- Back to Home »
- Embun »
- Menunggang Badai Menuju Nirwana
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Minggu, 19 Maret 2017
Malang, Sembilan Maret
2017
Terhitung sudah tiga kali menonton secara
langsung dan sudah puluhan kali melalui YouTube, masih belum merasa bosan akan
kejutan-kejutan yang selalu diberikan oleh band yang di komandani oleh Iga Massardi
dalam setiap live show-nya.
Sebut mereka Barasuara, band yang mengaku tak
memiliki aliran musik, bukan berarti tidak berkarakter, tetapi mereka mengaku
soal genre musik diserahkan pada pendengar, ingin menyebut genre musik band ini
apa. Konsep ini sangat menarik!.
Sudah setahun lebih intens menikmati alunan
nada dari barasuara. Diawali dari kegandungan akan alunan nada di lagu
tarintih.
Ya, Bakhru Thohir adalah salah satu stereotipe
penikmat musik yang kurang menggubris lirik. Dalam menikati setiap band tidak
pernah diawali –atau kebanyakan- karena suka lirik dan maksud lagu. Selalu
diawali dari keunikan nada dan alunan musik yang bisa mengalihkan dunia. Ini
bukan muluk-muluk, karena awal kecintaan pada nada-nada barasuara juga tidak
karena sengaja mendengar barasuara. Saat itu memang sedang gandrung dengan nada
lagu “Di Udara” milik efek rumah kaca, membuka YouTube dan ada rekomndasi
konser untuk dilihat, kolaborasi antara efek rumah kaca X Barasuara.
Semakin kesini, fokus menikmati juga tak hanya
terpaku pada nada, karena lirik-lirik yang dibawakan barasuara juga tak kalah
mengigit.
---
Jakarta sedang bergemuruh, ya tentu, karena
koh Ahoh. Kita tak bisa mengatakan seratus persen benar atas segala
argumen-argumen kita mengenai jakarta. Entah itu soal menista agama atau hanya
intrik politik saja. Tapi kita tak akan terlalu membahas itu lebih lanjut, kita
akan kembali kepada barasuara.
Dimuka sudah dikatakan bahwa barasuara
memiliki lirik yang amat mengigit, coba dengarkan lagu berjudul “Hagia” dan cermati
setiap lirik yang ada.
Sempurna yang kau puja
Dan ayat-ayat yang kau baca
Tak kurasa berbeda
Kita bebas untuk percaya
Seperti kami pun mengampuni
Yang bersalah kepada kami
Lirik yang dibuat beberapa tahun sebelum
permasalahan koh Ahok mengudara kok nampaknya amat cocok dan menohok menyindir
kenyataan yang terjadi. Bukankah ini menunjukan bahwa lirik-lirik barasuara
bermuara dari kegelisahan yang terjadi di sekeliling kita. Lirik yang jujur
dari dalam hati dalam merespon kegaduahan masyarakat.
Kata-kata seperti “kita bebas untuk percaya”,
apakah ini akan diperkarakan lagi, karena menganggap kepercayaan kita yang
paling benar dan yang lain salah? Mari berpikir lagi!.
---
Di lagu yang lain, ada sebuah lirik yang amat
baik. Lirik yang penuh dengan sarat pesan dalam menjalani hidup. Coba dengarkan
lagu “Taifun”
Di dalam hidup ada saat untuk berhati-hati atau berhenti berlari
Tawamu lepaskan tangis kau redam, didalam mimpi yang kau simpan sendiri
Sumpah serapah yang kau ucap, tak kembali
Semua harap yang kau ucap, tak kembali
Saat kau menerima dirimu dan berdamai dengan itu
Kau menari dengan waktu tanpa ragu yang membelenggu
Menurut pengakuan si empunya pencipta lirik,
bahwa lirik ini dibuat sebagai pesan pada anaknya yang masih kecil.Cara yang
menarik, bahwa pesan seorang ayah kepada anak disampaikan dalam sebuah lagu dan
ini sudah diperdengarkan kepada banyak pasang telinga. Tentu selain menikmati
lagunya, ada alunan aura positif yang disampaikan dalam setiap likik-likik
milik Barasuara.
Di dalam hidup ada saat untuk berhati-hati
atau berhenti berlari. Di dalam hidup ada sesuatu yang mesti kita perjuangkan
dan kita ihlaskan. Di dalam hidup ada sesuatu yang mesti kita usahakan dan ada
yang tinggal bersantai sesuai kehendak Tuhan.
Hal menarik lain dari Barasuara adalah mereka
menyayikan seluruh lagunya dengan bahasa Indonesia. vokalis selalu bernyanyi
mengenakan batik, kaos yang dikenakan oleh personil Barasuara memiliki pesan implisit dan menggunakan alat-alat
serta banyak atribut buatan dalam negeri. Secara sederhana kita bisa mengatakan
bahwa Barasuara cinta Indonesia.
Kita tak akan membahas semua lirik dari
Barasuara, kita hanya akan menambah satu lagu dari Barasuara. Sebut saja
lagunya Samara, dalam lagu itu terdapat lirik pamungkas seperti ini
Kita bisa tengelam dan bisa padam, atau bangkit berjalan lalu melawan
Dan saat lagu ini terbit sekitar tahun 1980,
apa yang akan terjadi pada Barasuara saat ini?
Sehingga dalam melihat Barasuara, kita akan melihat juga sebuah kemerdekaan dalam berekspresi. Saat kita sudah mau mendengar alunan musik ala Eropa dan Amerika, sudah saatnya Eropa dan Amerika mendengarkan musik Indonesia, dan optimis bisa diwakili oleh Barasuara.
Dan kemerdekaan berkarya ini jangan berhenti di Barasuara.
Mari berkarya dan berekspresi. Negeri ini masih ada sisi merdeka yang patut kita
syukuri. Meskipun juga memiliki sisi terjajah yang perlu kita perjuangkan.
Waallahu A’lam
Selamat berkarya!