- Back to Home »
- Embun »
- Malas Membaca, Gemar Komentar
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Senin, 15 Juli 2019
[Sumber: hot.detik.com] |
Yang uniknya, kenapa yang berisik berceloteh demikian adalah orang-orang dari satu afiliasi ormas yang sama. Padahal konteks yang dikritik adalah film, kenapa tidak menjadi global saja, kan film adalah hiburan konsumsi publik, kalau emang film ini jelek, kan bisa bernarasi masing-masing sesuai penilaian.
Apa jangan-jangan karena memang selama ini mereka yang berceloteh tadi
kerap berkampanye menolak pacaran dan langsung nikah aja, meskipun masih belia.
Eh
Ketika ditanya balik soal celoteh mereka, apa sudah mereka menonton film
itu, eh ternyata jawabannya belum.
Mereka berkata, dari trailer saja sudah kelihatan arah film itu. Trailernya
bercerita pergaulan bebas anak SMA yang berani bersetubuh di luar nikah. Lalu mereka
berbondong-bondong menyerang film dan penontonnya, terutama yang
menganggap film itu bagus. Ya dengan narasi tadi, film menyuruh berhubungan
bebas kok dibilang bagus.
Padahal, sependeknya saya kenal film. Ini serius, saya emang pendek
pengetahuan tentang film, karena emang jarang-jarang aja liat film. Bukan bermaksud
merendah, emang saya rendah.
Saya tidak pernah sekalipun bisa menebak arah dan maksud dari suatu film hanya
dari sebuah trailer, asli. Selalu banyak lika-liku yang tidak mungkin
diceritakan di trailer. Lagian trailer ini kan tujuannya cuma menampilkan
beberapa cuplikan film. Paling yang pasti ditampilkan cuma setup awal
film. Ditampilkannya pun kerap tidak runtut, kadang dari depan, terus belakang
dan berakhir ditenggah. Jadi sungguh film ndak bisa hanya dinilai dari sebuah
trailer, an sich.
Tapi kalau emang ada trailer film yang sudah dapat menjelaskan isi film,
itu adalah bukti bahwa pengetahuan saya tentang film emang pendek.
Hal lain, selain mengklaim kebenaran pengehatuan film dari trailer, mereka
juga menyebut film menyuruh berhubungan bebas kok ditonton, kok dibilang bagus.
Nah ini konyol. Asli.
Apa ya mereka ndak pernah liat film action yang isinya tembak-tembakkan. Apa
ya mereka ndak pernah liat film komedi yang suka memunculkan korban untuk
menampilkan tawa. Apa mereka ndak pernah nonton film triler yang penuh darah. Apa
ya mereka ndak pernah nonton film drama yang dikit-dikit galau, nyanyi dan
cipokan. Apa ya mereka ndak pernah nonton AYAT-AYAT CINTA yang hadehhhhhh~
Kan ini film. Banyak tujuan yang ingin dicapai dari film. Ada maksud dari
film. Ada pesan yang ingin disampaikan dari film.
Kalau saya liat Jhon Wick yang hobi tembak-tembakan, apa ya artinya jhon
wick ngajari saya untuk nembaki orang sepanjang jalan kaliurang. kalau saya
liat Alladin yang dikit-dikit suka nyanyi, apa ya saya harus dikit-dikit nyanyi
di jalan gejayan. Kalau saya lihat 5cm yang suka naik gunung, apa ya saya harus
naik gunungnya an*s. kalau saya liat bumi manusia, minke cium annelis di pertemuan
pertama, apa ya artinya bumi manusia nyuruh saya nyium gadis di pertemuan
pertama dengan cewek berjaket biru dongker di toko buku togamas gejayan yang
cantinya aduhai itu.
Kan ndak begitu cara mainnya.
Kok bisa dibilang bahwa film dua garis biru ngajari kentu di luar
nikah hanya karena trailernya/set up filmnya bilang kentu di luar nikah.
Ini kan pengambilan keputusan yang terlalu prematur.
Nah, sesudah sebel-sebelnya saya pada mereka yang kadong mencaci film dua
garis biru senbelum nonton. Kok ndilalah saya melihat unggahan terbaru dari KH
Musthofa Bisri di Instagram. beliau menulis “Kalau memahami status saja tak
sempat, mengapa tergesa-gesa mengomentarinya?”
Ehh ternyata kebiasaan komentar sebelum memahami maksud seseorang itu gaya
hidup to. Hehehe. Sampek KH Musthifa Bisri menuliskan hal seperti itu.
Kok sampek terang benderang gini alur dan ritmenya dalam pengen nyacati
orang dan gagasan yang gak disuka.
Bijaknya seperti apa, monggo dirembuk masing-masing.
Salam