- Back to Home »
- Embun »
- Belajar dari bayi untuk bekal mati
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Sabtu, 12 Maret 2016
Lamongan, satu Maret 2016
Selamat malam Indonesia, kali ini penulis memulai tulisan
dari balik bilik sederhana tempat penulis di besarkan. Memang kegiatan seperti
ini jarang penulis lakukan di rumah. Tetapi ini mumpung ada yang ingin penulis
bagikan, ya penulis bagikan saja sebelum kelupaan.
Hari ini keluarga penulis sedang bermuram durja, karena salah
satu anak dari kakek penulis, tepatnya paman penulis meninggal dunia. Semoga
beliau tenang di alam sana, dan yang di tinggal di berikan kekuatan dan
ketabahan. Tulisan ini juga bermula dari keikutsertaan penulis merawat jenazah
tadi pagi. Pada tengah-tengah proses merawat jenazah, penulis teringat sebuah
syair arab. Ya meskipun penulis tak ingat siapa penyair ini, dan kapan beliau
membuat syair ini, yang penulis ingat hanya penulis tahu syair ini dari
kolom-kolom gus dur.
Kau menangis sendiri saat semua orang
tersenyum bahagia.
Kemudian kau tersenyum sendiri saat
semua orang di sekitarmu menangis tersedu-sedu.
Kurang lebih isi syairnya seperti itu. Penulis teringat syair
itu saat melihat banyak sekali orang yang menangis saat jenazah datang dari
rumah sakit dan di turunkan dari ambulans.
Pernahkah kita sadari bersama, saat kita baru lahir, kita
sedang menangis, langsung menangis sejadi-jadinya lalu selesai. Kita menangis
sendiri di saat orang-orang di sekitar kita tersenyum bahagia. Orang-orang
sangat menunggu kehadiran kita, sampai rasa capek menunggu kita keluar dari
rahim ibu tak di hiraukan sama sekali oleh orang-orang di sekitar kita.
Bayi yang lahir selalu menjadi sesuatu yang sangat di
tunggu-tunggu oleh semua orang. Dan kehadirannya pasti membuat semua orang
berbahagia. Dari catatan penulis selesai mengikuti ngaji subuh, ada sekitar
empat hal kenapa kehadiran bayi selalu di tunggu-tunggu, bahkan bayi yang
selalu di sayang semua orang juga karena ke empat hal ini.
Beberapa sifat itu adalah tidak sombong, jujur, nriman
(menerima apa yang di berikan tuhan) dan tidak dendam. Keempat inilah yang
diamalkan setiap bayi yang membuat orang yang berinteraksi dengannya selalu
bahagia.
Bayi tidak pernah menyombongkan apa yang ia kenakan, baik ia
dikenakan baju paling mahal atau biasa-biasa saja oleh orang tuanya, bayi tak
pernah risau. Bahkan meskipun celana yang ia kenakan adalah produk terbaik
misal, kalau dia ingin berak ya berak saja, bayi tak punya rasa menyombongkan
sesuatu dan bangga pada hal yang biasanya oleh orang yang malah sudah berakal
di sombongkan.
Selanjutnya bayi juga selalu jujur. Saat lapar dia tak pernah
merasa kuat menahan lapar, saat dia sudah kenyang, dia juga tak akan terus-terusan
makan. Saat ia mengantuk pun demikian, tak pernah dia berdusta pada orang-orang
di sekitarnya.
Bayi juga memiliki sifat nriman, tak pernah protes
dengan apa yang dia makan dan diperoleh. Orang tuanya memberi minum asi ya di minum, orang tuam memberi makan bubur
ya di makan, itu pun di konsumsi dalam taraf yang cukup. Jadi tidak terlalu
sedikit atau tidak terlalu banyak.
Dan yang terakhir tak punya dendam. Bayi itu di bawa siapa
pun entah yang membawa itu membaiki dia, atau memarahi dia, tak jadi persoalan
buat dia. Dia tak menaruh dendam sama sekali di hidupnya pada orang lain, saat
di jeleki oleh orang biasa saja, saat di baiki orang lain juga biasa saja.
Sehingga apabila kita dapat mengamalkan ke empat sifat bayi
di atas, dapat di jamin pula bahwa hidup kita akan bisa membuat yang lain
bahagia seperti bayi yang selalu membuat sekitarnya bahagia.
Hal ini yang sering kali terjadi pada kita, saat kita tumbuh
dewasa, lambat lain kita malah melupakan sifat-sifat yang pernah ada di diri
kita. Kita semakin dewasa malah ada yang semakin sombong, ada yang mulai gak
nriman, ada yang mulai tidak jujur dan ada yang mulai menaruh dendam.
Padahal seharusnya dengan bertambahnya umur dan akan, kita harus bisa lebih
baik dan mengambil hikmah.
Teringat salah satu hikmah dalam kitab Al-hikam karya Ibn At-tailah
yang berbunyi “sungguh merugi seseorang yang mengejar sesuatu yang sudah
disediakan tetapi bersantai pada sesuatu yang harus di kejar”
Rizki, jodoh dan mati adalah sesuatu yang sudah di sediakan
Tuhan, tetapi banyak sekali di antara kita malah mengejar hal-hal ini. Banyak
orang sampai membanting tulangnya sendiri untuk mencari rizki, padahal rizki
ini sudah disediakan Tuhan. Sementara untuk hal yang harus dikejar seperti
berbuat baik (termasuk emat sifat bayi) malah orang jarang menghiraukannya.
Sehingga saat kita hanya teropsesi mencari rizki dan tak peduli pengembangan
kualitas hidup agar lebih baik, menurut Ibn At-tailah kita tergolong orang yang
merugi.
Syair di atas di akhiri dengan saat kita tersenyum
orang-orang menangis tersedu-sedu. Pertanyaannya kapan kita akan meninggal?,
dan apakah saat kita meninggal kita akan tersenyum dan orang-orang lain
menangis?. Atau malah sebaliknya? Inilah sebabnya kita harus kita introspeksi
diri. Sedari sekarang kita harus ingat bahwa kita punya kewajiban untuk
memperbaiki diri, dan tak melupakan sifat dasar bayi yang pernah kita miliki,
karena ya itu tadi, kita tak tahu kapan kita meninggal, dan sungguh naudzubillah
kalau sampai kita meninggal tidak dalam kondisi tersenyum dan orang-orang malah
bahagia.
Wallahu A’lam
Semoga kita dilindungi dan tetap dalam koridor Tuhan, dan
kita menjadi insan yang terus mau belajar.