Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id Senin, 02 November 2015


Malang, dua november 2015

Selamat malam Indonesia. Sejuk sekali malam ini, sunguh nyaman dan semoga membuat semua orang bahagia dan bersyukur bisa hidup di negeri ini. Sudah cukup lama tak meramaikan dunia blog, bukan karena tak ada keresahan atau tak ada bahan, hanya saja sedang cukup disibukkan dengan pertemuan-pertemuan dengan orang yang luar biasa. Semoga semua yang telah membagi ilmu diberkahi dan manfaat.

Kali ini penulis akan membagi keresahan kembali, dan semoga teman-teman semua tak bosan mendengar keresahan penulis. Hehe

Hal yang ingin penulis sampaikan sebenarnya sangat lumrah, dan mungkin semua dari kita sempat mengalami.

Pernahkah teman-teman semua terdampar disuatu keadaan dimana dalam situasi tersebut ada beberapa orang yang memang mahir di suatu bidang dan yang lain masih tahap belajar -anggap saja dalam bidang bermusik- .

Secara tak sengaja atau sengaja kita akan sering sekali menemukan keadaan dimana akan ada toleransi pada siapapun yang telah mahir meskipun dia salah dalam memainkan alat musik. Sementara untuk teman kita yang masih belajar, ketika salah akan di hujat dengan contoh kata-kata seperti ini “ehh, yang serius dong! Dari dulu selalu salah, kapan bisanya?”

Penulis teringat suatu quotes dari novelis dan esaiin besar Indonesia “pramoedya”, dia mengatakan kita harus berlaku adil sejak dalam pikiran.

Mungkin yang dimaksut pramoedya dalam quotesnya tersebut diaplikasikan dalam kasus-kasus seperti ini. Karena bagaimanapun orang yang telah pandai masih perlu kritikan agar dia terus berkembang dan yang masih belajar jangan semata-mata kita hujat agar api semangatnya tak padam.

Secara mendasar, toleransi itu memang penting, namun apabila toleransi hanya kita sandarkan pada mereka yang telah pandai? Apakah itu adil.

Kritik juga tak selalu buruk. Kritik yang baik akan menghasilkan perkembangan pada siapa yang dikenai kritik, namun ketika kritik itu selalu bersarang pada orang-orang yang masih belajar, sementara kita sendiri belum tuntas memahami orang yang masih belajar ini, mungkin saja dia tak cocok di kritik tapi lebih suka untuk diberitahu secara halus dan langsung “tanpa sindira”, apakah kritik jadi hal yang baik.

Berlaku adil semata-mata tak memperlakukan sama pada semua hal, tapi adil adalah yang tahu porsi. Untuk tau porsi kita harus memahami dan objektif. Seorang anak berusia 5 tahun diberikan pisau yang sama tajam dengan orang yang telah berusia 17 tahun untuk mengupas buah ditanganya sendiri-sendiri, apakah itu yang dinamakan adil? Nampaknya kita semua bersepakat jawabanya bukan.

Sehingga memang sebenarnya kita sudah mengerti kalau kita harus berlaku adil, namun secara tak sengaja dalam alam bawah sadar, kita sering kali kita sudah tak adil memperlakukan orang. Secara tak sengaja kita selalu mangut-mangut pada semua ucapan orang yang dikenal pandai tanpa ada kritik barangkali ada yang salah dan selalu mendebat dan mencoba membenarkan pendapat kita pada setiap argumen orang yang mengkin lebih muda atau kita tahu dia masih belajar hal itu.

Mari sama-sama saling mengingatkan. Dan apresiasi itu penting sahabat. Untuk teman-teman yang masih belajar perlu kita apresiasi semagatnya agar dia lebih semangat. dan untuk yang sudah pandai, bentuk apresiasi kita bisa lewat kritikan yang membangun, karena ilmu itu selalu berkembang, tak ada ilmu hanya stastis diam. Bahkan sekelas ilmu alam yang katanya ilmu pasti itu, sebenarnya masih ada sangat banyak yang perlu kita kritisi bersama, untuk terus berkembang dan relevan sengan zaman.

Kalau kita terus menelusuri permasalahan seperti ini, mendiang pramoedya agaknya ingin mengajak kita untuk menjauhi lupang-lupang fanatisme. Karena apabila kita sudah tak adil meskipun dalam fikiran, yang selalu memaklumi dan tak mau mengkritik orang-orang pintar itu, dan sedikit-sedikit menghujat orang yang belajar tanpa sekalipun mendukungnya, kita akan sangan mudah terjerumus pada lubang fanatisme.

Bukankan hadratus syaih hasyim asari juga telah mengingatkan kita bahwa “jangan jerumuskan dirimu ke jurang fanatisme” sehingga memang banyak orang-orang besar yang menaruh perhatian pada jebakan fanatis ini.

Mungkin selama ini kita juga masih menjadi orang yang selalu membela siapa saja yang memiliki ilmu lebih tanpa pernah mengkritik kalau ada laku salah darinya?

Atau mungkin kita yang selalu menghujat teman-teman kita yang masih belajar?

Sedari sekarang marilah kita belajar untuk berperilaku baik pada sesama, karena menjadi teman yang baik pun tak cukup hanya mengetahui kebaikanya, tetapi juga harus faham sampai sisi terburuknya namun kita dapat membantu memperbaikinya.

Wallahu a’lam

Semoga kita lebih baik dan menjadi orang-orang yang adil pada sesama.


{ 2 komentar... read them below or Comment }

Popular Post

Tengok Sahabat

Diberdayakan oleh Blogger.

Top Stories

About

- Copyright © Tigabelas! -Metrominimalist- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -