- Back to Home »
- Embun »
- Golongan Mahasiswa Menukil Imam Ghazali
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Rabu, 07 Februari 2018
Dalam kesempatan
solat jumat yang tak sekalipun merasakan ngantuk saat khotib berkhutbah adalah
hal pertama yang harus disyukuri. Hari ini, jumat 2 februari 2018, saya
berkesempatan solat jumat di masjid kampus UGM. Dalam kesempatan ini, saya
mendengar dengan cukup detail apa yang disampaikan khotib, meskipun ada
beberapa kata berbahasa arab yang terlupakan.
Hal yang perlu
disyukuri untuk yang ke dua adalah isi dari khutbah yang saya kira berhubungan
sekali dengan kondisi akademik kampus minggu ini. Untuk mahasiswa UGM, minggu
ini adalah minggu yang diisi dengan penantian nilai hasil belajar semester
sebelumnya dan mengisi rencana kuliah semester mendatang.
Dalam khutbah, khotib
menjelaskan derajat manusia tentang kualitas hubungan kehidupan dunia dan akhirat
yang menukil klasifikasi dari Imam Ghazali. Imam Ghazali membagi kualitas
manusia menjadi 3 golongan. Diurutkan dari yang paling rendah adalah mereka
yang rugi, disusul dengan yang beruntung dan yang terakhir atau yang paling
tinggi adalah manusia yang telaten.
Manusia yang rugi
adalah manusia yang terbujuk oleh dunia sampai melupakan hidup setalah mati.
Lalu manusia dengan kategori beruntung adalah manusia yang tak terbujuk dunia
tapi bekal juga tak terlalu cukup, tapi mereka masuk dalam keselamatan, karena
keberuntungan, keberuntungan itu bisa hadir dari sesuatu yang tidak disadari.
Dan yang terakhir adalah kategori manusia yang telaten, manusia telaten adalah
golongan manusia yang mempersiapkan bekal dengan cukup, sehingga dapat hidup
baik setelah mati. Mereka fokus mempersiapkan akhirat, tapi tak lupa dengan
dunia yang juga perlu biaya.
Mungkin banyak dari
kita yang akan memilih menjadi manusia dalam kategori telaten. Bisa karena
ingin di posisi derajat paling tinggi atau juga karena memang ingin
mempersiapkan hidup di dunia dan di akhirat tanpa terpikirkan menjadi yang
terbaik. Terminologi ini saat kita tarik dalam situasi belajar kita, mungkin
kira-kira hasilnya akan seperti ini: rugi adalah manusia yang tak belajar dan
tak mengerti, beruntung adalah belajar tapi tak begitu paham tapi hasil belajar
kadang-kadang masih ada yang bagus, dan telaten adalah mereka yang giat belajar
dan mengerti apa yang telah dipelajari. Sementara hidup enak di akhirat bisa
diartikan dengan nilai hasil belajar.
Orang yang rugi tentu
akan mendapat nilai kecil dan orang yang telaten akan mendapat nilai besar.
Sementara untuk yang beruntung masih tak dapat dipastikan hasil belajarnya.
Dengan usaha-usaha yang dibuat, tentu hasil akan sesuai dengan apa yang kita
usahakan. Kalau kita seadanya dalam belajar, ya akan mendapat hasil yang
seadanya. Kalau kita giat belajar, ya akan mendapatkan sesuatu yang banyak.
Lalu mari kita ingat-ingat lafadl doa kita, adakah diantara jajaran doa kita
yang memohon hasil jujur dan sesuai kualitas usaha kita dan disesuaikan dengan pemahaman kita?
Kalau belajar kita
masih dalam kategori seadanya, apakah kita akan berdoa “Ya Tuhan, berikan hamba
nilai yang sesuai dengan usaha hamba” ataukah kita selama ini memohon-mohon
mendapat nilai yang baik bahkan sempurna dengan usaha yang sangat seada-adanya?
Kalau selama ini kita
masih seperti ini, bukankah kita malah bersedia menjadi golongan yang beruntung
saja dan tidak menginginkan masuk dalam golongan telaten?
Wallahu A’lam
Menolak berhenti membaca!