- Back to Home »
- Embun »
- Berbasis internasional apalah apalah
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Selasa, 24 November 2015
Malang, duapuluh tiga november 2015
Selamat petang Indonesia. Terimakasih diucapkan pada mu atas
segala nikmat yang sudah Kau titipkan pada kami, semoga teman-teman kami juga
turut dapat menimati indahnya alam-Mu ini.
Masih menjadi tema yang sangat menarik ketika penulis
mengulas masalah pendidikan, dan kebetulan tema yang ingin dibahas kali ini
masih saja membahas masalah internasionalisasi sekolah-sekolah di negeri ini.
Selain karena fenomena ini sedang marak dinegeri ini, semakin diperpanas dengan
lembaga tempat penulis study juga sedang mengadakan langkah internasionalisasi
lembaga dan diberi lebel World Class University (WCU).
Internasionalisasi pendidikan selalu menuai pro dan kontra,
banyak diantara yang mengatakan pro akan menyuarakan ini adalah sebuah langkah
baik karena pendidikan kita akan setara dengan negara-negara maju. Namun kali
ini penulis lebih ingin membahas daerah kontra, karena menurut penulis ini
cukup mengancam sendi budaya kita apabila internasionalisasi ini tidak
dibarengi dengan sadar budaya.
Satu hal yang pasti dalam internasionalisasi pendidikan
adalah akan digunakanya bahasa internasional dalam setiap komunikasi dan
buku-buku yang digunakan. Dan sadarkah kita semua, bahwa ini akan mengancam kearifan
lokal kita.
Budaya kita mengajarkan adab tata krama dalam berbicara.
Tidak hanya dijawa, bahkan diseluruh belahan negeri ini memiliki tata bicara
yang mengutamakan tata krama. Di jawa ini disebut Unggah Ungguh boso “tingkatan
berbahasa”. Kita di Indonesia memiliki budaya untuk selalu menghargai yang
lebih tua dengan memposisikan bahasa kita sesuai dengan siapa kita berbicara.
Dengan teman kita memangil “Awakmu” untuk orang yang lebih tua kita
menggunakan “Sampean” untuk guru kita menggunakan “Panjenengan”
yang semuanya berarti kamu. Bisa dibayangkan kalau di negeri kita sendiri, kita
dimintak berbahasa inggris, di lingkungan sekolah kita dimintak berbahasa
inggris, pada teman, orang yang lebih tua dan guru kita akan sama-sama
menmangil “you”. Padahal dikatakan bahwa sekolah adalah tempat
pengembangan moral, sekarang moral sebelah mana yang mengajarkan berbicara
dengan orang yang lebih tua sama saja dengan kita berbicara pada teman sejawat.
Kearifan lokal kita terancam hanya karena mengejar gelar sekolah internasional
dan menggunakan bahas internasional dilingkunagan sekolah.
Tentu tak hanya dalam komunikasi, kita akan membaca dan
meliahat video-video dengan berbahasa Inggris dan tentu lambat laun ini akan
mempengaruhi pola laku kita sehari-hari. Sungguh ini hal yang sangat berbahaya
bagi kearifan lokal kita apabila tak ada filter dalam setiap prosesnya.
Seharusnya bahasa inggris memang tetap diajarkan agar kita
bisa komunikasi dengan mereka, tetapi tidak merengut komunikasi kita
sehari-hari dan mematahkan kearifan lokal kita sendiri.
Dari teman-teman semua, yang mungkin beberapa sudah merasakan
sekolah berstandart internasional, apa muatan lokal yang diajarkan di sekolah
internasional? Apakah muatan lokal itu masih mengajarkan kita berbahasa jawa
dan bertutur laku sopan? Ataukan muatan lokal kita sudah diganti dengan
menjahit, elektro, dsb?
Untuk teman-teman yang sudah pernah bersekolah di sekolah
internasional, apakah sempat menemui segala jenis pengumuman dan papan
informasi bertuliskan dengan huruf jawa dan menggunakan bahasa jawa? Ataukah
sudah berganti dengan kata berbahasa inggris? Kalau semua sudah berganti dengan
bahasa asing, ya mari kita tunggu generasi mendatang akan tidak mengerti dengan
bahasa negerinya sendiri.
Yang terahir penulis ingin bertanya pada kita semua. Kalau di
Indonesia ada sekolah standart internasional, apakah di eropa dan amerika juga
ada sekolah standart internasional? Dan semisal ada, apakah disana mereka
belajar bahasa jawa dan Indonesia? Kalau jawabanya mereka tak belajar bahasa
jawa, kenapa kita harus ngoyo belajar bahasa mereka?
Ataukan standart internasional yang dimaksut hanya semu
belaka, karena tak ada standart pasti yang universal sedunia mengenai bagaimana
bentuk sekolah standar internasional. Dan ataukah memang kita yang hanya ingin
ikut-ikutan dengan budaya eropa dan amerika dalam belajar agar kita dibilang
sekolah internasional karena menyerupai mereka?
Wallahu A’lam
Mari memperbaiki diri dan jangan melupakan kearifan lokal
kita sendiri-sendiri. Kita boleh maju dalam segala hal, namun jangan lupakan
dasar kita, jangan sampai kita menjadi kacang yang lupa kulit, yang pintar
namun lupa cikal nenek moyang. Semoga kita lebih baik. Dan negeri ini tetap
menjadi ramah untuk masyarakatnya sendiri. Amin...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus