- Back to Home »
- Embun »
- Apakah Maaf Bisa Di-shortcut?
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Senin, 10 Juli 2017
Sudah menjadi rahasia umum bahwa
perkembangan teknologi membuat yang jauh menjadi dekat, apapun yang ingin kita
tahu dari isi dunia ini dapat kita intip dari layar gawai yang lebarnya kurang lebih
5 inci. Tapi semakin jauh kita memandang lewat layar gawai, kita semakin jarang
berinteraksi langsung dengan tetangga kita. Dan ini juga terjadi dengan tradisi
maaf memaafkan saat idul fitri kali ini.
[Sumber: simomot.com] |
Tulisan ini sengaja ditulis jauh
hari setelah hari raya idul fitri, saat kunjung-mengunjungi sudah jarang
ditemui hari-hari ini. Saat ini sudah memasuki tengah bulan syawal yang artinya
idul fitri sudah terlewat 2 minggu lebih. Lalu apakah hati kita masih lapang
untuk meminta maaf dan saling memaafkan? Sebelum berbicara soal maaf memaafkan,
saya akan ingat-ingat apa yang sudah terjadi saat malam idul fitri kemarin.
Dengan perkembangan teknologi dari
tahun ketahun, semakin beragam pula cara orang menyampaikan maaf. Saat dahulu
kala, orang berbondong-bondong pulang kampung atau biasa kita sebut mudik agar
bisa merayakan idul fitri di kampung halaman, salah satu alasan pulang kampung
tentu ingin menyampaikan maaf secara langsung pada orang tua, kerabat dan
sahabat di rumah. Meskipun akhir-akhir ini tradisi mudik memiliki makna lain,
karena perihal maaf bisa dikelola dengan sangat instan tanpa harus susah payah pulang kampung. Lalu kita memasuki era pesan singkat atau SMS, kemudian dengan
cepat berubah dengan masuknya internet sehingga pesan-pesan dapat kita sampaikan lebih cepat lewat pesan BBM, WA atau aplikasi chating sejenis, dan akhir-akhir
ini dengan semakin beredarnya grup kumpul di dunia maya membuat pesan hanya
disampaikan sekali dan bisa diketahui seluruh warga net yang tergabung dalam
grup yang sama.
Yang menarik dan telah saya amati
secara pribadi, kata-kata maaf beredar tidak ketika tanggal 1 syawal siang hari setelah solat idul
fitri, meskipun sebagian kecil tetap ada yang disampaikan saat selepas solat id,
tetapi pesan maaf itu ramai dikirimkan saat malam idul fitri, yang artinya
dilakukan saat masjid dan surau beramai-ramai takbiran –Harusnya. Saya mencatat
hampir seluruh grup yang saya ikuti, semuanya berbondong-bondong meramaikan
laman perbincangan grup dengan adu kata maaf paling mutakhir. Saya sedang tidak
membicarakan benar salah, tetapi secara pribadi saya sangat menunggu ucapan ‘yok
takbiran’ pada malam itu, meskipun memang hasilnya nihil. Tak ayal saya sendiri
menghayal, apa sebenarnya motif orang meminta maaf pada malam idul fitri
melalui pesan singkat dan tak satupun megajak atau menyertakan seruan untuk takbiran. Apakah keutamaan
takbiran telah bergeser ke meminta maaf lewat pesan instan?. Sekali lagi saya
sedang tidak membicarakan benar salah, hanya sedang membicarakan mana yang
seharusnya kita lakukan, menyebarkan pesan maaf atau takbiran saat malam idul
fitri.
Selanjutnya, saat siang hari
selepas solat id. Apakah kita telah sungkem kepada kedua orang tua kita,
keluarga-keluarga kita, tetangga, guru dan sahabat kita? Atau kita masih sibuk
dengan pesan-pesan maaf? Mulai termaklumi saat pesan-pesan itu disampaikan pada
kerabat yang memang tak mungkin kita capai dengan tatap muka langsung. Tetapi kembali
lagi, apakah kita juga tetap mengabaikan manusia disamping kita dengan
menjatuhkan pandangan hanya pada layar gawai atau kita lebih sering bertatap
dengan gawai dari pada orang disekitar?
Diantara kita tentu ada yang
resah, bertanya atau sudah mendapat jawaban terkait pertanyaan ‘memangnya tak
baik kita berbondong-bonong segera minta maaf lewat pesan singkat, kan meminta
maaf itu dianjurkan?’ memang sangat tepat, meminta maaf sangat dianjurkan, sehingga
harapannya saat kita telah selesai digodok selama sebulan ramadhan, kita
menjadi manusia yang bertaqwa, yang luas maafnya, yang baik budi pekertinya,
dan halus tutur katanya. Sehingga memang perlu diseimbankan antara prioritas
kita bertatap muka dan meminta maaf pada manusia di sebelah kita dengan manusia
di seberang pulau sana yang sedang kita hubungi lewat gawai.
Saya mengutip petuah bapak Qurais
Sihab (Channel YouTube ‘Semua Murid Semua Guru dalam episode: Kenapa Saat Idul Fitri, Kita Bermaaf-maafan?’), bahwa di atas maaf-memaafkan adalah berbuat
baik, sehingga semoga kita semua benar-benar bisa berbuat baik. Dan semangat
kirim pesan maaf itu tidak hanya menjadi pemanis perayaan idul fitri era
digital ini.
Dengan ini pula ‘Kulo
Ngaturaken Sedoyo Kelepatan lan Nyuwun Pangapuro-Saya Meghantar Segala
Kesalahan dan Mohon Dimaafkan’
Wallahu A’lam
Lamongan,
Sepuluh Juli 2017
sederhana tp mengena 👏
BalasHapusmatursuwun diana
Hapussederhana tp mengena 👏
BalasHapus