- Back to Home »
- Embun »
- Metamorfosis tagar anti-anti
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Kamis, 11 Februari 2016
Malang, sebelas Februari 2016
Selamat sore Indonesia, seperti biasa hujan selalu setia
menemani bumi Indonesia dan permai ini dengan hujan di setiap sorenya. Seakan-akan
hujan tahu bahwa dia memang bertugas untuk mendinginkan manusia permukaan bumi
yang sering kali bertikai.
Udara nan sejuk ini mengantarkan penulis pada sebuah ingatan
kemarin, saat penulis menemukan sebuah tagar unik sekali di dunia sosial media,
tagar kampanye anti-anti. Tagar yang penulis maksud adalah
#IndonesiaTanpaPacaran dan #Tolak ValentineDay . terbilang tagar ini bukanlah
tagar yang ecek-ecek karena angka netizen yang menggunakan tagar ini sampai 14.000
untuk Indonesia tanpa pacaran dan 1.500 untuk Tolak valentine day. Itu baru
tagar di sosial media Instagram, belum yang lain. Namun tak begitu booming
juga, karena penulis menemukan tagar ini juga bukan karena sebuah ke tidak kesengajaan.
Terdengar kabar bahwa kelompok orang yang mengkampanyekan
tagar ini akan road show kampanye ke 10 titik kota di Indonesia. Mungkin
setelah road show itu terjadi akan mulai terdengar gaung-gaung kecil di
telinga.
Sebenarnya kampanye anti-anti seperti ini bukanlah hal yang
baru ada di Indonesia. Sudah sejak lama ada sebagian orang yang memang sering
melarang tindak tanduk orang, yang mungkin menurut kacamata mereka (orang yang
anti-anti) kurang tepat dengan kaidah mereka dalam berkehidupan dan tak sesuai
dengan ilmu yang mereka miliki.
Namun yang membedakan adalah gerakan anti-anti semacam ini
seperti bermetamorfosis dan menghasilkan sebuah gerakan yang lebih masif dan
dimotori oleh kaum muda dan ustad muda yang tahu-tahu muncul dan mengetahui
segala seluk beluk kehidupan. Ustad-ustad muda ini lah yang menjadi ujung
tombak gerakan mereka. Ustad-ustad ini yang sering kali mengeluarkan fatwa-fatwa
terbarukan yang seakan-akan sangat kekinian dan cocok dengan era saat ini, dan
tak jarang pula ada unsur anti-anti semacam ini.
---
Teringat pada sebuah dialog yang dilakukan oleh gus mus dan
beberapa sahabatnya dalam sebuah acara bedah buku Atlas Wali Songo beberapa
waktu yang lalu. Ada yang mengatakan bahwa “mereka yang sering mencampuri Islamnya
orang lain, merekalah yang belum tuntas ber-Islam”. Analoginya seperti ini. Semisal
dalam sebuah ujian terdapat dua orang yang di soroti, tokoh yang pertama memang
pintar dan cakap, dia mengerjakan semua soal dengan cekatan dan selesai tepat
waktu, dan ada satu tokoh lagi yang memang dia terkenal badung, kurang belajar
dan suka iri dengan kemampuan orang lain. Tokoh kedua ini tidak begitu menguasai
materi ujian, sehingga banyak soal yang belum terjawab, dan karena dia memiliki
sifat dasar suka iri-an, sehingga saat waktu selesai, dia kebingungan dan mengganggu
temanya (si-A) untuk mendapatkan contekan. Mungkin semacam ini, ketika ada
seseorang yang memang dia sudah cakap dalam ber-Islam, dia akan tenag dalam Islamnya
yang diyakininya dan menghormati Islam yang lain, berbeda dengan yang belum
cakap, dia akan mengoyak-oyak cara beribadah orang yang kebetulan berbeda
denganya.
Teringat pula pada sebuah buku karya Abdurrahman Wahid (Gus
Dur), dalam buku kumpulan esai Islamku, Islam Anda dan Islam kita. Terdapat sebuah
esai yang berjudul sama dengan buku,
yang mana dalam esai itu Gus Dur mencoba menularkan sebuah gagasan yang
menarik pada kita semua, cara kita ber-Islam yang cocok untuk dikerjakan di Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut penulis, gus dur sadar betul bahwa Islam di Indonesia
adalah beragam dan harus diakui keberagaman itu. Sehingga ketika kita memiliki
Islamku (Islam yang kita yakini sebagai kebenaran kita masing-masing) bisa
bersanding dengan Islam Anda (Islam yang Anda yakini dan kita yakini
bareng-bareng kebenarannya). Antara Islamku dan Islam Anda dapat bersandingan
dan hidup bersama meneropong kebenaran ke depan yang beliau namakan Islam kita.
Ketika Islamku tidak dapat menerima Islamku milik Anda, tentu kita tak dapat
lanjut pada Islam Anda. Ketika ego Islamku dan Islam Anda sudah dapat berbagi
tempat dan bersama-sama meneropong Islam ke depan, saat itulah Islam kita akan
mulai terlahir. Dan Islam dengan karakteristik “Islam kita” inilah yang dapat
hidup tentram di bumi Indonesia yang memang sudah terkenal beragam.
Terakhir penulis juga teringat pada sebuah adagium yang di
celetukkan gus mus yang berbunyi “kalau Anda boleh meyakini kebenaran Anda,
kenapa orang lain tidak boleh”. Ketika kita gabungkan dengan tagar di atas
menjadi seperti ini, “kalau Anda boleh meyakini #IndonesiaTanpaPacaran dan
#TolakValentineDay sebagai kebenaran Anda, kenapa orang lain tidak boleh”
Mungkinkah ini yang di maksud dengan mental bangsa Indonesia masih
berkarakter kolonialis. Ada susah sekali seperti orang yang sedang terjajah, ada
yang sangat berkuasa dan suka mengatur-atur seperti para penjajah dulu. Kalau semua
dipaksa untuk tidak pacaran dan menolak valentine, apa bedanya Anda dengan mbah
yang tenar masa tahun 60-an sampai 90-an itu, yang suka mengatur-atur kehidupan
masyarakat Indonesia. Bahkan sampai pagar rumah di atur oleh mbah harus ber-cat
kuning.
Kalau memang jawabannya “iya”, ingin mengatur-atur kehidupan
orang, ngeh monggo mugi-mugi gusti Allah njogo panjenengan.
Menurut penulis, dari pada membuat kampanye anti pacaran dan
tolak valentine, buat apa? Buat apa mengurusi orang pacaran, kalau memang
pacaran itu berbahaya, ya biar yang suka pacaran itu yang menerima bahayanya
(kalau memang bahaya). Dari pada ngurusi hak priogratif orang dalam
memilih ingin pacaran atau tidak, lebih baik kampanye untuk kepentingan banyak
orang seperti korupsi. Karena memang korupsi jelas merugikan banyak orang.
Celetuk sebuah teman, kalau semua dilarang pacaran, ya
kasihan Abah Anton (Walikota Malang) yang telah
berhasil menyulap seluruh sudut kota malang menjadi taman dan disediakan
kursi berpasang-pasangan di setiap taman untuk pacaran. Kalau semua dilarang,
bakal cepat usang kursi-kursi pacaran yang sudah disediakan itu, hehe
Wallahu A’lam
Penulis sangat sadar bahwa apa yang penulis tulis sangat
banyak berkemungkinan salah, namun satu yang penulis yakini, hukum sebelah mana
yang melegalkan orang-orang itu untuk mengatur hak preogratif masing-masing
personal dalam memilih hidup berpacaran atau ingin merayakan valentine. Semoga kita
semua tetap dalam koridor. Amin.