Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id Senin, 27 April 2020

[Sumber: tekno.tempo.co]
Belum genap 14 hari masa karantina selepas pulang dari Jogja, saya dengan terpaksa akhirnya keluar desa. Saya menuju salah satu balai pengobatan di dekat rumah dan mendapati ada beberapa perbedaan di setiap tempat umum selama masa pandemi corona. Perubahan yang terjadi pada tempat umum cukup beragam, dari yang tiba-tiba menyediakan tempat cuci tangan darurat, menyediakan botol hand sanitizer, bilik desinfektan sampai pemberian jarak antre. Ketidak seragaman ini mungkin dikarenakan tidak ada aturan baku yang bisa diacu oleh pengelola tempat umum dalam menghalau Covid-19, saya tidak tahu. 

Di depan pintu masuk balai pengobatan tersebut, atau persis di sekitar pelataran parkir terdapat sebuah bilik yang terbuat dari kerangka besi dengan penutup dari plastik transparan yang cukup tebal, di atas bilik itu terdapat rangkaian selang yang terhubung dengan sumber desinfektan dan akan menyemprotkan larutan desinfektan pada setiap orang yang melewati bilik. Aliran desinfektan itu dikendalikan oleh seorang tukang parkir, tidak otomatis terpancar setiap ada orang yang masuk ke dalam bilik tersebut. Tentu ini bertujuan untuk menghilangkan virus di tubuh, meskipun kita tidak pernah tau seberapa besar efektivitasnya. Penyemprotan desinfektan dilakukan karena saat itu sudah masif terdengar kabar kalau desinfektan yang dibuat dari larutan pemutih pakaian bisa digunakan untuk membunuh virus. 

Namun yang menganjal di hati dari penerapan bilik desinfektan tersebut adalah kewajiban semua orang melewati bilik. Saat saya duduk-duduk di teras balai pengobatan, datanglah sepasang suami istri menggunakan mobil kecil berwarna hitam. Selepas mereka memarkir mobil, si tukang parkir mengarahkan mereka berdua melewati bilik desinfektan dan mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan. Setelah cuci tangan mereka berdua masuk ke ruang tunggu balai pengobatan, kemudian saya melihat si perempuan dicek tensinya lalu ia masuk ke ruang pemeriksaan, sampai di sini saya berasumsi bahwa si cowok sedang mengantarkan si cewek yang sedang sakit. Itu juga artinya semua orang, baik yang sehat atau yang sakit, harus melewati bilik desinfektan di depan balai pengobatan tersebut.

Kejadian ini kalau tidak salah terjadi sekitar tanggal 10 april 2020. Sebenarnya saat itu sudah ada larangan dari WHO terkait larangan menyemprotkan larutan desinfektan ke tubuh. Apalagi dikhawatirkan larutan tersebut akan terkena lapisan mukosa yang ada di mata dan bisa membuat iritasi. Meskipun begitu, saya kira sampai saat ini bilik desinfektan tetap saja digunakan di balai pengobatan tersebut.

Sebenarnya tidak hanya balai pengobatan itu yang menerapkan aturan semprot badan sebelum masuk ke ruangan. Hal ini juga terjadi di setiap gerbang masuk desa. Sejak saya pulang dari Jogja akhir maret 2020, terlihat nyaris di setiap gerbang masuk desa telah terinstal bilik desinfektan. Bilik itu besar sekali seukuran garasi, agar mobil yang lalu lalang di desa bisa disemprot juga. Semua desa juga telah menerapkan satu pintu untuk keluar masuk desa, sehingga sudah tidak ada jalan tikus yang bisa dilewati. 

Ketika diamati, ternyata bilik desinfektan itu nyaris selalu menyala. Mungkin dimatikan kalau sudah lewat jam 9 malam ketika pemuda karang taruna yang menjaga pos pengecekan sudah istirahat pulang. Orang dalam mobil memang tidak akan terkena dampak yang signifikan dari penyemprotan ini, karena selama melewati bilik itu kaca mobil bisa ditutup dan pengendara bisa lewat begitu saja. Tetapi ceritanya akan berbeda ketika yang lewat adalah sepeda motor, karena saat melewati bilik itu, pengendara motor harus menutup mata dan mengendarai motor dengan satu tangan, atau membiarkan mata mereka perih terkena terpapar larutan desinfektan.

Kenapa di judul saya menuliskan pemborosan desinfektan, tentu teman-teman semua sudah bisa menebak kesimpulan dari apa yang telah saya ceritakan. Memang selama masa pandemi ini terjadi banyak sekali pemborosan larutan desinfektan, alih-alih digunakan dengan tepat. Tidak tepat karena tidak digunakan sesuai dengan anjuran dan cara kerja yang diberikan. Sampai saat ini sebenarnya sudah ada tata aturan dalam menggunakan desinfektan, yakni digunakan di permukaan benda mati yang sering disentuh, sehingga yang mati diberi desinfektan yang hidup diberi alkohol. Selain membangun bilik desinfektan, yang lebih penting dilakukan adalah membagikan larutan desinfektan ke masing-masing rumah dan menghimbau setiap masyarakat untuk membersihkan benda mati yang sering tersentuh seperti gagang pintu dengan larutan desinfektan yang dibagikan itu tadi.

Tentu boleh saja memasang bilik desinfektan di pintu masuk desa, apalagi kesehatan juga bergantung pada apa yang diyakini dan dipercaya, siapa tau dengan adanya bilik itu membuat warga desa semakin yakin terbebas dari virus dan membuat imun meningkat karena tidak hidup dalam kubangan kecemasan.

Meskipun ini juga bisa menjadi perdebatan, karena ketika percaya diri sudah bersih dari virus ini keterlaluan, alias rasa percaya diri yang dimiliki tumbuh kebablasan. Hal ini akan bermuara pada meremehkan virus corona karena merasa sudah bersih setelah melewati bilik desinfektan, tentu ini tergolong perbuatan yang berbahaya. Yang dibutuhkan saat ini adalah tidak cemas meskipun juga tetap waspada. Hal seperti ini memang memerlukan sebuah pemahaman dan penjelasan yang lebih bijaksana dari setiap stakeholder desa.

Semoga selalu sehat. salam.
27/04/2020

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Tengok Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Top Stories

About

- Copyright © Tigabelas! -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -