- Back to Home »
- Embun »
- Nikmat yang Terlupakan
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Jumat, 25 Desember 2015
Malang, Dua puluh Lima Desember 2015
Selamat siang Indonesia, semoga Jumat ini menjadi benar-benar
barakah. Penulis ucapkan pula selamat natal pada teman-teman yang merayakannya,
semoga di lindungi dan damai sentosa untuk kita semua.
Apabila tidak melakukan dosa, yang
paling berbahaya dari itu adalah merasa benar
Semoga kita diselamatkan dari perkara merasa benar, dan menganggap
bahwa mereka yang tersesat. “masak orang tersesat kita ucapkan selamat?”. Dari pada
begitu lebih baik kita diam, karena tanpa disadari kita merasa benar. Apa jaminan
kita berada di jalan yang benar, dan teman-teman yang mengucapkan selamat natal
dan yang merayakan natal itu tersesat? Apakah gara-gara kita berlabel Islam di
KTP dan barusan selesai salat jumat dapat mengukuhkan kita bahwa kita berada di
jalan yang benar?
TAK ADA JAMINAN
Ada yang mengatakan “kalau tak berucap baik, lebih baik diam”.
Kalau tak mau mengucapkan ya monggo, namun jangan melarang-larang yang
lain mengucapkan. Itu pilihan dan jangan mencederai hati orang lain. Ingat pula,
kita hidup di Indonesia, negara dengan demokrasi yang sedang dibangun, lantas
kalau larang-larang orang mengucap selamat natal, apa bedanya dengan orde baru
yang tak boleh mengkritik pemerintah?
Semoga lisan kita dijaga. Berbicara yang bermanfaat dan
melegakan hati orang lain. Hati-hati pula dengan penggunaan ayat-ayat Tuhan. Ayat-ayat
itu tak dapat berbicara, ayat-ayat itu berbicara sesuai dengan siapa yang
menafsirkan.
Menggunakan ayat “lakum dinukum waliyadin” sebagai dalih
pelarangan mengucapkan selamat natal juga nampaknya kurang bijaksana, kita
melupakan Asbabun nuzul ayat tersebut. Perlu ditengok secara utuh ayat
tersebut, dan Asbabun nuzul ayat tersebut. Menurut tafsir ibnu Katsir, surat
itu turun saat nabi Muhammad di tantang untuk mengubah Tuhan mereka menjadi Tuhan
kaum kafir Qurais dan kaum kafir Qurais akan bertuhan Allah selama setahun, dan
mencari siapa Tuhan yang benar. Lalu turunlah surat itu, yang menegaskan bahwa
bagiku agamaku dan bagimu agamamu dan tak akan bertukar-tukar kepercayaan. Sementara
mengucapkan selamat natal bukanlah sebuah situasi dengan konteks yang sama
dengan Asbabun nuzul ayat tersebut.
Mengucapkan selamat natal dengan menghormati saudara kita
yang berbeda agama, dan bergembira akan hari besar mereka, bukan pada akidahnya.
Ada tetangga kita sedang bergembira, masak kita malah susah karenanya?.
Ingat pula “Indonesia bukanlah negara agama, tapi negara beragama”
dinegara ini muncul banyak sekali agama dan kepercayaan. Kalau kita benar-benar
mengamalkan bhinneka tunggal ika, harusnya kita menghormati satu dan yang lain.
Karena kita hidup di Indonesia dan kebetulan beragama A, B, C dan seterusnya.
Dan ada satu hal yang sangat penting. Kita sering kali melupakan
fitrah kita sebagai manusia. Telah tertulis dalam ayat qauliyah Allah bahwa
kita diciptakan bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kita saling mengenal. Sudah
jadi sunnah kita berbeda, dan kita di perintah Tuhan untuk saling mengenal. Sekarang
bagaimana cara kita mengenal kalau tak membuka dialog dengan mereka yang
berbeda?
Akankah dalam al-quran terdapat ayat yang berlawanan? Nampaknya
tidak
Kalau ayat “lakum dinukum waliyadin” memerintahkan kita untuk
tak mengucap selamat pada yang beragama lain karena takut mencederai aqidah
kita, kenapa Allah harus membuat ayat yang meminta kita mengenal orang-orang
dengan latar belakang suku, agama, budaya yang berbeda.
Pesan damai yang dapat diambil dalam perayaan natal kali ini
adalah, kita sering kali melupakan nikmat Tuhan berupa perbedaan. Kita sering
mengucap alhamdulillah apabila mendapatkan harta, namun kita dibuat dengan
suku, bangsa, kepercayaan yang berbeda tidak membuat kita semakin taqwa pada Tuhan
dan berucap Alhamdulillah kita berbeda, malah menjadi bumbu-bumbu pertikaian. Kita
pula harus berbuat baik pada setiap manusia. Nabi Muhammad pernah menyuapi Yahudi
buta, paus Fransiskus pernah merangkul manusia berpenyakit dan mencuci kaki
tahanan muslim, Gandhi membela hak kaum muslim, bunda Theresa pernah merawat
kaum Hindu miskin. Lantas kita siapa? Sampa tak mau berbuat baik hanya sekedar
mengucapkan selamat merayakan hari besar agama lain dan membuat hati mereka
bahagia. Masih kita merasa benar?
Semoga Nikmat perbedaan ini tak hilang dari muka bumi.
Wallahu A’lam
Semoga kita semua di dilindungi Tuhan. Dan masih dalam
koridor. Amin.
Bismillah
BalasHapusAssalamualaikum mas :)
Semoga Allah selalu menempatkan kita di jalan kebenaran bukan jalan pembenaran, aamiin :)
Adalah bijak jika kita melihat segala sesuatu tidak dari satu sudut pandang saja. Dalam hal ini, mari kita coba lihat ayat "lakum dinukum waliyadin" tidak hanya dari asbabun nuzul atau illat dr turunnya ayat ini saja, tp juga dari hikmah yg terkandung di dalamnya. Lakum dinukum : untukmu agamamu. Waliyadin :dan untukku agamaku. Kalimatnya simpel, tp artinya dalam. Ayat ini menutup surat Al-kafirun yg asbabun nuzulnya sudah mas jelaskan tadi dgn sebuah pernyataan tegas. "Untukmu agamamu, dan untukku agamaku" ini lah batas toleransi kita. Tak boleh ada pencampuran agama seperti yg diajukan oleh kaum kafir saat itu. Urusan agama mereka, biarlah jadi urusan agama mereka, urusan agama kita, biarlah jd urusan agama kita. Tak ada yg boleh mencampuri urusan agama satu sama lain.
Tentang ayat yg menjelaskan perbedaan antara manusia, izinkan saya merangkumnya dalam beberapa bagian : taaruf (saling mengenal) tafahum (saling memahami) taawun (saling tolong menolong) dan toleransi. Tak ada larangan untuk kita berbuat baik kepada orang yg gal seiman dgn kita, gak ada. Kita diperintahkan untuk saling mengenal, saling memahami, saling tolong menolong dan saling bertoleransi terhadap org yg gak seiman dgn kita. Mari kita ambik cerita Rasul yg memberi makan Yahudi buta di pasar madinah. Apakah Rasul menjelaskan kepada Yahudi buta itu bahwa beliau adalah Rasulullah, sang pembawa risalah Islam ? Tidak toh.
Tanpa mendakwahi Yahudi tersebut Rasul tetap ikhlas menolongnya.
Konsep tolong menolong, atau berbuat baik kepada sesama manusia meskipun berbeda keyakinan ini tak mencederai agama kita. Tak ada larangan untuk itu. Tapi jika sudah menyangkut akidah, lain cerita
Semoga Allah mengampuni kita semua :'(
Pekanbaru, 13 Rabi'ul awal 1437 H
waalaikum salam mas redi. senang berjumpa kembali...
Hapussebenarnya mengucapkan selamat natal yang saya maksut juga tak terlalu jauh sampa urusan agama, hanya sampai perhal menghormat dan membahagakan saudara kita setanah air Indonesia. kan kta memang terdampar di Indonesia yang luar biasa dengan kemajemukan yang luar basa pula :)
gerangan mas redi ini mondok di pesantren mana ya? menarik sekali pemikiranya tentang agama islamnya,..
Senang juga bisa berjumpa kembali di sini meski cuman terwakilkan huruf-huruf.
HapusSemoga segala perbedaan pendapat ini hati-hati kita tak saling bersilangan, apalgi sampai berjauhan :)
Saya gak mondok mas, cuma belajar dari buku-buku dan ikut pengajian sekali2 di kampus :D
Kaya sekali pengetahuan tentang agamanya.. Emang yg buat pengajian lembaga apa mas?
BalasHapusAhh, masih gada apa2nya saya sama mas. Di hima, itu pun cuman sesekali.
Hapus