Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id Senin, 15 Agustus 2016


Yogyakarta, 14 Agustus 2016

Selamat malam Indonesia, akhirnya kembali bisa berjumpa lagi setelah dua bulan terakhir absen saling sapa. 
Bahagia rasanya karena blog asal-asalan ini bisa bertahan sudah tepat satu tahun, semoga selanjutnya kita tetap bisa saling bersilaturahmi dan bertukar ide lewat media sederhana ini. 

Minggu-minggu ini penulis seperti mendapatkan kejutan bertubi-tubi yang nampaknya akan mubadzir kalau tak di bagikan dengan seluruh pembaca yang Budiman. 
Sebuah pengalaman yang luar biasa, bertemu dengan orang-orang luar biasa dan dengan semangat yang luar biasa. 

Penulis masih teringat bahwa apapun yang kita dapatkan sebagian adalah hak teman-teman kita untuk tahu dan bersama-sama belajar, dan dengan tulisan singkat ini penulis ingin membagikan apa yang telah penulis alami. 

---

Pertama adalah pertemuan di Minggu kemarin. Bertemu dengan sosok orang nyentrik, dandanan semacam anak gunung dengan gelang yang bertumpuk mengikat di tangan kanannya. Namun sebelum mendengarnya berbicara ada satu hal yang sangat menarik untuk di amati, yakni cara dia merokok. Menurut penulis, hal ini berbeda meskipun penulis yakin orang seperti ini tak hanya ada satu, tetapi perokok di sekitar penulis tak ada yang melakukan hal ini, selain dia membawa rokok dia juga membawa tempat latu/utis/buangan sisa rokok sendiri. Menurut penulis ini penting, karena dia merokok tidak untuk mengotori lingkungan. Dia bertanggung jawab atas sampah bekas rokoknya. Ya dialah mas icrul. Atau lebih akrab di Facebook sebagai icrul doank. 

Pendiri gubuk baca lentera negeri yang beroperasi di gang tato kecamatan Jabung kabupaten Malang. 
Dia adalah tokok pendidikan yang bergerak dari bawah. Mengerakkan sumberdaya yang ada dan melakukan apapun yang bisa di lakukan. Mengajari anak kecil membaca, menggambar dan berkreasi membuat kerajinan. Beliau mengatakan yang terpenting dari sebuah gubuk baca bukanlah banyaknya buku saja, tetapi penting untuk mengadakan kegiatan-kegiatan agar anak-anak tak bosan.
Banyak saat ini orang tua yang kuwalahan menanggulangi derasnya arus modernitas dengan masuknya teknologi dan membiarkan anak-anak untuk bermain gadget dan melupakan sekitarnya. Tentu keseringan bahkan sampai ketergantungan teknologi semacam itu tak baik dalam jangka panjang. Menurut kang icrul untuk menangkal arus semacam itu cukup mudah yakni hanya dengan kita membuat sebuah permainan yang lebih seru di mainkan di bandingkan permainan-permainan yang ada di gadget. Adannya orang tua untuk ikut bermain dan menuangkan kasih sayang secara langsung pada anak-anak itu sangat penting.

Kutipan dari mas icrul yang sangat terngiang di fikiran dan sangat mengilhami penulis agar terus berjuang adalah "kalau pendidikan di negeri ini kita ibaratkan mobil mogok, mobil itu tak akan bergerak kalau kita hanya berbicara, berteriak dan memegang TOA" 
Semoga mas icrul dan kawan-kawannya selalu di berikan kesehatan.
Sangat inspiratif.

---


Yang kedua adalah mas Aguk Irawan. Sastrawan karismatik dengan ratusan karya dan perjuangannya yang luar biasa. 
Sebelum bertemu dengan beliau, satu hal yang menarik adalah ternyata mas Aguk berasal dari kabupaten yang sama dengan penulis, Lamongan. Yang selama ini penulis anggap kabupaten ini minim kegiatan sastrawi, mulai saat ini persepsi penulis salah. 
Beliau adalah penulis novel best seller penakluk badai dan haji backpaker. 

Datang dari Kairo ke jogja dan masih melunta-lunta tinggal di rumah tak jelas dan sering berpindah karena tak punya tempat menetap. Tapi karena kerasnya perjuangan itu membuatnya kokoh menerjang badai kehidupan. Tak kurang ratusan karya sastra yang sudah beliau cipratan, dari novel, cerpen, puisi dan masih banyak lagi. 

Yang sangat menarik dari mas Aguk adalah saat ini beliau memiliki pondok pesantren bernama Baitul kilmah yang terletak di daerah Bantul DIY. Di pesantren ini kalau penulis bilang adalah sebuah pesantren sastra dan mengajari santri-santrinya hidup produktif. Ada kegiatan kajian sastra yang selalu di lakukan di joglo milik mas Aguk sendiri. Dari membuat puisi cerpen bahkan novel, di kritisi di evaluasi dan di perbaiki bersama. Sangat luar biasa. 
Banyak buku di pondok tersebut, sangat banyak dan jauh lebih banyak dari yang pernah penulis lihat untuk kelas perpus rumah. 
Seluruh biaya di pondok pesantren mutlak nihil. Semuanya gratis di biayai mas Aguk sendiri.
Beliau hanya menginginkan santrinya produktif. 
Semoga beliau di beri kesehatan dan santri-santrinya juga tak kalah produktif dengan mas Aguk. 

Wallahu a'lam

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

Tengok Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Top Stories

About

- Copyright © Tigabelas! -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -