dan
terdengar kabar bahwa di seberang kota sana sudah turun hujan, namun langit
Malang ini masih terjaga untuk tidak menitihkan air dari kumpulan awan-awan
hitamnya.
Pengaman seseorang sering kali linier dengan pengetahuan dan
kemantapan ilmunya. Penulis sadari ini ketika membaca karya-karya besar dari
orang-orang hebat seperti Gus Mus dan Gus Dur. Apabila beliau-beliau ini
menulis bisa berdasar pada pengalaman pertemuan dengan orang-orang besar lain
dari luar negeri atau dari pengalaman mengisi seminar. Namun apalah daya
penulis yang masih amatiran dan dengan bekal pengetahuan yang pas-pasan, ingin
sekedar membagi pengalaman kecil penulis, pengalaman saat berwudhu. Ya memang
penulis sadari bahwa tulisan kali ini berawal dari sesuatu yang terbesit
dikepala penulis saat melaksanakan wudhu dan hendak mengerjakan solat 5 waktu.
Saat itu masih pagi sekali, banyak dari teman-teman
sekontrakkan juga masih terlelap dalam mimpi. Penulis bangun untuk melaksanakan
salat subuh. Saat di kamar mandi dan mengambil air wudhu penulis teringat pada sebuah ceramah yang diberikan
di sebuah mesjid di kantor Mabes Polri saat penulis PKL di sana. Ceramah yang
sampaikan oleh seorang dai kondang mualaf berasal dari Surabaya itu menjelaskan
tentang toharoh -bersuci- dan menghususkan pembahasan pada bab wudhu. Pada inti
pembahasan, dai kondang itu ingin menganjurkan pada semua jamaah untuk
menyempurnakan gerakan wudhu. Sehingga wundu lebih lengkap dan benar-benar
terbasuh semua bagian yang wajib di basuh saat wudhu. Di bagian akhir ceramah
dai kondang ini nampaknya ingin memasukkan integrasi antara Sains dan Islam
dengan menunjukkan beberapa hasil penelitian temannya dari jepang tentang
manfaat wudhu perspektif sains.
Dai kondang itu mengatakan bahwa saat kita berwudhu, air yang
digunakan akan menggandung ion-ion yang berguna untuk tubuh, sehingga apabila
lengkap melakukan wudhu, tubuh akan lebih sehat. Beliau juga mengatakan bahwa
dengan wudhu kita lebih terjaga dari penyakit pilek, kutu air dan stres. Ini
dikarenakan air yang di masukan ke hidung saat wudhu bisa mencegah virus
influenza, air yang dibasuh di sela-sela kaki membuah kaki terhindar dari kutu
air dan membasuh kepala saat wudhu membuah kepala lebih relax dan jauh
dari stres.
Setelah mengambil air wudhu, penulis lanjut mengerjakan salat
subuh dan setelah salat subuh penulis kembali teringat bahwa solat juga ada
mafaatnya untuk kesehatan. Ada yang mengatakan bahwa saat kita bersujud, posisi
otak berada lebih rendah dari jantung, sehingga otak lebih teraliri darah lebih
banyak, sehingga otak bisa lebih pintar dan tidak mudah pelupa. Sedikit itu
yang teringat dari manfaat melakukan solat perspektif kesehatan.
---
Penulis teringat pada sebuah analogi dari Gus Mus, beliau
mengatakan bahwa beragama itu seperti sekolah, sehingga memang ada tingkatan
orang beragama. Orang yang sudah kelas atas akan lebih mantap pengetahuannya
tentang Islam dan lebih tenang menghadapi masalah. Analogi ini beliau gunakan
dalam menanggapi suatu masalah konflik yang mengatas namakan agama. Lalu apakah
analogi ini dapat kita gunakan untuk membahas manfaat kesehatan dalam
beribadah?
Kalau memang bisa di masukan, akan di masukan dalam pelajaran
setingkat apa? Islam kelas dasar? Islam kelas menengah? Atau Islam kelas atas?
Semisal manfaat beribadah kita masukan dalam pelajaran Islam
kelas dasar, dan digunakan sebagai motivasi beribadah, apakah itu benar-benar
tepat?
Semisal kita berada dalam posisi orang awam yang baru masuk
dan baru belajar Islam. Kita diberikan motivasi oleh pembimbing agama kita
bahwa dengan beribadah kita bisa lebih sehat. Dengan salat subuh rutin kita
bisa lebih bugar karena itu sama saja dengan senam kecil di pagi hari. Setelah
setahun beragama Islam dhilalah Allah memberikan kita sakit lumpuh,
siapa yang akan kita salahkan? Padahal di awal dikatakan salat bisa membuat
sehat, ini kok malah sakit? Apakah Allah berbohong?
Semisal yang lain. Saat kita selesai melaksanakan solat isya’
dengan gerakan wudhu dan solat yang tepat. Lalu setelah itu kita mendapat
musibah bertubi-tubi. Namun kita dapat tenang, dan kita berpendapat bahwa
ketenangan ini didapat dari efek ion-ion air wudhu yang sudah mengguyur kepala kita.
Pengetahuan ini apakah tidak membuat kita malah menuhankan wudhu, bukan lagi
menuhankan Allah?
Sehingga nampaknya kok kurang cocok memasukkan pelajaran ini
untuk Islam kelas bawah. Lalu apakah pelajaran ini akan cocok ketika di masukan
dalam tingkatan Islam kelas tengah atau tinggi? Kok nampaknya juga tak begitu
cocok. Orang sudah berpengetahuan cukup tentang Islam dan mengetahui tentang Islam,
Iman dan Ihsan apakah masih perlu motivasi-motivasi seperti ini. Sehingga dari
sana penulis sependapat dengan pendapat Qurais Shihab yang mengatakan bahwa
tidak ada hubunganya antara ajaran Islam dengan integrasi sains-islam.
Integrasi saing-islam adalah rahmat dari Tuhan, dan cukup
menjadi pengetahuan saja. Apakah kita sehat hanya karena kita solat setiap hari
dan wudhu dengan tepat, nampaknya salat tak seremeh itu. Karena salat adalah
ibadah, tak dapat kita samakan menjadi sebuah terapi kesehatan.
Memang Islam klinik kesehatan? Kok semua ibadahnya ada
manfaat kesehatannya. Cukup kita imani saja apa yang kita terima sebagai
perintah dari Allah.
Iman juga bertempat tidak hanya di satu tempat. Iman adalah
percaya kita di hati, ucapan dan perbuatan. Tak perlu ada bukti saintis agar
kita bisa yakin pada Allah, karena adanya kita di sini juga karena Allah.
Yang penulis takutkan adalah saat kita beribadah selalu
dengan niatan mencari bonus, betapa serakahnya kita sebagai manusia? Kita salat
dhuha agar kaya, kita salat rawatib agar ada tambahan amal, kita beribadah agar
sehat, dan bonus-bonus lain yang kita kejar kok kedengarannya membuat kita
semakin tak punya tata krama sebagai hambanya Allah. Apa-apa mintak bonus.
Kalau di perintah ya dilakukan kalau di larang yang di jauhi perkaranya,
bukankah itu hakikat kita bertaqwa kepada Allah.
Lalu saat kita mengetahui semua manfaat beribadah dalam perspektif
kesehatan. Apakah akan menambah keimanan kita? Apakah akan menambah motivasi
kita beribadah? Apakah menambah jumlah umat Islam?
Dari sana mari kita belajar ihlas dan benar-benar berserah
diri kepada Allah. Kita di sini karena Allah, kita sehat dan sakit karena
Allah. Kita hanya cukup bersyukur atas semua pemberian Allah, baik berupa
kesehatan, kesempatan dan pengetahuan -termasuk pengetahuan integrasi
Islam-sains-.
Wallahu A’lam
Semoga kita menjadi hamba yang benar-benar mutaqin dan
mendapat ridho dari Allah. Penulis percaya bahwa kebenaran penulis berpotensi
salah, kesalahan penulis berpotensi benar, karena kebenaran yang benar-benar
adalah kebenaran Tuhan. Sehingga mari terus belajar bersama-sama.
Mengeksploitasi wanita cantik
Malang, sembilan Januari 2016
Selamat siang Indonesia. Siang yang cerah ini nampaknya memberikan banyak sekali semangat untuk penulis membahas masalah-masalah lucu di sekitar kita, ya semoga ini menjadi barokah untuk kita semua.
Teman-teman semua -yang laik-laki- pernah suka dengan seseorang wanita?
Kalau pernah, apa yang membuat tertarik?
Dari sisi cantik luar atau sisi yang lain?
Atau teman-teman semua pernah memperlakukan berbeda pada teman-teman kita yang memiliki paras relatif cantik dengan teman-teman kita yang memiliki paras kurang menarik?
Bagi penulis sendiri, belum pernah menemui ada seseorang yang bisa tertarik kepada seorang wanita karena sang wanita tidak berperawakan menarik. Karena mesti laki-laki ini mulai menyukai seorang wanita karena wajahnya yang enak dipandang, matanya indah, bibirnya manis, badanya montok atau apalah-apalah lain di parasnya. Dan penulis sendiri pun masih seperti itu.
Kalau teman-teman semua pernah suka dengan wanita yang alasannya bukan karena paras atau menemui teman yang suka karena alasan ini, boleh kita berdiskusi bersama membahas masalah ini agar khasanah pengetahuan kita semakin luas.
Tulisan ini memang sengaja penulis tulis dan ditujukan untuk menyoal pada teman-teman yang masih suka wanita karena paras luarnya saja. Ya karena penulis masih seperti itu juga. Mari kita belajar bersama-sama, karena sungguh hina apabila penulis mencoba menggurui teman-teman semua.
Wanita bukan hanya objek seksualitas. Wanita tidak sesempit itu
Sejujurnya kata-kata itu sangat terinspirasi dari mendiang Gus Dur. Dan dari kata-kata ini mari kita observasi sedikit dan kita masukan khasanahnya pada kehidupan kita.
Apakah teman-teman semua memiliki accound sosial media? Entah facebook, instagram, twitter atau yang lain?
-Khusus untuk teman-teman yang laki-laki- Apa yang teman-teman cari dari sosial media? -monggo dijawab sendiri-sendiri-
Kalau penulis mencari kabar teman, gambar karya seni, seputar musik dan olah raga. Selain itu, kalau sudah bosan ya melihat-lihat paras cantik kaum hawa.
Nah entah mengapa, saat sudah tidak ada yang dicari, saat kita bosan dengan sosial media, dan iseng-iseng dengan internet, akan sering kali bermuara pada eksploitasi wanita, ya mencari siapa yang cantik, siapa yang bertubuh indah, siapa yang terlihat manis. Kenapa kok hal-hal ini?.
Dan nampaknya kita sudah lupa, bahwa sebenarnya wanita bukan hanya objek untuk pemuas seksualitas. Wanita sama seperti kita -laki-laki- . wanita bisa belajar, wanita bisa pintar, wanita bisa berprestasi, wanita bisa mengubah dunia.
Wanita bukan kelas kedua didunia ini. Kita semua sama saja. Kita memiliki hak yang sama di mata hukum, kita memiliki penilaian yang sama di mata Tuhan, kita memiliki kelas sosial yang sama, kita memiliki hak yang sama dalam bersekolah.
Astagfirullah. Memang kita sering lupa dan menganggap wanita terlalu sempit. Bahkan dalam hal menolong saja kita sering kali memilah-milah siapa yang berperawakan menarik. Untuk teman yang berperawakan menarik -apalagi yang kita suka- jangankan diminta pertolongan, kita malah yang menawarkan jasa. Seakan-akan wanita ini sungguh lemah sampai segalanya harus kita tolong. Sementara untuk teman yang tak berperawakan kurang menarik kita enggan-engganan untuk menolong dan bersilat lidah mencari alasan untuk menolak. Tak sadarkah kita, bahwa mereka yang datang kepada kita -baik cantik atau tidak- untuk meminta pertolongan digerakkan oleh Allah? Lantas kalau kita menolak permintaan itu karena alasan dia tak berparas cantik. Apakah tak serta merta kita juga telah menolak utusan Allah yang datang ke kita. Tak sengaja kita menolak perintah Allah plus menghina ciptaan Allah.
Sungguh ketika kita melakukan hal ini. Kita menjadi orang yang sangat tak manusiawi. Kita menolong orang bukan dari siapa yang membutuhkan tapi dari siapa yang berparas cantik. Pantaslah saat ini kita dianggap manusia yang tak manusiawi.
Dalam perkembangannya, laki-laki dan wanita memang sama dan beda. Kedua hal ini berjalan bersama-sama.
Kita berbeda karena kodrat. Paling mudah laki-laki berpenis dan wanita bervagina. Itu saja sudah sangat jelas. Dan kita sama, sama-sama memiliki hak untuk belajar, berkarya, berkembang dan dihargai.
Kalau banyak laki-laki yang dihargai karena dia berprestasi, kenapa wanita ini hanya dilihat dari sisi seksual saja. Malah saat ada calon pemimpin negara berjenis kelamin wanita itu sudah dihujan sampai ke mana-mana.
Ya beruntunglah kita hidup di dunia yang serba relatif ini. Sehingga orang yang kita anggap kurang cantik tetap dijatah jodoh, prestasi, dan kemampuan oleh Allah di belahan dunia yang lain, yang menganggapnya cantik.
Wallahu A’lam
Semoga kita semua bisa belajar dan meminimalisir tindakan menyempitkan kaum wanita. Wanita indah bukan dari dia seperti apa, namun dari bagaimana kita melihatnya. Mari bersama-sama memperbaiki diri. Dan penulis ucapkan terima kasih pada diskusi siang yang ringan dan menyenangkan, sahabat Iqbal dan Nopek.