- Back to Home »
- Embun »
- Pendidikan standart internasional rasa selokan pondok
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Kamis, 05 November 2015
Malang, lima november
2015
Selamat pagi menjelang siang
Indonesia. Tanah yang sampai saat ini dan seterusnya akan kucinta. Terimakasih telah
membagi cerita lagi pagi ini dan yang berkesempatan penulis tulis. Dan nampaknya
kepala ini tetap terfokus pada isu-isu pendidikan negeri kita. Yang entah
kenapa menurut penulis masih tak kunjung baik, meskipun banyak lembaga dan
instansi pendidikan yang sudah melebeli dirinya dengan kelas standart internasional,
namun nyatanya kualitas yang disuguhkan masih biasa-biasa saja.
Tak ayal ini semua berawal dari
cerita teman-teman semeja kopi yang akhir-akhir ini kembali bercerita tentang
tindakan beberapa tenaga pengajar yang kurang mengenakkan.
Mohon maaf sebelumnya, karena
tulisan ini hanya melihat dengan satu sudut pandang.
Berbicara masalah sekolah
standart intenasional, dalam prosesnya kita tak boleh hanya bercermin pada
peningkatan kualitas sarana dan prasarana saja. Namun harus pula memberikan
fokus pada kualitas dan cara mengajar. Ini adalah salah satu yang masih menjadi
dilema, karena pembangunan pendidikan masih terfokus pada perbaikan sarana
prasarana. Bukannya hal itu menjadi sesuatu yang tidak penting, namun proses
itu seharusnya berjalan seirama dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Kualitas pendidikan bukanlah
sesuatu yang simpel sebenarnya. Tak cukup hanya dengan memberikan tanaga
pendidik dengan kualitas lulusan minimal S2 atau lulusan dari universitas
terkemuka serta ditunjang dengan lulusan yang sesuai dengan bidang ilmu yang
diajarkan. Tetapi yang tak kalah penting, pendidikan yang mengutamakan
pengembangan karakter dan dengan muatan-muatan lokal.
Pengembangan karakter dan muatan
lokal bukanya tidak diperhatikan oleh kementrian pendidikan, namun dalam
praktiknya memang masing sangat minim diterapkan.
Sebenarnya budaya negeri ini sudah
menemukan metode-metode pendidikan yang tak melupakan pendidikan karakter dan
muatan lokal. Mari kita ingat-ingat proses pendidikan kita sebelum kolonial
menancapkan tonggak pendidikan formal di tanah nusantara. Negeri ini telah
mengenal beberapa jenis pendidikan seperti pondok pesantren dan pedepokan.
Dalam dunia pondok pesantern dan
padepokan, nilai yang jelas diajarkan adalah nilai kejujuran dan berbuat baik
pada sesama. Nilai yang menjadi ciri
khas masyarakat negeri ini dan melahirkan karakter ramah pada masyarakat negeri
ini. Namun agaknya nilai-nilai dasar seperti ini teleh dilupakan dalam
formalitas pendidikan saat ini.
Siswa diajarkan untuk berbuat
curang secara tidak langsung saat ujian dan tak menghargai sesama. Kita dipaksa
mengikuti standart pendidikan guru dan kurang bisa mengekspor kemampuan kita. Ada
beberapa penekanan dan ancaman semisal tidak lulus akan mengulang dan
sebagainya, hal semacam inilah yang memaksa beberapa siswa menghalalkan proses
mencontek. Sebelumnya mari kita tenggok proses belajar agar kita tidak terlalu
membela kaum pelajar. Dalam proses belajar, tugas dari seorang tenaga pengajar
adalah mengembangkan pemahaman pelajar agar dapat mengetahui sesuatu yang
sebelumnya belum diketahui, dalam proses belajar pula tak boleh dilupakan
proses penanaman karakter berbuat baik. Dalam proses belajar mengajar, pengajar
juga harus tuntas memberikan pemahaman, tidak hanya sukur mengajar dan
menyelesaikan materi. Mengajari untuk memahami dan tak hanya menghafal. Dilakukan
dengan keadaan ceria dan membebaskan fikiran pelajar.
Bisa dibayangkan bersama, semisal
kelas berjalan dengan ceria dan pelajar merasa nyaman dengan guru. Sehingga praktik-praktik
mencontek saat ujian akan berkurang dengan sendirinya. Karena para siswa akan
paham, bahwa sebenarnya ujian yang terpenting adalah kejujuran. Dalam ujian
bukan hasil ahir yang menjadi tujuan utama, tatapi mengetahui seberapa jauh
kita memahami materi yang diberikan. Dalam ujian sebenarnya yang harus was-was
bukanlah siswa, was-was karena tak bisa mengerjakan, tetapi yang seharusnya
was-was adalah guru, karena hasil ujian akan menunjukan seberapa berhasil
seorang tenaga pengajar mengembangkan pengetahuan seorang murid.
Selain nilai kejujuran, nilai
berbuat baik juga jadi perhatian di dunia pondok pesantren dan padepokan. Namun
kejadian yang terjadi pada salah satu instansi pendidikan bertitel negeri dan
melebeli didinya dengan instansi yang sedang bergerak menjadi WCU terjadi
praktik-praktik yang jauh dari mengajari berbuat baik.
Beberapa waktu lalu, di salah satu
kelas instasni yang menuju WCU tersebut, ada beberapa siswa yang sengaja diusir
oleh pengajar dengan alasan memiliki masalah pribadi. Dan ada pula dikelas yang
lain, tenaga pengajar menceritakan aib orang yang tidak disukainya. Apakah ini
yang disebut pengembangan karakter baik? Apakah ini yang disebut instansi
dengan gelar WCU? Apakah ini yang diharapkan dari kementrian pendidikan? Apakah
ini pendidikan Indonesia?
Mengusir siswa dari kelas bukan
karena dia nakal dikelas tetapi karena masalah pribadi diluar kelas, apakah ini
yang disebut berbuat baik. Membawa masalah pribadi ke kelas dan menyeretnya
menjadi masalah yang besar. Apakah ini yang disebut karakter berbuat baik? Sementara
salah satu ciri orang baik adalah menyelesaikan masalah pribadi ya secara
pribadi dan tak malah membesar-besarkan masalah.
Selanjutnya, tenaga pengajar
menceritakan aib orang dikelas. Apakah itu berbuat baik, padahal orang baik
adalah yang menjaga lisan dan tak menyebar aib orang. Ada yang mengatakan lebih
baik khusnudzan (prasangka baik) meskipun itu salah, dari pada suudzan (prasangka
buruk) meskipun itu benar.
Dari sana memang sengaja penulis
membuat esai ini dengan judul pendidikan standart internasional rasa selokan
pondok, yang memang berarti dalam sisi pengembangan nilai, banyak instansi di
negeri ini yang berstandart internasional tapi pendidikan nilainya lebih rendah
dari kelas pondok pesantren.
Semoga kita semua bisa belajar
dari peristiwa ini, dan menjadi refleksi untuk kita semua dalam perjalanan menjadi
orang baik.
Waallahu a’lam
Terimakasih untuk semua
teman-teman semeja kopi yang telah banyak bercerita dan menginspirasi. Semoga kita
tetap dalam niat untuk terus menyebar kebaikan.
dan mohon maaf apabila ada yang kurang dalam memberikan contoh, semoga kita semua tetap bisa berdiskusi.