- Back to Home »
- Embun »
- Orang Miskin Itu Menjual Islam
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Senin, 28 Maret 2016
Malang, dua puluh delapan Maret 2016
Selamat sore Indonesia. Terima kasih telah Kau titipkan sejuk
pada negeri ini. agar kita semua tak lupa bersyukur pada semua nikmat-nikmat-Mu,
semoga orang-orang miskin itu juga tak melulu mikirin dunia.
Tepat kemarin penulis menemukan 2 buah iklan yang sebenarnya
sudah cukup lumrah ada di negeri ini, namun barang yang di jual berbeda dari
sebelumnya. Iklan menjual Islam, iklan menjual kata syariah, syar’i, islami,
halal dan seterusnya.
Kalau selama ini penulis hanya menemui yang di beri label
islami hanya berupa pakaian, makanan dan bank. Seperti makanan halal, baju
islami dan bank syariah, kali ini para penjual label agama ini sudah merambah pangsa
pasar mereka menjadi sangat luas.
Kemari penulis menemukan barang-barang baru yang di islamkan.
Di antaranya adalah hotel, perawatan wajah, rumah makan dan perumahan.
Kesemuanya membanggakan label-label yang melekat di setiap produk-produk islami
itu. Semisal hotel islami, mereka berujar bangga ketika menjelaskan bahwa hotel
mereka adalah hotel bernuansa Islam, dengan interior dan eksterior khas negeri
timur tengah, suguhan yang katanya itu milik umat Islam seperti buah kurma dan
air zam-zam, di sediakan Qur’an, sajadah dan mukenah di setiap kamar serta tak
kurang mushola hotel ada di sana dan tidak menutup pintu pada mereka yang
non-muslim agar mencerminkan Islam yang ramah pada semua umat. Ada lagi
perawatan wajah dengan kristal yang mengatakan dirinya islami dengan dibungkus
semua resepsionisnya menggunakan kerudung dalam melayani customer. Ada lagi
rumah makan yang menjual makanan halal dengan sertifikat halal di ujung tembok
rumah makan tersebut. Dan yang terakhir adalah perumahan islami, dengan slogan
advertensinya “perumahan islami pertama di kota ini!”.
Semakin maraknya produk dengan label-label seperti ini memang
sudah di baca para pengusaha-pengusaha itu. Mereka mengetahui bahwa negeri ini
adalah sebuah neger yang memiliki penduduk muslim terbesar di dunia, sehingga
apabila di jual sebuah barang yang menggunakan judul Islam, warga di negeri ini
sangat senang menyambutnya.
Namun tak ingatkah kita, bahwa yang terpenting bukan hanya
cover Islam itu sendiri, tetapi nilai-nilai keislaman yang tak boleh di
sisihkan begitu saja. Kita ambil 1 nilai Islam sebagai contoh, apakah produk-produk
ini telah menerapkan nilai Islam atau melupakan atau malah sengaja menyisihkan
nilai-nilai Islam itu sendiri.
Islam memiliki nilai luhur berupa kesederhanaan. Bahkan dalam
tingkatan orang mengenal Tuhan ada tingkatan sampai orang itu di sebut menjadi
sang zahid. Orang yang zahid tentu tidak risau dengan tetek benggek
dunia, tak risau kala dia di buat miskin dan tak takabur kala dia di buat kaya.
Gus Mus dengan bahasa enteng dan santunya mengatakan “sudah jangan zuhud dulu,
kita gak kuat sampai tingkatan itu, sudah kita belajar sederhana saja dulu”.
Dapat dipahami bahwa untuk naik menjadi seorang sang zahid, jalan yang bisa di
tempuh adalah dengan berperilaku sederhana.
Lantas saat ini yang di sebut Islam apakah mereka yang rumah
dan hotelnya ber-interior timur tengah, yang memakai jilbab, yang datang
pengajian rutin dan menagih dalil-dalil, yang rumahnya berada di kompleks
islami atau kah mereka yang dapat hidup sederhana?
Mungkin dari kita ada yang menjawab “bisa dong kita tetap
sederhana tetapi juga menggunakan produk-produk itu”. Ya itu pilihan
teman-teman semua, ingin mendahulukan belajar Islam melalui memperbaiki cover
terlebih dahulu atau belajar memperbaiki akhlak dahulu. Karena kita pun tak
dapat memastikan hidayah Tuhan datang dari mana, oleh siapa dan kapan. Sekedar
ingin mengingatkan, bahwa Allah tidak pernah memuji Nabi Muhammad dalam
al-Qur’an karena ketampanannya, karena kecerdasannya, atau karena
harta-hartanya. Allah memuji Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an hanya karena Akhlak
beliau.
---
Melanjutkan pembahasan di atas, kita pula harus ingat bahwa
negeri ini adalah negara Bhinneka Tunggal Ika, negeri yang memiliki banyak
suku, budaya, agama, bahasa dan seterusnya. Negeri kita sangat majemuk. Negeri
kita penuh dengan masyarakat yang heterogen, kita bukan negara yang homogen.
Sehingga jiwa toleransi dan saling menghargai harus kita miliki.
Tak bolehlah kita karena mayoritas lantas menindas dan
merampas hak-hak saudara kita yang minoritas.
Lalu semisal kita di hadapkan pada study kasus seperti ini.
“kita bangga dan gembira karena di negeri ini banyak produk syar’i, lantas
ketika ada sebuah produk baru dan dengan jelas menggunakan istilah bukan agama
Islam” bagaimana respon kita? Apakah ini sebuah praktik kristenisasi? Atau kah mereka
antek-antek Zeonis? Atau mereka anak buah Kapitalis Amerika?
Ingat, Akhlak rasul bukan akhlak mencaci.
Silahkan berpendapat seraya berdoa semoga ada produk-produk
dengan label bukan agama Islam yang di jual bebas, agar terlihat sikap kita,
apakah kita benar-benar siap hidup majemuk atau hanya mementingkan kedigdayaan
golongan sendiri.
Wallahu A’lam
Semoga kita tidak sampai lupa, bahwa Islam masihlah jalan dan
akan selamanya menjadi jalan kita menuju Allah SWT. dan orang yang miskin
(orang kaya yang masih butuh banyak uang dan dengan menjual label agama) ini
bisa belajar sederhana bersama-sama dengan kita. Amin.