- Back to Home »
- Embun »
- Momentum bercermin dan memperbaiki diri -Kali Ini Kambing Hitamnya “Dia”-
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Kamis, 31 Maret 2016
Gambar dari: http://s.kaskus.id/images/2016/03/26/8552702_20160326034549.jpg
Malang, tiga puluh satu
Maret 2016
Kecintaan atau
kebencianmu pada suatu kaum jangan sampai membuatmu berlaku tidak adil
Kutipan di atas ketika di telaah
akan menunjukkan pada kita agar tidak menjadi manusia yang fanatik, yang
sedang-sedang saja dalam menilai, yang sedang-sedang saja dalam memilih jalan,
yang sedang-sedang saja dalam mencintai dan membenci suatu kaum.
Selama ini yang sering kali kita
diskusikan adalah sikap subjeknya. Kebiasaan membahas orang pertama yang harus
berperan jangan bertindak berlebihan dalam membenci dan mencintai. Si tokoh
utamalah yang harus mawas diri dalam menjaga perilaku. Si “saya, kamu, dia, atau
kita” yang jangan keterlaluan dalam mencintai atau membenci.
Mungkin ini luput dari perhatian
penulis saja, mungkin juga luput dari perhatian kita atau mungkin kita semua
lupa bahwa dalam membentuk perilaku fanatik selalu ada pengaruh dari yang
di-fanatik-i.
Perilaku yang selalu mensuperiorkan
diri, membuat peran lebih menonjol dari yang lain, kebiasaan over leping, bekerja
lebih banyak dari yang lain, mengeluarkan gagasan muluk-muluk, ingin membuat
loncatan yang sangat signifikan, menunjukkan segala kemampuan, berbicara dan
dapat menjawab segala pertanyaan dalam segala bidang, dan tindak tanduk yang
selalu menunjukkan bahwa “Aku orang yang berguna!” tanpa sengaja akan dapat
menarik seseorang dalam berperilaku fanatik pada kita.
Bahayanya, ketika kita terlalu
sering melakukan hal-hal dalam mengunggulkan diri sendiri dan selalu menjawab
segala permasalahan dalam segala bidang, kita akan dapat merasa bahwa kita
dapat memecahkan segala masalah dan ujung-ujungnya bangga diri dan jumawa pada
isi otak. Ketika kita melakukan peran lebih banyak dan sering di lihat orang dalam
segala sisi, orang akan menganggap kita multi talen, dan bukankah itu
berbahaya ketika multi talen yang tumbuh tidak di barengi dengan sikap
rendah hati. Ketika rasa penasaran orang mulai muncul pada kita yang multi
talen serta jumawa dan kita sambut dengan perilaku yang menunjukkan bahwa
kita benar-benar bisa melakukan segala hal, dalam diri mereka akan berkembang suatu
perilaku yang fanatik -karena perilaku kita-, bukankan itu akan berbahaya pada
kita, karena setiap lontaran komentar dari mulutnya yang bersarang kepada kita
selalu berkonotasi positif dan tak pernah kita dapatkan pengembangan diri dari
komentar yang mengupas sisi negatif diri kita?. Ketika kita terlalu sering
tampil, bukankah orang yang sudah fanatik ini akan menganggap bahwa tanpa andilku,
setiap kegiatan akan berjalan oleng dan apabila ada suatu masalah dalam
kegiatan itu mutlak menjadi salah mereka!, dan membuat kita di anggap empunya
acara.
Sungguh membahayakan sekali...
Kebanggaan orang yang bersandar
pada diri kita secara mutlak bukanlah sebuah kelebihan dan perlu di umbar
serta di banggakan, tetapi itu adalah ujian.
Bukankah praktik seperti ini
adalah bentuk ujian untuk kita. Apakah kita bisa lolos dari sifat-sifat ujub,
takabur dan sombong!.
Sehingga dalam belajar berbuat
“sak madyo”, tak cukup hanya memposisikan diri berperilaku biasa saja pada
mereka yang memiliki kelebihan. Tetapi kita juga harus menata perilaku kita,
men-setting tindakan kita menjadi sak madyo pula, tak membuat dalam diri
seseorang muncul benih-benih fanatik pada diri kita.
Mungkin
Dengan menggunakan pola bahwa
siapa pun adalah guru kita. Dia guruku di bidang ini, dia yang lain guruku di
bidang ini, serta dia juga guruku di bidang yang lain, akan dapat mengekang
tindakan kita dalam membanggakan isi otak. Dan memperlakukan mereka yang belum
mengetahui apa yang kita ketahui sebagai teman belajar kita, dia temanku yang
tadi malam mengerjakan pekerjaan yang lain, sehingga yang aku pelajari tadi
malam belum sempat dia pelajari, aku bukan gurunya, aku adalah teman sheringnya.
Wallahu A’lam
Semoga kita semua dapat tetap
saling bercerita dan menjadi teman yang terus membangkitkan kedekatan kita ke
Tuhan -Al-Hikam-. Semoga kita saling mengingatkan, baik secara oral atau
tulisan. Semoga pertemanan kita tak berujung pada kefanatikanku pada
kemampuanmu dan kefanatikanmu pada kemampuanku.
Selamat Siang!