- Back to Home »
- Embun »
- Sekali-kali ingin disebut homo
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Selasa, 08 September 2015
Malang, tujuh September 2015
Selamat malam Indonesia, tak terasa
akhir-akhir ini aku banyak belajar dari atmosfer masyarakatmu yang multi
dimensi ini. Agaknya semua jenis manusia ada di negeri ini. Dari yang paling
lurus sampai yang paling bengkong, dari yang paling lucu sampai yang paling
kaku, dari yang paling bijaksana sampai yang paling biadap.
Namun menurutku sayang sekali, dari
keberagaman ini kita belum bisa benar-benar mampu memaknai perbedaan. Kita
masih belum bisa benar-benar menghargai keberagaman dunia orang lain. Pilihan
dan kemauan orang lain.
Masih menjadi tugas untuk kita semua, bahwa
keberagaman ini harus dimaknai dengan senyuman.
Jargon negeri ini sudah begitu mencerminkan
bahwa perbedaan ini harus kita junjung dengan saling menghargai, karena
perbedaan ini tidak untuk dimaknai dalam dimensi perpecahan. Tetapi pada
dimensi “eka”.
Ada yang mengatakan bahwa untuk menjadi
satu tak perlu juga harus sama dan bersatu. Toh kita lahir didunia ini juga
karena perilaku dua manusia yang “berbeda” jenis kelamin untuk saling
mencurahkan cinta.
Tanpa kita sadari dalam dunia sehari-hari,
kita masih cangung dan mengangap tabu pada teman kita dalam melakukan hal yang
aneh dari kebiasaan lingkungannya. Sebagian pembaca yang sempat mengamati juga
mungkin merasakan, ketika tiba-tiba muncul ada orang yang sangat GeJe (gak
jelas), perilaku absud dan gaya berpakaian nyentrik dan tak lazim mesti akan
dikenai hukuman cacian dari sekitar.
Tak ayal perilaku tersebut apakah
mengambarkan cita-cita besar bhinneka tunggal ika yang selama ini kita
agung-agungkan?
Kebiasaan yang akhir-akhir ini muncul telah
digambaran secara apik oleh sudjiwo tedjo, bahwa:
Lama kelamaan kita akan
males romantis, karena entar dibilang GALAU
Males peduli takut dibilang KEPO
Males mendetail karena takut dibilang
REMPONG
Males mengubah-ubah point of view dalam
debat, karena takut dibilang LABIL
Males berpendapat karena takut dibilang
CURHAT.
Memang harus diakui kita sekarang hidup di
era teknologi yang maju dan memungkinkan kita bias sangat dengan mudah
menghubungi dan mengunjing yang lain.
Penulis disini memiliki tujuan utama dari
tulisan ini, bahwa mari kita sama-sama belajar dalam berperilaku bijaksana.
Untuk teman-teman yang masih baru
menyandang gelar mahasiswa, mungkin sebagian akan mengangap bahwa dunia
organisasi di perguruan tinggi akan sangat mengganggu kuliah, namun janganlah
kita hanya menghukumi sesuatu tanpa kita juga belum tau bagaimana kondisi yang
sesunguhnya. Jadi mari kita hargai teman-teman kita yang dalam kuliahnya
memilih fokus di dunia akademin saja atau di organisasi saja.
Untuk teman-teman yang suka komunikasi
intens dimedia sosial juga pernah merasakan, apabila dalam kontaknya banyak
chat dari teman-teman cewek pasti dibilang modus, tetapi ketika dia chat dengan
teman cowoknya kenapa tidak di bilang homo? Sebenarnya dalam kasus ini siapa
yang lebih aneh dan lucu.
Kenapa harus dihukumi berbeda? Ketika yang
dihubungi lain jenis dibilang modus tapi ketika yang dihubungi sejenis tidak
dibilang homo. Apakah karena tingkat toleran kita sangat rendah, bahkan sampai
cara menghukumi sesuatu saja harus dibeda-beda kan.
Sedari sana, mari kita sama-sama belajar
dalam menghargai perbedaan di sekitar kita, karena kita memang sudah
ditakdirkan hidup di negeri multi gendre manusia.
Semoga kita dilindungi tuhan dan hati kita
ditetapkan tuhan di atas agama yang diridhoinya.