Archive for Desember 2017
Mencium Tuhan di Perayaan Natal
[Dokumen dari @Hai_digna] |
Beberapa minggu lalu, salah satu
organisasi kemahasiswaan untuk mahasiswa program S-2 Ilmu Kimia UGM mengadakan
perayaan natal 2017. Cukup atau bahkan terkesan dipaksakan, perayaan dilakukan
jauh sebelum tanggal 25 Desember dikarenakan terbentur sistem bahwa semua
program kerja harus selesai sebelum musyawarah besar. Namun setelah mengikuti
kegiatan, bukan suatu penyesalan yang hadir, tapi rasa gembira dan melegakan
jiwa.
Banyak pengalaman yang menarik
setelah mengikuti perayaan natal saat itu, dari dituduh pindah agama karena
hadir ke acara perayaan natal selepas solat asyar dan di tengah-tengah kegiatan
harus izin untuk solat magrib, hikmah yang dapat diambil dari khutbah yang
disampaikan pendeta sampai gemetarnya tubuh saat mengikuti kegiatan.
Siapa sangka, di acara perayaan
agama orang lain, aku malah menemukan sebiah hikmah serta makna-makna kerumitan
dunia dan bermuara pada kelegaan yang luar biasa. Apakah akan terkategori
sesuatu yang buruk saat kita mengenal cinta Allah bukan di forum pengajian atau
majelis keagamaan yang dilakukan di masjid, tapi malah di perayaan natal. Untuk
orang yang tak begitu pahan tentang perbandingan agama, aku hanya bisa bilang
“Ah entahlah, yang penting aku lega dan bahagia”
Aku sudah lupa, bagaimana
asal-muasal aku menerima informasi ini, tapi hasil informasi itu masih aku
ingat sampai sekarang. Menjawab bertanyaan “Apakah ada cinta karena Allah?
Kalau ada, bagaimana bentuknya atau bagaimana melakukannya?”
Cinta adalah suatu rasa di mana
saat kita melakukannya akan memberikan hal-hal yang baik pada siapa saja yang
kita cintai. Dee lestari menyebutkan bahwa cinta adalah hidup. Seperti yang aku
sebutkan di muka, cinta adalah memberikan hidup pada siapa pun yang kita
cintai.
Lalu saat cinta disandingkan
dengan teologi, disambungkan dengan pertanyaan
yang tadi diajukan, bagaimana cinta karena Allah itu? Banyak makna dan
spekulasi yang dikeluarkan. Paling mainstream, orang-orang menyebutkan
bahwa cinta karena Allah adalah saat cinta itu membuat kita semakin rajin
beribadah. Namun sepertinya banyak yang menolak dari argumen ini.
Berbeda dengan jawaban sementara
di atas, hal yang aku dapatkan dari forum perayaan natal menyebutkan bahwa
cinta persepektif teologi yang membahas cinta karena allah bukanlah sesuatu
yang perlu dicari. Karena saat kita cinta, sudah pasti karena Allah, kalau
tidak karena Allah, itu bukan cinta!
Penjelasannya seperti ini, saat
cinta itu karena Allah kita tak akan mengunakan sifat-sifat makhluk dalam
memandang cinta. Apa itu sifat makhluk? Ya bisa kita tengok diri kita sendiri,
kita butuh makan, minum, bernafas, melihat, istirahat, dan seterusnya, itulah
sifat makhluk. Kita ambil contoh melihatnya makhluk. Kita menyukai seseorang
karena parasnya, kita lihat kemolekan tubuhnya, kesempurnaan wajahnya, lalu
saat penglihatan kita hilang alias sifat makhluk kita untuk melihat hilang,
apakah kita masih menyukainya? Saat kita kendur dalam sayang padanya, di situ
terindikasi kita tidak sedang cinta. Atau semisal orang yang kita sebut cantik
tadi diangkat kecantikannya, sehingga apa yang dapat kita lihat bukan cantik
lagi, apakah kita masih menyukainya? Saat kasih bisa terus berjalan, barulah
terindikasi bahwa yang selama ini dilakukan adalah cinta, bukan menafsuinya.
Setiap orang yang hadir dihadapan
kita adalah utusan Tuhan, karena utusan Tuhan, kita harus memperlakukannya
dengan baik, karena saat kita jahat pada utusan Tuhan, secara tidak langsung,
kita juga jahat pada Tuhan. Sehingga berperilaku baik pada siapa saja yang Tuhan
kirimkan pada kita adalah salah satu makna dan bentuk cinta karena Tuhan yang
lain. Saat ini semua tak terjadi dan membuat kasih-kasih yang kita sebarkan
meredub, nampaknya memang selama ini kita tidak sedang mencintai, tapi hanya
sekedar menafsuinya.
---
Satu hal lain yang sayang kalau
tak dibagikan adalah tentang pengalaman tubuh yang bergetar saat mengikuti
acara perayaan natal.
Untuk orang yang memiliki
kebiasaan menikmati musik dengan menaruh perhatian pada nada terlebih dulu dan
menelisik lirik kemudian, sering memberikan pengalaman yang sangat menyenangkan
ketika bertemu nada yang bagus dan masuk ke hati. Seperti cerita aku bertemu
barasuara, efek rumah kaca, muse dan masih banyak musisi lain.
Saat perayaan natal, sudah wajar
dilantunkan lagu-lagu pujian. Irama dan nada yang dimainkan sangat
menyenangkan. Aku tak tahu apa yang terjadi dengan telingaku, biasanya aku
cukup selektif mengidentifikasi dan menjatuhkan pilihan bahwa musik ini
tergolong asik atau biasa-biasa saja, tapi saat acara itu, aku mengidentifikasi
semua lagu yang dinyayikan sangat menarik. Dan puncaknya saat lampu dimatikan
dan lilin-lilin dinyalakan, tanpa sengaja tubuhku bergetar gak karuan. Hati
bergetar dan sedikit demi sedikit air mata menetes, ku coba untuk menahan
tetesan air mata itu, agar terlihat biasa saja. Tapi gagal juga usahaku,
beberapa kali air mata tetap menetes.
Sejujurnya aku tak tahu apa yang
sedang dinyanyikan saat itu, kerena sungguh tek pernah sekalipun aku
memperhatiakn teks-teks lirik. Sangat menyenagkan. Begitu syahdu dan
mengetarkan jiwa. Memang bukan kali pertama aku bergetar saat mendengar lagu,
setidaknya ada dua nada yang pasti mengetarkan diriku saat lagu itu
dilantunkan, pertama lagu Indonesia Raya dan kedua Nada Marhabanan saat dzibaan.
Dan sepertinya ini jadi yang ketiga.
Belakangan aku baru tahu lagu apa
yang mengeratkan diriku setelah mengkonfirmasi pada teman senagkatan, bahwa
yang dinyayikan saat itu adalah lagu Holy Night (malam kudus).
Apakah kalian pernah memiliki
pengalaman seperti yang aku rasakan?
Wallahu A’lam
Selamat natal, aku mencintai kalian semua
Jogja, 10
Desember 2017