- Back to Home »
- Embun »
- Muslim nusantara apakah bisa jadi kosep baru?
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Minggu, 13 September 2015
Malang,
Sembilan September 2015
Selamat sore
Indonesia, terimakasih masih mejadi teman yang paling setia menemani hidupku.
Yang setiap hari mengajariku agar lebih baik. Dan terus kau bagi dengan senyum
indah masyarakat disetiap denyut nadimu.
Negeri yang
memiliki kemajemukan sangat besar seperti ini memang memaksa masyarakatnya
untuk terus belajar masalah toleransi. Dalam proses hidup kita juga dituntut
untuk menjadi masyarakat yang dinamis.
Sekitar satu
bulan yang lalu kita diberi suguhan yang mengajari kita betapa masyarakat di
negeri ini memiliki ciri yang sangat dinamis. Yap, muktamar NU ke 33 di jombang
yang berlangsung sangat ramai dan menimbulkan banyak wacana media terkait apa
yang sebenarnya terjadi disana, kenapa disana sampai seriuh itu diskusinya dan
kenapa sampai di bumbuhi praktik-praktik diskusi yang sangat panas.
Agaknya
penulis sependapat pada argument yang mengatakan bahwa, tak masalah diskusinya
berjalan dengan panas, itu artinya diskusinya dinamis dan semua elemen berusaha
menyuarakan isi hati dan semua analisanya dalam memperbaiki NU kedepan. Tidak
terjadi diskusi yang statis, yang mana semua diam dan takut menyuarakan
pendapat dan terlihat bahwa diskusi itu berjalan sangat lancar. Agaknya dalam
memperbaiki negeri kita lebih membutuhkan diskusi yang dinamis dan penuh
perdebatan, karena dalam mengkodi al-qur’an pun para sahabat juga berdebat
panjang. Semoga NU lebih baik, dan bermanfaat untuk umat.
Tak inigin
mengulang apa yang penulis dapatkan dari muktamar kemarin, karena tema ini
sudah sempat penulis tulis dalam blog ini juga, namun ada sesuatu yang sangat
mengugah penulis kenapa ingin menulis dengan tema ini lagi.
Tepatnya
kemarin pagi ketika penulis membuka laman sosial media milik penulis dan disana
penulis menemukan artikel salah seorang guru besar kampus penulis menempuh S1
dan isi artikel juga membahas terkait ini. Dalam artikel tersebut ditulis dan
diberi judul islam nusantara atau muslim nusantara.
Dalam artikel
tersebut setelah penulis baca, memiliki tujuan bahwa sang guru besar tadi ingin
menawarkan konsep muslim nusantara untuk mengantikan islam nusantara yang sudah
di diskusikan NU pada muktamar kemarin agar perdebatan dan perselisihan tidak
terlalu panjang.
Dalam artikel
tersebut sang guru besar mengawali pembicaraan dengan menyebutkan makna dari
islam nusantara menurut beberapa ahli, dan pendapat yang ditulis dalam artikel
tersebut adalah milik PBNU saat ini yakni KH. Said aqil siraj yang mengatakan
bahwa islam nusantara bukanlah cabang baru, firqoh baru atau aliran baru.
Tetapi islam nusantara adalah sebuah ciri islam lokal Indonesia yang ramah,
sejuk, berbudaya dan menerima semua suku dan ras di Indonesia.
Kemudian
dalam artikel guru besar tadi kembali mengutip terkait analogi dalam membawa
konsep islam nusantara. Dikatakan bahwa islam adalah semacam buah, meskipun
sama-sama buahnya ketika ditanam ditanah yang berbeda, akan menghasilkan
karakter buah yang berbeda. Buah manga probolinggo akan memiliki rasa dan
kenikmatan yang berbeda dengan manga malang, buah durian jember akan berbeda
rasa dan kenikmatan dengan buah durian sidoarjo dan seterusnya. Penganalogian
agama (ajaran) dengan buah.
Menurut
guru besar dalam artikelnya, kita tidak bisa menganalogikan suatu ajaran dengan
buah. Karena buah bisa berbeda masing-masing daerah. Tetapi ajaran (islam)
dimanapun akan sama, karena sama-sama berlandas Al-Qur’an dan Hadits Karena itu
sang guru besar tadi mencoba menawarnakan adanya konsep yakni muslim nusantara,
yang berkarakter bukan ajaranya, tetapi yang melakukan ajaran tersebut, jadi
muslim nusantara, karena orang muslim di tiap-tiap daerah pun akan memiliki cara
yang berbeda-beda dalam mengamalkan ajaran islam.
Selanjutnya,
munurut penulis. Sebenarnya konsep muslim nusantara bisa saja menjadi suatu
konsep yang mubadzir. Jika kita teruskan analogi tadi diawali dari buah adalah
ajaran sehingga tempat asal tumbuh buah tadi adalah tuhan, sehingga bumi ini
adalah tuhan dengan disertai panduan yakni Al-Qur’an dan Hadits. Sehingga
dimanapun pohonya memiliki dasar yang sama. Kemudian menumbuhkan pohon di
berbagai daerah di bumi ini, dan tentu masing-masing daerah akan memiliki
karakter yang berbeda.
Dari
mana bisa dikatakan mubadzir?
Karena
yang dihukumi berbeda adalah muslimnya. Sudah jadi Sunnah manusia bahwa mahluk
ini memiliki sifat sang berbeda masing-masing individu, jangankan setiap
daerah, masing-masing desa, masing-masing pondok, bahkan masing-masing pribadi
seseorang akan memiliki cara yang berbeda dalam memakan buah tadi dan memberikan
penilaian pada buah tadi.
Sehingga
baik buah manga probolinggo yang terkenal lezat itu akan tetap dihukumi biasa
saja oleh org yang kurang bersyukur dan enak untuk orang yang bersyukur.
Penulis
sampai saat ini masih lebih menikmati pelebelan islam nusantara, karena itu
bisa menjadi ciri kita. Seorang muslim yang sama-sama hidup ditanah Indonesia
(nusantara), manusia yang memiliki sejarah yang sama dan memiliki karakter yang
berbeda dari daerah lain. Selain itu, islam nusantara dapat kita gunakan sebagai
racun perdamaian antar umat islam di negeri ini dan menyebarkan virus-virus
ramah, santun, tenang dan seterusnya.
Biarlah
proses ini berjalan dengan dibumbuhi diskusi yang panjang, toh itu menandakan
terjadinya komunikasi yang dinamis antar sesame kita.
Kita
pun tak bisa lantas semata-mata menyebut muslim nusantara kurang tepat, karena
apabila sudut pandang yang kita gunakan adalah untuk belajar menghormati
kemajemukan, konsep ini bisa dikatakan tepat.
Waallahu
a’lam
Semoga
kita dan negeri kita lebih baik