- Back to Home »
- Embun »
- Refleksi Ramadan #9
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Selasa, 14 Mei 2019
[Sumber: hipwee.com/motivasi/] |
Brand, nama, gelar, posisi, kasta sosial yang tinggi, apalah itu, kadang memang membuat orang lebih bangga pada diri sendiri. kita bisa dengan cukup otomatis lebih pede, minimal, ketika ditanya suatu hal saat yang kita miliki adalah sesuatu yang terbaik dari yang beredar.
Misal saat kamu
memakai sepatu adidas sendiri di kelas, rata-rata anak kelas memakai sepatu
reebbok atau diadora. Kayaknya kamu akan lebih nyaman dan bisa na na na na na
la la la la la, karena sudah jamak dipahami orang bahwa adidas lebih bergengsi
dari reebbok dan diadora.
Misal lagi,
pacarmu seorang polisi, eh akpol deng, jadi pas kamu foto sama doi terlihat
keren banget, tubuh kekar tanpa glambir, pakai seragam pula, kencang gitu saat dipeluk. Kamu bisa lebih bangga dari
temenmu yang pacarnya anak teater kampus yang gak pernah mandi dan rambute wes
kayak kambing gembel itu.
Misal lagi dan
lagi, kamu pakai bedaknya wardah yang halal itu, tetapi rata-rata teman
komplekmu pakai bedak deplokan beras, tentu kamu lebih pede saat ditanya
tentang merek bedak. Apalagi jamak diamini masyarakat bahwa wardah itu lebih
baik, terlebih yang halal, eh
Ya intinya gitu
lah, pokok kalau kita mengenakan sesuatu yang dianggap orang lebih baik dan
kamu memakai itu, insaallah pedemu meningkat.
***
“aku sebel deh
dengan para orang berseragam itu, seolah-olah mereka lebih mulia, mintak diberi
privilege” seru orang kesayanganku saat melihat kerumunan orang yang bergegas
naik kendaraan umum.
“daerah ini emang
lebih menghargai mereka yang berseragam” jawabku. Dia terbengong, aku
melanjutkan “coba kamu bayangkan ada 2 anak umur 10 tahun, yang satu memakai
pakaian anak SD sementara satunya memakai kaos biasa, terlihat baru pulang dari
perempatan, mana yang lebih berpendidikan?”
“yang pakai
seragam itu”
“tuh kan,
pendapat umum dan asumsi awal memang menganggap anak berseragam itu lebih
berpendidikan, padahal belum tentu juga begitu kondisinya. Kita tidak bisa
begitu saja menafikan kalau anak yang berkaos itu wawasannya lebih sedikit,
apalagi soal kebijaksanaannya. Kebijaksanaan tidak bisa diukur dari seragam SD
dan kaos yang dipakai”
***
Sejak dulu kita
diajari pada sebuah kasta-kasta dan kita didorong untuk menempati kasta
teratas.
Kita yang
berkesempatan sekolah merasa lebih baik dari teman-teman yang tidak sekolah. Saat
kuliah, kita yang berada di fakultas eksakta baik teknik dan juga kedokteran,
merasa lebih unggul dari mereka yang kuliah di rumpun ilmu sosial. Saat kerja, pas kamu ketrima di mayora tentu lebih gagah menyebutnya saat ditanya kerja di
mana dari pada kalau kamu ketrima kerja di PT makmur asoy.
Bahkan sejak kecil
kita diajak menghayal sesuatu dengan kasta paling tinggi.
Apa coba
cita-cita paling populer di negeri ini? Pilot, polisi, dokter atau petani? Bahkan
orang desa yang lebih dekat dengan sawah pun lebih memilih bercita-cita jadi
pilot, polisi dan dokter dari pada jadi petani itu sendiri.
Ya emang gitu,
tampilan menjadi komoditi yang cukup penting di negeri ini.
Maka tak heran
juga kalau saat ini orang bisa disebut lebih relijius kalau dia pakai gamis,
celana tidak isbal, punya bekas sujud sampai bulu-bulu yang semuanya sunah itu.
Pernah ketemu orang yang gaweannya pakai celana jeans ketat plus kaos gambar
band dead metal disebut lebih islami dari yang palai gamis?
Padahal kita juga
ndak tau, hati siapa yang lebih sering tertaut dengan Allah yakan. Jadi emang
identitas dan tampilan itu lebih menentukan kamu disebut sebagai apa.
Sementara logika
puasa menolak hal-hal itu. Kita berpuasa dijadikan tidak terlihat dari luar,
segala kualitas semuanya ditentukan Tuhan. Ndak ada orang yang bisa menyebut
puasanya si ini lebih asoy dari si itu, lawong sama-sama gak makan, yakan. Bahkan
orang yang bukanya pakai kurma pun tidak membuat dia lebih baik puasanya dari
orang lain yang bukanya pakai kolek pisang ijo. Lawong soal puasa, bukan soal
kualitas buka, ehehe. Sehingga kalau ingin benar-benar berkualitas tanpa pusing
embel-embel identitasmu bergengsi atau ndak, puasa bisa jadi salah satu kawah
candradimuka yang amat pas. Tinggal direfleksi dan kiaskan sendiri makna puasa dengan kondisi yang diinginkan.
Selamat berpuasa,
salam :)