- Back to Home »
- Embun »
- Charger Nasionalis
Posted by : bakhruthohir.blogspot.co.id
Senin, 17 Agustus 2015
Malang, tujubelas agustus 2015
Selamat siang Indonesia, masih terdiam dikamar teman sehabis
melihat negeriku bersuka cita atas perayaan ulang tahun yang ke-70. Sunguh
senang, kagum, bangga pada negeriku ini, sepagi ini telah melihat semua orang
bersatu dan bersuka cita menjadi bagian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Terasa semua orang pada hari ini bangga menjadi warga negara dan mencoba
mengingat-ingat bagaimana perjuangan para pahlawan dalam merebut kemerdekaan
dulu.
Terasa semakin kental aroma nasionalis dengan dibumbuhi semua
acara ditelevisi mesti berbau kenegaraan. Tak hanya tadi pagi, bahkan sejak
tadi malam sudah mulai berduyun-duyun para stasiun televisi itu menyiarkan
diskusi hangat untuk mengangkat rasa nasionalis kita. Dan memang penulis tak
ingin ketingalan untuk ikut meramaikan dan menyumbang opini dengan tema ini,
dan juga sedikit kompilasi pandangan dari para profesional yang sudah
dipaparkan seharian ini.
Harapan yang muncul dibenak penulis dalam peringatan HUT RI
yang ke-70 ini dengan simpel menginginkan semangat nasionalis ini tidak hanya
berhenti dihari ini, semoga nafas nasionalis ini tetap terjaga di hari-hari
berikutnya.
Pasti kita semua pernah mendengar pertanyaan dari para
kritiker semacam ini “apakah kita ini sudah merdeka?”. Ya memang pertanyaan
yang komplek, tak bisa kita jawab hanya dari satu sisi saja. Dari segi
imprialis tentu kita sudah dikatakan merdeka, tapi mungkin ada disisi yang lain
kita masih tertatih untuk meraih kemerdekaan itu, tetapi meskipun demikian kita
tak boleh berkurang syukur akan hal itu. Kita harus ingat, negara-negara
seperti Amerika saja perlu waktu kurang lebih 200 tahun untuk bisa mencapai
kehidupanya yang benar-benar merdeka, jerman pun mendapatkan posisi yang baik
dieropa tanpa perang pun harus mengorbankan terlibat perang dunia dua kali,
sehinga kita harus tetap berusaha dan terus berusaha, toh perjuangan kita juga
baru 70 tahun.
Ada orang yang mengatakan “usia 70 ini sudah tua, jika
diibaratkan seperi manusia, 70 tahun disuruh berlari pun capek”. Pribadi
penulis mengatakan ketidak sepahaman pada metafora tersebut, jangan samakan
negara dengan manusia, karena manusia punya batas hidup, tetapi tidak ada
satupun negara yang bercita-cita akan mengahiri hidup negara itu hanya pada
usia 70 atau 80 tahun. Semua negara ingin bercita-cita hidup semalanya, dan
berubah lebih baik dengan mensejahterakan warganya, sehinga tidak cocok apabila
kita samakan negara dengan manusia yang pada usia 80 sudah dikejar-kejar ajal.
Masalah yang kita hadapi saat ini salah satunya adalah
semakin terpecah belahnya masyarakat, semakin banyak sekte-sekte dalam
masyarakat yang ikut sumbangsi dalam memperkeruh keadaan bangsa, bukan malah
mempersatukan untuk mencapai kehidupan yang baik. Jika dikutip quotes bung
karno “perjuanganku akan lebih mudah dari pada perjuangan kalian” artinya
perjuangan masa penjajahan akan lebih mudah dibanding perjuangan setelah masa
penjajahan, karena pada masa penjajahan kita punya satu musuh bersama yang
jelas adanya yakni penjajah, sementara kita yang hidup dimasa setelah
penjajahan akan melawan penjajah baru yang notabenya adalah warna negara kita
sendiri. Sehinga yang perlu kita lakukan sekarang adalah bergotong royong
bersama-sama untuk memperbaiki negeri ini. Sudah tidak saatnya melawan
pemerintah, karena pemerintah kita setelah revormasi pun sudah tidak seburuk
pada masa orla dan orba. Yang perlu kita lakukan sekarang adalah bersatu dan
saling bersinergi untuk membuat negara ini lebih baik. Bergotong royong secara
total untuk memperbaiki bangsa ini dengan tulus tanpa ada rasa mementingkan
kepentingan kelompok dan golongan.
Peranyaan yang lain kembali muncul “kenapa sampai saat ini
kita masih sengsara?”. Ada yang mengatakan kita negara malas, kita negara
bodoh, kita negara miskin. Menurut penulis “kata siapa?”. Apakah orang yang jam
dua pagi sudah berduyun-duyun kepasar untuk berjualan itu orang malas? Apakah
negara yang selalu mendapat predikat juara olimpiade internasional itu bodoh? Apakah
negara yang setiap warganya memiliki ganget dan hobi berbelanja itu miskin?.
Pada kenyatanya kita sunguh sangat rajin, pintar dan kaya. Hanya saja dalam
sistimnya kita masih sangat teledor. Kita mengatakan negara demokrasi, tapi
yang kita pahami hanya kebebasanya saja. Perlu diingat bahwa demokrasi tidak
akan berjalan dengan baik tanpa ada kebebasan dan yang sesuai dengan koridor
hukum dan aturan yang ada.
Kita memiliki sifat yang sama dinegara ini, sifat yang suka
melangar hukum. Begitu leluasanya orang dapat melangar hukum di negara ini.
Dijalan orang bisa dengan seenaknya menerobos lampu merah, pada pedagangpun
bisa mengelar jualan mereka dimana-mana, para guru yang mengajar bukan pada
esensinya sehinga hanya melahirkan murit yang hanya tau kulit tanpa isinya,
sampai para penegak hukum pun suka mengotak-atik aturan agar melancarkan
perkaranya.
Negara ini pun masih penuh diskriminasi dan tidak merata,
negara yang suka memaksa orang lain ikut kita dengan merangkul paksanya, tanpa
benar-benar meningikan derajatnya. Kita kenal cut nya din, RA. Kartini, bung
tomo, diponegoro, syahrir. Tapi tahukah siapa pahlawan dari papua sana? Mungkin
kebanyakan orang tidak tahu bahwa di ujung timur sana ada seorang pahlawa
bernama Frans Kaisiepo. Salah seorang pahlawa nasional yang juga mengusulkan
nama irian pada bumi cendrawasi itu. Apakah kita kenal? Kurasa tidak. Kenapa
tidak di perkenalkan? Kenapa hanya cut nya din, kartini, bung tomo, diponegoro,
syahrir dan koleganya saja? Bahka ada orang papua yang pernah protes, monyet
dan burung pernah jadi gambar di mata uang negara ini, tapi kenapa pahlawa dari
bumi papua ini tidak pernah di pampang wajahnya di mata uang negara ini?.
Apakah ini juga yang dinamakan kesetaraan dalam berdemokrasi, bahkan kita saja
tidak mengenal pahlawan kita dari bumi Indonesia ujung timur sana.
Semoga masalah-masalah ini sudah dapat diselesaikan dalam
kurun beberapa tahun mendatang, semoga harapan anak-anak bangsa ini yang
menginginkan korupsi lenyap dari bumi Indonesia, sekolah murah, listrik dan air
bersih sampai dipelosok, kesetaraan suku dan ras tidak hanya angan-angan
belaka. Hemat penulis cukuplah kita mengamalkan rasa syukur agar tetap bisa
menikmati bumi pertiwi ini, karena sudah terlalu lama kita sengsara kalau hanya
dilihat sisi negarifnya saja. Kita sudah terkotak-kotak dalam kerajaan, sudah
dijajah kurang lebih 350 tahun, hidup sengsara di orla dan orba serta saling
gusur di revormasi ini. Semoga tuhan yang maha esa melapangkan jalan kita dan
negara ini menjadi negara yang barokah. Amin.