- Back to Home »
- Kesebalan pada proses penelitian sampai publikasi
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Rabu, 13 Februari 2019
[Sumber Gambar: https://alihamdan.id/metode-penelitian/] |
Entah kepada siapa misuhku ini
akan kuhaturkan,
Dua tahun yang lalu aku diberitahu
sebuah kepercayaan dalam merespon sebuah publikasi, yang mana diceritakan bahwa
“publikasi bisa jadi salah, tetapi dia tak mungkin berbohong”
Saat itu aku benar-benar
sumringah bahwa orang yang mempublikasi sebuah hasil penelitian memegang kaidah
kejujuran, sesuatu yang sebenarnya cukup sulit ditemui saat ini. Selain sumringahnya
karena mendapati fakta bahwa para ilmuan memegang kaidah kejujuran, saat itu
aku merasa bahwa masa depan ilmu pengetahuan adalah sangat cerah, karena sifat
dari publikasi yakni selalu berusaha menemukan hal yang benar-benar baru,
selain itu sifatnya yang dekat dengan kebiasaan respon, kritik, dan komentar
pada penemuan terdahulu dengan menyuguhkan sebuah penemuan yang memiliki
kualitas yang lebih baik atau pemutahiran penemuan sebelumnya. Sungguh cermin
kehidupan yang madani dalam berpikir.
Tetapi,
Minggu lalu, teman sekaligus
dosen pembimbingku mengakatakan bahwa “jangan terlalu percaya pada publikasi,
karena para ilmuan tidak akan secara cuma-cuma memberikan resep dalam penemuan
terbarunya”
Dan seketika hatiku runtuh ketika
menemui fakta “baru” itu. Bahwa, banyak di antara para ilmuan yang menulis
sesuatu tidak sesuai dengan kejadian di lapangan. Berbedanya antara kejadian
yang sebenarnya dengan apa yang dipublikasikan , katanya, dikarenakan ketidak
inginan membeberkan cara terbaik dalam membuat sebuah penemuan terbaru dan mengejar
kurva hasil yang indah dilihat.
Pada kasus tidak ingin
membeberkan resep rahasia dalam membuat penemuan baru, hal ini sering ditemui
pada praktik publikasi bidang sintesis, karena keterbaruan dalam mensintesis
sebuah materi baru benar-benar menjadi sesuatu yang mahal, minimal di dunia
sains. Sehingga para penemu tidak dengan jelas , atau mungkin dengan benar
juga, menjabarkan apa yang terjadi di laboratorium dan apa yang ditulis di
publikasi, kembali seperti tadi, para ilmuan tidak ingin cuma-cuma memberikan
resep dalam membuat sebuah bahan baru. Jadi kalau bahasa jalanannya publikasi
bidang sintesis kurang kebih seperti ini “Hei, gue dong, sudah bisa buat ini,
baru lo ini, caranya kayak gini - - - ek ek ek, tapi gak gitu-gitu banget si,
wkwkwk”
Sementara untuk kasus mengejar
hasil yang baik a.k.a kurva yang indah. Hal ini sering ditemui pada proses pemutakhiran
sebuat temuan lama, meningkatkan performa atau mencoba menerapkan hasil
penemuan sebelumya. Misal dalam teori disebuah bahwa reaksi pembuatan senyawa Asitrunoneion
akan menghasilkan 5 gram dalam 5 hari, tetapi dalam praktiknya memerlukan waktu
6 hari untuk memenuhi kebutuhan target 5 gram, ada sebagian orang yang tega
menulis berhasil membuat 5 gram dalam waktu 5 hari, hanya untuk mengejar kurva
yang baik nan indah a.k.a sesuai dengan teori.
Kesebalan yang aku alami selama
tahap main-main di laboratorium selama ini juga perihal takutnya para peneliti
pemula pada kata “gagal dan tidak sesuai dengan teori” seakan-akan kalau apa
yang dibuatnya tidak sesuai dengan teori, kemampuannya akan dicap jatuh-sejatuh-jatuhnya.
Selain itu, kesebalan terakhir
yang aku ingat saat menulis ini adalah soal keterikatan waktu/batas waktu
penelitian/terlalu tersekat dan terbatas waktu untuk bisa memaksimalkan
laboratorium dan biaya penelitian yang amat mahal. Bayangpun, saya bayar SPP
hanya untuk input KRS, tidak ada kuliah yang saya ambil, dan di waktu yang sama,
saya juga membayar sendiri seluruh biaya laboratorium dan bahan untuk
penelitian yang mahal itu. Tapi mungkin saya saja yang tak tau soal regulasi
SPP universitas, tapi di gotak-gatok sederhana kayak gitu, wes mbuh, ra mashok
blas.
Untuk kesebalan saya pada
orientasi belajar, itu kapan-kapan lah kita rasani.
Demikian rasan-rasan kali ini,
semoga kita semua tidak merasa dan ingin jadi yang paling suci. Amen
Wallahu A’lam []