- Back to Home »
- Embun »
- Refleksi Ramadan #14
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Minggu, 19 Mei 2019
[Sumber: siddiqajuma.co.uk] |
Semua orang yang berpuasa pada bulan ramadan ini kayake sudah tau kalau bulan ini banyak sekali keutamaan, baik dari pintu surga dibuka pintu neraka ditutup, amal yang dilipat gandakan, salat sunah dihargai wajib sampai tidur pun dinilai ibadah. Kalau meminjam istilah mas hairus salim HS, sungguh kita saat ini sedang didesak-desak ibadah.
La gimana gak
didesak, selama ramadan ini, apapun yang kita lakukan bernilai ibadah. Bahkan kita
istirahat saja bernilai ibadah yato. Ya meskipun bulan-bulan lain juga bisa si,
setiap apa yang kita kerjakan bernilai ibadah. Kita saja yang sering lupa niat.
Hehe. Tapi jelas ramadan membuat kegiatan kita lebih marem sebagai suatu bentuk
ibadah.
Bentuk ibadah
yang sering dilakukan selama bulan ramadan dan meningkat kuantitasnya dari
bulan-bulan biasa antara lain tadarus alquran, solat sunah dan berdoa.
Tadarus biasae
sehari dapat satu ain/mekrak, tetapi sekarang buanyak yang punya takrget sehari
semalam harus rata-rata menghabiskan satu juz. Solat sunah ini sudah pasti
nambah lah, lawong traweh iku rasane wes semi-semi wajib, la gimana gak wajib,
kalau gak traweh rasane ada yang kurang, aku ngajak orang gak traweh aja
susahnya minta ampin, eh kok ngajak ndak teraweh, ngajak traweh sendiri di
rumah aja sulit. Dan doa, tentu buanyak sekali bertebaran di malam-malam
ramadan, lawong ncen wes disebut malam ramadan ki mustajab.
Tapi, apakah
ibadah kita itu benar-benar bergerak dari laku, ucapan dan hati ataukah masih
stay di level ucapan tok?
Sejujurnya,
semakin banyak ibadah yang aku lakukan, aku semakin sulit mengkontrol hal-hal
peribadatan ini bisa datang bersamaan dari ketiga unsur tindakan, ucapan dan
hati.
***
Gus Mus sempat
menohokku sangat kuat saat ngaji pasanan tentang kualitas ibadah ini, kira-kira
beliau mengucapkan begini “kalian semua baca solawat berapa kali selama sehari?
Ya minimal harusnya itu setiap solat itu, kan di tahiyat kalian membaca solawat.
Apa kalian merasa bahwa pas kalian baca solawat itu nabi Muhammad saw menyalami
kalian balik? La gimana mau ingat, kalian ingat ini itu, pikiran kalian lari
kesana kemari”
Hemmm,
Serius ini
sungguh menohok, semakin banyak aku solat, kok belum berbanding lurus dengan meningkatnya
jumlahku fokus dan merenunggi apa yang aku ucapkan.
Saat baca
alfatihah, pikiran pergi ke mana? Pas rukuk, pikiran pergi ke mana? Pas i’tidal,
sujud, duduk diantara dua sujud, bahkan pas nabi Muhamad menjawab salam , pikiran
pergi ke mana?
Apa jangan-jangan
ibadah kita selama ini masih selesai di level ucapan, karena saat kita berdoa
dan beribadah, kita jarang melibatkan fikiran dan hati ikut dalam ritual.
Serta, mengerakkan laku kita seperti apa yang diucapkan saat ibadah.
Padahal kehadiran
hati dalam doa itu penting dan sangat penting adanya. La mau buat apa kalau doanya
hanya selesai di level ucapan. Kalau doa kita itu mintak rejeki, terus doa kita
hanya selesai di level ucapan, hati kita ndak hadir sebagai hatinya seorang
hamba yang benar-benar membutuhkan, kok kayaknya ra ilok ya.
Kamu mintak
sesuatu ke orang tua, terus asal bilang. Gak sungguh-sungguh dari hati. Ini baru
di 2 level, belum masuk ke level tindakan.
Pada sufi
berkata, tindakan kita setelah berdoa itu ya proses-proses doa dikabulkan.
Semisal kita
berdoa untuk segera lulus kuliah, tapi setelah doa kita tidak meningkat
semangat berusahanya, kok kayaknya itu tanda-tanda doa kita belum berfungsi. Doa
kita berfungsi dan menuju dikabulkan ya ketika setelah berdoa, kita tidak lupa
untuk berusaha.
Jadi dalam
dimensi doa, 3 elemen ini harus benar-benar hadir.
***
Lalu soal tadarus
Alquran, kita mau maknai seperti apa hal ini? Apakah orang yang selalu
menenteng mushaf alquran di mana pun dan kapan pun seraya setiap waktu sengang
melakukan tadarus, apakah seperti itu?
Bahkan penting
juga ketika kita tau definisi Alquran dan mushaf Alquran, karena memang ini
berbeda meskipun beberapa orang menganggapnya sama. Karena dianggap sama ini
lah, kita jadi gagal fokus.
Ya memang benar,
kalau membaca mushaf alquran itu juga dihitung dan dihargai secara kuantitas,
baca banyak itu sudah pasti diganjar Tuhan dengan pahala. Tapi kalau kita mau
naik level ke kualitas kan uwuwuwuwuw.
Semoga kapan-kapan
kita mau naik level dari baca Alquran secara kuantitas ke level kualitas. Dan hal
itu memerlukan persiapan yang tidak sedikit, semisal selesai mendefinisikan
Alquran dan mushaf Alquran. Semoga saja, agar laku kita juga semakin asoy-asoy.
Dengan kita berusaha menghadirkan tiga dimensi ibadah, semoga kita menjadi manusia lebih baik. Dan terkhusus saudaraku umat Budha, selamat waisak, karena trisuci waisak juga datang tadi pagi sekitar waktu subuh. Mari berbahagia bersama-sama.
Dengan kita berusaha menghadirkan tiga dimensi ibadah, semoga kita menjadi manusia lebih baik. Dan terkhusus saudaraku umat Budha, selamat waisak, karena trisuci waisak juga datang tadi pagi sekitar waktu subuh. Mari berbahagia bersama-sama.
Selamat berpuasa,
salam :)