- Back to Home »
- Embun »
- Refleksi Ramadan #17
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Rabu, 22 Mei 2019
[Sumber: artikelbuddhist.com] |
Tidak ada refleksi yang lebih relevan pada malam 17
Ramadan selain merenungkan kembali Alquran, semua sudah tau kalau tanggal 17
Ramadan adalah Nuzulul Quran. Apakah
kita yang selama ini percaya
bahwa Alquran adalah petunjuk dalam menjalankan laku berislam
hanya selesai di bacaan, kan tentu tidak. Kita pasti tetap punya keinginan
untuk menuju ke lever percaya yang lebih kompleks dan tinggi.
Dalam beriman, kita tidak hanya percaya bahwa Alquran
adalah kitap suci sumber berislam, tetapi terdapat makna yang lebih paripurna
dan perlu usaha lebih untuk bisa mencapai level itu. Bahwa percaya tidak hanya
berada di hati, tetapi juga harus dilisankan dan dilakukan.
Misalnya begini, kalau kita percaya bahwa Alquran dan
segala isinya adalah semangat kita berislam, tentu kita akan merenunggi betul
isi kandungan dari ayat-ayatnya. Tarik satu ayat yang paling sering kita
lafalkan, yakni Alfatihah. Kalau kita percaya Alquran, kita tidak akan hanya
selesai dengan mengunakan Alfatihah sebagai bacaan dalam salat. Tetapi mengikrarkannya,
bahwa kita harus berlaku cinta kasih seperti apa yang diajarkan Alfatihah dan
juga kita bertindak penuh dengan cinta kasih kepada seluruh mahluk yang ada di
dunia.
Orang yang percaya pada Alfatihah tidak akan membiarkan
dirinya terbiasa dengan perilaku menyakiti yang lain, memainkan egonya sendiri
yang harus menang, dan membiarkan orang lain susah atas kehadiran kita. Tidak seperti
itu bentuk cinta kasih.
Jadi iman/percaya ini ya mirip-mirip dengan cinta. Cinta
itu ndak bisa cuma diucap, kalau ada yang ikrar cinta kucing, ya perilakunya pada
kucing harus menceminkan kasih sayang pada kucing.
***
Gus Aan ansori pernah mensarikan beberapa esensi dari
Alquran, beliau mengatakan “Alquran itu setidaknya hanya
berisi 5 prinsip universal; justice, human dignity, god-consciousness, love and
compassion and equity. Itu yang aku pelajari dari Prof. Hashim Kamali”
Sehingga, sebenarnya bisa juga kita teliti kehidupan kita
selama ini, apakah kehidupan kita sudah mengamalkan prinsip-prinsip dalam
Alquran.
Misalnya Alquran mengajarkan ketaqwaan. Apakah selama ini
tindakan kita sudah menjalankan laku tanda ketaqwaan?
Taqwa tidak hanya tercermin dari rajin atau tidaknya
hamba beribadah seperti solat, tetapi lebih juga pada bagaimana dia
berinteraksi di luar itu. Kalau ada orang yang ngaku taqwa tapi korupsi, kan ya
gak nyucuk. Saat dia dengan sadar melakukan aksi korupsi, Allah ditaruh di
mana? Kan begitu. Masak kalau ngaku Allah ada di hati, saat korupsi gak terusik
itu hatinya. Nurani pasti berontak ketika tubuh melakukan hal-hal yang
melanggar aturan yang berlaku.
Soal taqwa juga bisa tercermin dari bagaimana kita
memperlakukan manusia dan alam. Allah ini sayangnya pada seluruh manusia lo,
tidak hanya yang berikrar bahwa Allah tuhannya. Semuanya dijatah rizki, semua
dikasih keselamatan dan kesehatan. Allah tidak pandang bulu sayangnya. Semua diberikan
Rahmannya.
La kalau ada orang yang ngaku taqwa tapi buang sampah
sembarangan. La ini kan gak oke. Diminta kasih sayang pada semua yang ada di
dunia ini, la kok malah memberikan beban pada alam sejagad. Kalau ada orang
ngaku taqwa, ya kan lakune kudu bisa menjaga lingkungan.
***
Sungguh cocok Alquran diturunkan pas ketika ramadan, biar
sekalian kita berbenah, kita mereformasi semangat dalam diri, kita merubah
total apa yang sepatutnya kita tinggalkan, kita tingkatkan apa yang seharusnya
selalu kita amalkan.
Semoga ibadah kita juga tidak hanya teringat-inget pada
pahala, meskipun sah-sah saja. Tetapi lebih dari itu, tujuan kita harusnya adalah
Allah itu sendiri, empunya Alquran, bukan malah teralih pada
ciptaan-ciptaannya.
Sekali lagi, Alquran mengajari kita berlaku
adil, mengajari kita memanusiakan manusia, mengajari kita kesetaraan, dan
lain-lain. Kalau tindakan kita sudah qurani, tentu akan sangat menyenangkan
hidup ini.
Membaca Alquran memang penting, tetapi
mengamalkannya juga satu poin yang lebih diutamakan.
Kalau kehidupan kita gini-gini aja, jadi
selama ini, kita membaca Alquran, atau baru mengejanya?